Share

Tabrakkan

Rasanya ingin mati saja, itulah pikiran Rara sepanjang ia berjalan di koridor sekolah. Ia tentu saja jadi pusat perhatian.

“Menjijikan.”

“Bau banget.”

“Itu si anak beasiswa?”

“Emang iya? Kok kaya gitu sih?”

“Kenapa dia?”

Kata – kata yang menyakitkan menyerang pendengaran Rara. Rara makin menundukkan kepalanya. Rasa semangat dirinya menguap begitu saja.

“Loh nak kamu kenapa?”

Rara mengangkat wajahnya, seorang satpam menyapanya. Satpam itu menatapnya dengan tatapan khawatir. Rara tak sadar, rupanya ia sudah sampai di gerbang sekolah.

“Gak apa - apa kok pak,” Rara tersenyum tipis.

“Ya ampun nak, kamu kacau sekali. Kamu yakin pulang dalam keadaan begitu?” tanya satpam itu memperhatikan dari atas ke bawah.

Rara menyinggungkan senyumnya, ia mengangguk sebagai jawaban.

“Saya pulang duluan ya pak,” pamit Rara.

Satpam itu mengangguk ragu.

Rara berjalan ke arah halte. Orang – orang yang di halte menatapnya aneh. Rara terlihat kacau sekali, rambutnya bau amis, seragamnya kotor, sehingga orang – orang akan otomatis menjauhinya.

Bus berhenti di halte. Orang – orang yang sedang menunggu bus segera masuk ke bus.

“Jangan masuk mba. Bus saya gak nerima mba. Kayanya penumpang juga gak mau,” kata supir bus menatap Rara jijik. Rara menatap penumpang yang menatapnya aneh, penasaran, dan kasihan. 

“Maaf pak.” Rara mundur perlahan. Bus itu segera pergi. Rara kembali duduk di bangku halte.

Rara menatap sepatunya yang sudah kusam. Cairan bening mengalir begitu saja dari matanya.

“Sial.” Rara menggigit bibir bawahnya. Rara menutup wajahnya dengan telapak tangannya, ia sudah tidak kuat menahan tangisnya. Nasibnya menyedihkan sekali hari ini.

Rara mendongkak saat seseorang berdiri di hadapannya. Rara mengangkat wajahnya, matanya sudah memerah.

“Hai,” sapa seseorang.

“Lo?” Rara terkejut bertemu lagi dengan lelaki bertopi itu.

“Nih ambil.” Orang di depan Rara memberikkan jaket warna hitam ke Rara.

“Gak us-“

“Pake aja.” Lelaki bertopi duduk di samping Rara

“Lo keliattan kacau banget. Hari lo buruk ya?” tanya lelaki bertopi itu sambil memberikkan tisu kepada Rara.

“Kayanya iya…” jawab Rara sembari memakai jaket hitam pemberian lelaki bertopi itu. Rara menerima tisu itu kemudian menghapus air matanya.

Lelaki itu menatap Rara. Kemudian ia tersenyum tipis.

“Lo punya harapan gak sih?” tanya lelaki itu tiba – tiba.

“Hah? Random banget…” tanggap Rara.

Lelaki itu tertawa kecil, “gak papa…ayo jawab.”

Rara mengangkat bahunya, “mungkin gue berharap hidup gue bahagia.”

“Itu harapan semua orang ya…” lelaki bertopi itu kini fokus menatap kendaraan berlalu lalang.

Rara mengangguk sebagai jawaban.

“Sebentar lagi hujan kayanya,” kata lelaki itu.

Rara mendongkak ke atas, langit tampak mendung. Awan memang tampak berwarna kelabu dan terdengar suara gemuruh dari kejauhan. Tetesan hujan mulai turun ke bumi.

Rara cemberut, sepertinya ia akan datang terlambat ke panti asuhan.

“Busnya kok lama banget gak datang – datang…” gumam Rara.

“Gue balik ya,” lelaki bertopi itu berdiri. Lelaki itu berlari meninggalkan Rara begitu saja. Rara menatap punggung lelaki itu yang berlari.

