Bagi Teala, mencintai diam-diam sudah cukup baginya. Tidak akan ada kesempatan untuknya mendapat balasan atas apa yang dirasakannya. Namun, hal itu tidak masalah. Sayangnya, Tuhan seolah mengajaknya bercanda ketika tiba-tiba ia diharuskan menikah dengan Jenandra, pria yang seharusnya menikah dengan kakaknya.
View MoreBab 1 Melepasmu Dengan Pasti
Teala tersenyum melihat dua keluarga tersebut saling membagi candaan dan tawa setelah acara yang cukup menegangkan sebelumnya. Gadis itu sibuk menyajikan makanan dan minuman tanpa berani bergabung bersama dua keluarga besar tersebut. Kakinya memilih melangkah ke belakang rumah, duduk di gazebo sembari memandang langit yang entah kenapa malam ini dipenuhi bintang sehingga tampak cantik. Seolah menertawakan bagaimana nasibnya hari ini.
Ditengah lamunannya, gadis itu dikejutkan dengan tepukan pelan di bahunya. Menoleh, Teala mendapati kakaknya disana.
“Kenapa disini? Ayo gabung bersama yang lain di dalam,” ajak Yasha.
“Di dalam panas sekali, Kak. Aku merasa gerah juga karena habis bantuin Mbak di dapur,” jawab Teala beralibi.
Yasha menghela napas sejenak kemudian duduk di samping adiknya.
“Dek, kalau misal terjadi sesuatu dengan Kakak, kamu mau ‘kan menggantikan Kakak untuk menikah dengan Jenan,” ujar gadis berambut sebahu tersebut.
“Kakak ini apa-apaan. Jangan bicara seperti itu. Kakak dan Jendra akan menikah dan menjadi keluarga bahagia,” tutur Teala.
Tidak ada jawaban lagi setelahnya, dan kedua kakak-beradik tersebut sibuk dengan isi kepala masing-masing.
“Sha.”
Keduanya menoleh, mendapati Jenandra berdiri di ambang pintu sembari tersenyum. Memilih mengalihkan pandangannya, Teala tidak ingin melihat interaksi dua orang tersebut.
“Kenapa di sini, aku mencarimu. Bunda dan Ayah akan pulang,” ucap Jenandra.
“Oh iya, kalau begitu aku ke sana. Dek, kamu tidak mau keluar dulu? Ayah dan bunda Jenan mau pulang,” ajak Yasha.
“Iya, Kak. Sebentar lagi aku ikut keluar,” jawab Teala singkat sembari tersenyum.
Setelah Yasha dan Jenandra keluar, gadis itu menghela napas panjang. Dadanya terasa sesak dan matanya mulai panas.
Menenangkan diri, Teala meyakinkan diri sendiri kemudian bangun dari tempatnya dan melangkah menghampiri dua keluarga tersebut. Ia bisa melihat senyum lebar di wajah mamanya.
“Tea, sini Nak.”
Panggilan mamanya membuat gadis itu tersenyum kemudian menyapa orang tua Jenandra.
“Wah, Tea ini cantik sekali ya. Sering main ke rumah Bunda ya, Nak. Besok kalau Jenandra dan Yasha sudah menikah dan tinggal di rumah mereka sendiri, rumah pasti jadi sepi. Jadi kamu sering-sering main ke rumah,” ucap Shinia dengan semangat yang hanya dibalas senyum dan anggukkan gadis itu.
“Kami jarang sekali melihat Teala. Kalau Yasha main ke rumah, Tea juga tidak pernah ikut. Kamu sibuk apa, Sayang?” tanya Shinia yang tampak sangat menyukai gadis itu.
“Saya punya toko kue, Tante. Jadi, setelah lulus saya hanya mengerjakan apa yang disukai saja,” jawab gadis itu.
“Wah, hebat sekali. Sudah cantik, mandiri juga,” kagum Shinia.
“Teala ini juga model majalah kota lho, Bunda. Dia selalu mendapat panggilan untuk produk-produk ternama juga, tapi memilih membangun toko kue dibanding menjadi model,” sambung Jenandra.
