Share

Akhir Bahagia Sang Putri
Akhir Bahagia Sang Putri
Penulis: Han

Bab 1 Melepasmu Dengan Pasti

Bab 1 Melepasmu Dengan Pasti

Teala tersenyum melihat dua keluarga tersebut saling membagi candaan dan tawa setelah acara yang cukup menegangkan sebelumnya. Gadis itu sibuk menyajikan makanan dan minuman tanpa berani bergabung bersama dua keluarga besar tersebut. Kakinya memilih melangkah ke belakang rumah, duduk di gazebo sembari memandang langit yang entah kenapa malam ini dipenuhi bintang sehingga tampak cantik. Seolah menertawakan bagaimana nasibnya hari ini.

Ditengah lamunannya, gadis itu dikejutkan dengan tepukan pelan di bahunya. Menoleh, Teala mendapati kakaknya disana.

“Kenapa disini? Ayo gabung bersama yang lain di dalam,” ajak Yasha.

“Di dalam panas sekali, Kak. Aku merasa gerah juga karena habis bantuin Mbak di dapur,” jawab Teala beralibi.

Yasha menghela napas sejenak kemudian duduk di samping adiknya.

“Dek, kalau misal terjadi sesuatu dengan Kakak, kamu mau ‘kan menggantikan Kakak untuk menikah dengan Jenan,” ujar gadis berambut sebahu tersebut.

“Kakak ini apa-apaan. Jangan bicara seperti itu. Kakak dan Jendra akan menikah dan menjadi keluarga bahagia,” tutur Teala.

Tidak ada jawaban lagi setelahnya, dan kedua kakak-beradik tersebut sibuk dengan isi kepala masing-masing.

“Sha.”

Keduanya menoleh, mendapati Jenandra berdiri di ambang pintu sembari tersenyum. Memilih mengalihkan pandangannya, Teala tidak ingin melihat interaksi dua orang tersebut.

“Kenapa di sini, aku mencarimu. Bunda dan Ayah akan pulang,” ucap Jenandra.

“Oh iya, kalau begitu aku ke sana. Dek, kamu tidak mau keluar dulu? Ayah dan bunda Jenan mau pulang,” ajak Yasha.

“Iya, Kak. Sebentar lagi aku ikut keluar,” jawab Teala singkat sembari tersenyum.

Setelah Yasha dan Jenandra keluar, gadis itu menghela napas panjang. Dadanya terasa sesak dan matanya mulai panas.

Menenangkan diri, Teala meyakinkan diri sendiri kemudian bangun dari tempatnya dan melangkah menghampiri dua keluarga tersebut. Ia bisa melihat senyum lebar di wajah mamanya.

“Tea, sini Nak.”

Panggilan mamanya membuat gadis itu tersenyum kemudian menyapa orang tua Jenandra.

“Wah, Tea ini cantik sekali ya. Sering main ke rumah Bunda ya, Nak. Besok kalau Jenandra dan Yasha sudah menikah dan tinggal di rumah mereka sendiri, rumah pasti jadi sepi. Jadi kamu sering-sering main ke rumah,” ucap Shinia dengan semangat yang hanya dibalas senyum dan anggukkan gadis itu.

“Kami jarang sekali melihat Teala. Kalau Yasha main ke rumah, Tea juga tidak pernah ikut. Kamu sibuk apa, Sayang?” tanya Shinia yang tampak sangat menyukai gadis itu.

“Saya punya toko kue, Tante. Jadi, setelah lulus saya hanya mengerjakan apa yang disukai saja,” jawab gadis itu.

“Wah, hebat sekali. Sudah cantik, mandiri juga,” kagum Shinia.

“Teala ini juga model majalah kota lho, Bunda. Dia selalu mendapat panggilan untuk produk-produk ternama juga, tapi memilih membangun toko kue dibanding menjadi model,” sambung Jenandra.

“Oh ya? Kenapa begitu?” heran perempuan paruh baya tersebut.

“Sebenarnya dia anak yang pemalu, Bunda. Jadi, bekerja sebagai model tidak cukup cocok untuknya. Teala melakukan itu hanya saat ingin saja,” tutur Yasha.

“Tapi saya sepertinya tidak asing dengan kamu. Kamu aktivis, bukan? Saya beberapa kali melihat wajah kamu kalau sedang ada aksi di pusat kota.” Kini suara ayah Jenandra menyahut.

“Iya, Om. Saya cukup aktif waktu kuliah dulu, tapi sekarang tidak,” jawab Teala tanpa menghilangkan senyumnya.