“Kayanya ada yang kelupaan…” pikir Rara, “namanya…oh iya! Nama dia siapa ya?” lanjut Rara.

Rara hendak mengejar lelaki bertopi itu, tapi sosok itu sudah pergi dari pandangannya.

Telepon masuk dari Bu Unike mengalihkan fokus Rara. Rara hanya menatap ponselnya, tanpa berniat menjawabnya. Ia bisa menebak pasti Bu Unike menanyakan posisinya sekarang. Ia yakin anak – anak disana sudah bertanya – tanya kehadirannya.

Dengan terpaksa Rara berjalan kaki ke rumahnya. Sudah jelas, ia akan pulang dengan keadaan basah kuyup. Hujan tak kunjung reda, malah semakin besar dan suara petir bersahutan.

Rara menyebrang perlahan dengan melihat kanan kiri. Ia yakin, kendaraan akan memberikkan jalan untuknya.

"Tiiinnnnnnn...," klakson panjang berbunyi mengagetkan Rara. Mobil Sedan hitam berkecepatan tinggi tampaknya lepas kendali.

Semua berlalu dengan cepat

“Brraakkkkk..!!” Rara tertabrak mobil sedan hitam.

Rara dapat merasakan dunianya berputar. Darah menetes deras di wajahnya. Dinginnya hujan dan suara teriakan terdengar bersahutan. Rara menutup matanya, tak kuat untuk membuat dirinya sadar.

+++

Rara membuka matanya, dengan perlahan mengerjapkan matanya beberapa kali agar matanya bisa beradaptasi. Rara memperhatikan sekelilingnya, bau obat dan alat medis tertangkap olehnya. Tidak salah lagi, Rara berada di rumah sakit.

“Aku pikir aku mati…” gumam Rara mengingat ia tertabrak cukup keras. Rupanya, tuhan masih sayang pada dirinya.

Rara turun dari ranjang rumah sakit dengan mendorong infus. Dengan hati – hati ia berjalan ke cermin yang ada disana. Saat itu juga Rara melotot kaget melihat dirinya berganti pakaian dengan pakaian rumah sakit.

“Si-siapa yang ganti?” Rara merinding sendiri.

Klek

Rara menoleh ke pintu. Seorang perawat bertatapan dengan Rara.

Perawat itu tersenyum dan mendekati Rara, “anda sudah sadar? Kenapa langsung berjalan – jalan?”

Perawat itu perlahan menuntun Rara agar kembali ke ranjang. Rara menurutinya tanpa bertanya apapun.

“Sus, siapa yang gantiin baju saya?” Tanya Rara setelah ia duduk di ranjang.

“Saya non.” Jawab Perawat itu ramah.

“Non?” Rara menatap perawat itu dengan tatapan bertanya.

“Saya panggil dokter dulu ya non. Jangan dulu banyak bergerak,” perawat itu pergi meninggalkan Rara yang kebingungan dengan panggilan non untuk dirinya.

“Perawatnya kenapa sih?”

Rara menatap jam rumah sakit, jam sudah menunjukkan jam makan malam. Bu Unike pasti dilanda kebingungan, Rara tak mengabari apapun sejak ia akan meninggalkan halte.

“Dimana yaa?” Rara celingukkan tanpa turun dari ranjangnya, mencari ponselnya.

“Non, dokternya sudah datang,” kata Perawat itu, disampingnya seorang dokter muda tersenyum padanya.

“Baik, saya periksa dulu ya…” dokter muda itu memakai stetoskopnya.

Rara hanya menuruti perintah dokter dengan name tag “Jaydan Samudra” itu.

“Wali anda belum datang ya?” tanya dokter Jaydan.

Rara mengangguk ragu, tapi ia merasa tak menelopon siapapun.

“Apa sebaiknya menunggu Tuan Jevan dulu saja dok?” tanya perawat dengan name tag “Sarah”.

“Siapa Tuan Jevan?” tanya Rara bingung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status