“Oh ya? Kenapa begitu?” heran perempuan paruh baya tersebut.
“Sebenarnya dia anak yang pemalu, Bunda. Jadi, bekerja sebagai model tidak cukup cocok untuknya. Teala melakukan itu hanya saat ingin saja,” tutur Yasha.
“Tapi saya sepertinya tidak asing dengan kamu. Kamu aktivis, bukan? Saya beberapa kali melihat wajah kamu kalau sedang ada aksi di pusat kota.” Kini suara ayah Jenandra menyahut.
“Iya, Om. Saya cukup aktif waktu kuliah dulu, tapi sekarang tidak,” jawab Teala tanpa menghilangkan senyumnya.
“Hebat sekali. Sudah cantik, berbakat, cerdas juga,” puji Shinia yang hanya dibalas anggukkan kecil oleh gadis itu.
“Teala dan Yasha memang beda jauh, Shin. Teala cenderung pendiam, tapi karena kegiatannya, jadi mau tidak mau harus banyak bersosialisasi dengan oranglain. Namun, dia sangat berprinsip dan disiplin melakukan sesuatu, makanya banyak yang segan. Kalau Yasha ini anggun dan feminim sekali. Temannya banyak, tapi kadang bicaranya yang terlalu ceplas-ceplos bikin orang takut sama dia.” Safa menceritakan kedua putrinya.
“Dulu waktu masih awal pacaran dengan Jenandra, kalau bertengkar pasti Jenan kesini bawa makanan. Cuma makanannya yang di ambil terus balik ke kamar, sementara anakmu dibiarkan berbincang dengan aku.” Safa melanjutkan ceritanya yang mana membuat orang-orang di ruangan tersebut tertawa.
“Mama jangan buka kartu,” rengek Yasha yang membuat Jenandra merasa gemas hingga mencubit pipi gadis itu.
Teala tersenyum simpul kemudian memilih berbincang dengan ayah Jenandra yang ternyata seorang pengacara. Mereka membicarakan banyak hal hingga lupa bahwa sebelumnya kedua orang tua tersebut sudah berpamitan hendak pulang.
“Kamu menyenangkan sekali, Tea. Saya tunggu aksi kamu lagi di depan kantor pusat,” ucap Mino yang membuat Teala tertawa kecil.
Jenandra bersama kedua orang tuanya pamit, meninggalkan kediaman Safa dengan perasaan bahagia di hati masing-masing.
“Tea, kamu cepat sekali akrab dengan Ayah Mino. Aku dulu susah sekali mendekatinya. Bahkan sampai hari ini masih merasa sungkan,” ucap Yasha.
“Mungkin karena Om Mino bekerja di pemerintahan, jadi kami punya topik obrolan yang sama. Orang-orang dengan pekerjaan yang setiap hari menuntut mereka serius memang selalu berdampak pada sikap sehari-hari, tapi Kakak tenang saja, Om Mino menyayangi Kakak, kok. Buktinya hari ini mereka datang ke rumah untuk menyerahkan anak lelaki mereka satu-satunya agar bisa bersama Kak Yasha.” Teala mencoba menenangkan saudara perempuannya tersebut.
Yasha tersenyum simpul kemudian mengusak puncak kepala sang adik.
“Selamat malam, Te,” ucap Yasha.
“Selamat malam, Kak.”
Setelah mengucapkan kalimat tersebut dan masuk ke dalam kamar masing-masing, Teala melempar tubuhnya ke atas tempat tidur sembari menatap langit-langit. Hati dan pikirannya kacau hingga rasanya begitu menyesakkan.
Berkali-kali menghela napas kasar, gadis itu memilih berdiri di balkon kamarnya sembari menghirup udara malam. Memejamkan mata mencoba menenangkan diri. Meyakinkan kepada dirinya sendiri bahwa segalanya akan baik-baik saja. Meyakinkan diri bahwa perasaannya sekarang akan menghilang seiring berjalannya waktu.