“Hebat sekali. Sudah cantik, berbakat, cerdas juga,” puji Shinia yang hanya dibalas anggukkan kecil oleh gadis itu.

“Teala dan Yasha memang beda jauh, Shin. Teala cenderung pendiam, tapi karena kegiatannya, jadi mau tidak mau harus banyak bersosialisasi dengan oranglain. Namun, dia sangat berprinsip dan disiplin melakukan sesuatu, makanya banyak yang segan. Kalau Yasha ini anggun dan feminim sekali. Temannya banyak, tapi kadang bicaranya yang terlalu ceplas-ceplos bikin orang takut sama dia.” Safa menceritakan kedua putrinya.

“Dulu waktu masih awal pacaran dengan Jenandra, kalau bertengkar pasti Jenan kesini bawa makanan. Cuma makanannya yang di ambil terus balik ke kamar, sementara anakmu dibiarkan berbincang dengan aku.” Safa melanjutkan ceritanya yang mana membuat orang-orang di ruangan tersebut tertawa.

“Mama jangan buka kartu,” rengek Yasha yang membuat Jenandra merasa gemas hingga mencubit pipi gadis itu.

Teala tersenyum simpul kemudian memilih berbincang dengan ayah Jenandra yang ternyata seorang pengacara. Mereka membicarakan banyak hal hingga lupa bahwa sebelumnya kedua orang tua tersebut sudah berpamitan hendak pulang.

“Kamu menyenangkan sekali, Tea. Saya tunggu aksi kamu lagi di depan kantor pusat,” ucap Mino yang membuat Teala tertawa kecil.

Jenandra bersama kedua orang tuanya pamit, meninggalkan kediaman Safa dengan perasaan bahagia di hati masing-masing.

“Tea, kamu cepat sekali akrab dengan Ayah Mino. Aku dulu susah sekali mendekatinya. Bahkan sampai hari ini masih merasa sungkan,” ucap Yasha.

“Mungkin karena Om Mino bekerja di pemerintahan, jadi kami punya topik obrolan yang sama. Orang-orang dengan pekerjaan yang setiap hari menuntut mereka serius memang selalu berdampak pada sikap sehari-hari, tapi Kakak tenang saja, Om Mino menyayangi Kakak, kok. Buktinya hari ini mereka datang ke rumah untuk menyerahkan anak lelaki mereka satu-satunya agar bisa bersama Kak Yasha.” Teala mencoba menenangkan saudara perempuannya tersebut.

Yasha tersenyum simpul kemudian mengusak puncak kepala sang adik.

“Selamat malam, Te,” ucap Yasha.

“Selamat malam, Kak.”

Setelah mengucapkan kalimat tersebut dan masuk ke dalam kamar masing-masing, Teala melempar tubuhnya ke atas tempat tidur sembari menatap langit-langit. Hati dan pikirannya kacau hingga rasanya begitu menyesakkan.

Berkali-kali menghela napas kasar, gadis itu memilih berdiri di balkon kamarnya sembari menghirup udara malam. Memejamkan mata mencoba menenangkan diri. Meyakinkan kepada dirinya sendiri bahwa segalanya akan baik-baik saja. Meyakinkan diri bahwa perasaannya sekarang akan menghilang seiring berjalannya waktu.

Namun bagaimana kalau perasaan itu tidak menghilang? Karena setelah bertahun-tahun pun perasaan tersebut masih ada di sana dan dijaga dengan baik. Teala menjaganya dengan sangat baik hingga tidak ada satu orang pun yang menyadarinya termasuk sang kakak. Entah akan menjadi seperti apa kalau kakaknya tahu. Mungkin Teala akan hidup dipenuhi rasa tidak nyaman.

Kembali masuk ke dalam kamarnya, gadis itu mengambil satu lembar foto yang berisikan dirinya dengan Jenandra bertahun-tahun lalu. Foto yang diambil saat keduanya masih mengenakan seragam putih abu-abu dengan wajah kotor luar biasa, sebab disibukkan dengan persiapan ulang tahun sekolah.

Senyum simpul terbit di wajah gadis itu, kemudian tangannya kembali menyelipkan foto tersebut ke dalam lacil meja.

“Mungkin aku harus berhenti sekarang, tapi pelan-pelan. Maaf Kak Yasha, aku tidak bermaksud menyukai apa yang Kakak sukai. Beri aku waktu dan secepatnya aku akan menghilangkan perasaan ini,” monolog Teala.

Gadis itu akhirnya tidur dengan perasaan gelisah yang membuatnya bermimpi menjadi pemeran jahat dalam kisah cinta saudaranya.

"Tea, kamu mau mengambil Jenan dariku?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status