Namun bagaimana kalau perasaan itu tidak menghilang? Karena setelah bertahun-tahun pun perasaan tersebut masih ada di sana dan dijaga dengan baik. Teala menjaganya dengan sangat baik hingga tidak ada satu orang pun yang menyadarinya termasuk sang kakak. Entah akan menjadi seperti apa kalau kakaknya tahu. Mungkin Teala akan hidup dipenuhi rasa tidak nyaman.
Kembali masuk ke dalam kamarnya, gadis itu mengambil satu lembar foto yang berisikan dirinya dengan Jenandra bertahun-tahun lalu. Foto yang diambil saat keduanya masih mengenakan seragam putih abu-abu dengan wajah kotor luar biasa, sebab disibukkan dengan persiapan ulang tahun sekolah.
Senyum simpul terbit di wajah gadis itu, kemudian tangannya kembali menyelipkan foto tersebut ke dalam lacil meja.
“Mungkin aku harus berhenti sekarang, tapi pelan-pelan. Maaf Kak Yasha, aku tidak bermaksud menyukai apa yang Kakak sukai. Beri aku waktu dan secepatnya aku akan menghilangkan perasaan ini,” monolog Teala.
Gadis itu akhirnya tidur dengan perasaan gelisah yang membuatnya bermimpi menjadi pemeran jahat dalam kisah cinta saudaranya.
"Tea, kamu mau mengambil Jenan dariku?"
Teala mendongak saat mendengar pintu ruangannya dibuka. Ia tersenyum menatap Jenandra, membiarkan pria itu memeluk dan mengusap kepalanya.“Sudah selesai? Ayo pulang,” ucap Jenandra tanpa menghentikan usapan di kepalanya.“Lima menit, oke?” jawab Teala dan dianggukki Jenandra. Pria itu duduk di sofa yang ada di ruangan tersebut, menunggu Teala menyelesaikan pekerjaannya. Ia menatap wajah serius istrinya yang sesekali mengerucutkan bibir dan menautkan dua alisnya. Teala tampak lucu dan menggemaskan hingga membuat kedua sudut bibir Jenandra terangkat naik.Jenandra baru menyadari bahwa Teala memiliki daya tarik luar biasa. Wanita itu bahkan bisa membuat Jenandra tersenyum meski tidak melakukan apapun.Terlalu sibuk memperhatikan istrinya, Jenandra tidak sadar jika Teala sudah menyelesaikan pekerjaannya dan searang menatap ke arahnya dengan tatapan bingung. Baru setelah wanita itu menepuk pundaknya pelan
Teala sedang sibuk mencatat laporan keuangan ketika tiba-tiba pintu ruangannya diketuk, menampilkan seorang pegawai yang mengatakan bahwa dirinya kedatangan tamu. Meski sedikit bingung dengan tamu yang tidak ada janji dengannya sebelumnya, Teala tetap melangkah keluar dengan hati-hati, mencoba mencaritahu siapa yang datang menemuinya.Saat melihat Marvin duduk sambil menunggu pesanan, Teala mengembangkan senyumnya, menghampiri pria itu.“Aku pikir, aku kedatangan tamu dari negara lain, ternyata tetangga lain,” kekeh Teala yang dibalas tawa kecil oleh Marvin.“Bagaimana kabarmu? Sejak projek terakhir kita, aku tidak tau kabarmu. Kamu baik-baik saja, kan?” tanya Marvin.“Aku baik, sangat baik. Bagaimana denganmu? Apa kamu baik-baik saja?” Teala balas bertanya.Marvin tersenyum kecil sambil mengangguk. Ia ingin dengan lantang mengatakan kalau dirinya sangat merindukan Teala, kalau diri
Yasha menatap bangunan di depannya dengan tatapan datar. Tiga bulan lebih dia meninggalkan rumah itu, Yasha pikir tidak ada yang berubah dari rumah itu.Melangkahkan kaki masuk, Yasha menatap ke sekeliling ruangan. Seharusnya, sang ibu sedang memasak di jam segini, tapi dapur terlihat sepi da tidak ada tanda-tanda ibunya berada di dapur. Melewati ruang tamu, Yasha naik ke lantai dua, membuka pintu kamar miliknya, menghirup aroma kamar yang masih tersisa bau parfum miliknya.Wanita itu meletakkan tas selempang miliknya kemudian duduk di pinggir kasur. Tangannya membuka nakas, mengambil figura berisi foto dirinya dan Jenandra di hari pertama mereka menjadi sepasang kekasih. Tanpa sadar senyum terpatri di wajah Yasha.Isi kepalanya kembali pada kenangan dirinya dan Jenandra saat melewati hari-hari bersama. Jika boleh jujur, Jenandra adalah pria yang baik dan mendekati sempurna untuk menjadi kekasih.Pria itu selalu ada di setia
Jenandra menunggu Yasha dengan wajah datar. Sesekali menyesap kopi pesanan miliknya, hingga Yasha duduk di depannya sambil tersenyum lebar. Wanita itu menatap Jenandra dengan pandangan berbinar menunggu Jenandra mengatakan maksudnya mengajak bertemu.“Berhenti mengganggu Teala,” ucap jenandra langsung pada intinya.“Apa maksudmu?” tanya Yasha sambil menautkan kedua alisnya bingung.“Aku sudah mengatakan padamu kalau aku sudah memilih Teala. Artinya aku mau kamu berhenti, berhenti mengejarku, berhenti mengganggu Teala, dan berhenti masuk ke dalam kehidupan kamu,” jawab Jenandra.Yasha mengepalkan tangan, menatap Jenandra kesal. Ia tidak terima diperlakukan demikian oleh pria di depannya. Harga dirinya serasa dijatuhkan. Ia bersumpah akan membalas Teala setelah ini. Wanita itu yang menjadi penyebab Jenandra mengabaikannya. Maka, tanpa mengucapkan apapun lagi, Yasha meninggalkan Jenandra.Jenandra yang melihat respon Yasha hanya mampu menghela napas panjang. Ia paham tidak akan mudah unt
Jenandra mengendarai mobilnya seperti orang kesetanan saat mendapat telepon dari Teala. Istrinya tampak kesakitan dan Jenandra diserang panik ketika telepon mati sepihak.Begitu sampai di rumah, Jenandra dibuat kesal karena pintu dikunci dari dalam. Membuka dengan terburu-buru, pria itu menghampiri istrinya yang sedang duduk di lantai sambil bersandar meja. Matanya terpejam dengan tangan memegangi perutnya.“Tea, hei, ada apa?” tanya Jenandra, membuat Teala membuka mata. Wanita itu tidak menjawab, hanya menatap Jenandra. Maka, dengan cekatan, pria itu mengangkat tubuh Teala, membawanya ke rumah sakit.Jenandra menunggu dengan tidak sabar. Jantungnya seperti melorot ke perut melihat kondisi Teala. Saat dokter selesai memeriksa istrinya, Jenandra segera bertanya, mendengar penjelasan dokter dengan seksama, sementara istrinya masih istirahat.Teala mengalami keram dan ini sudah kedua kalinya sejak satu setengah bula
Teala sibuk mempersiapkan sarapan untuk Jenandra, hingga tidak menyadari bahwa pria itu sekarang berdiri di ujung tangga sambil memperhatikannya. Sejak kedatangan Yasha kemarin, Teala lebih banyak diam. Bahkan, wanita itu memilih tidur di kamar tamu, mengabaikan Jenandra.“Jenan, sarapannya sudah siap,” ucap Teala.Jenandra menatap Teala sebentar, wanita itu terlihat baik-baik saja, tapi Jenandra tau bahwa Teala hanya sedang menahan diri.Enggan merusak suasana, Jenandra memilih sarapan lebih dulu, membiarkan Teala sarapan dengan tenang. Sampai keduanya berhasil menyelesaikan sarapan mereka, Jenandra menawarkan diri membantu istrinya membersihkan bekas makanan keduanya. Baru setelahnya, Jenandra duduk di samping Teala. Ia menarik tangan Teala pelan kemudian mengusap punggung tangannya pelan.“Aku memilihmu, aku tidak ingin yang lain dan aku pastikan aku tidak akan menyesalinya,” ucap Jenandra sambil m
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments