Share

Kesialan Hari Ini

Dugaan Rara salah. Saat ia datang ke kantin, ia bisa melihat Raihan sedang asik berkumpul bersama teman – temannya. Kemudian, Raihan mendapatkan kunci mobil dari salah satu temannya. Raihan tertawa puas mendapatkan kunci mobil.

“Siallan lo, gue pikir dare-nya bakallan gagal,” salah satu teman Raihan memukul pundak Raihan.

Rara menghela nafas, ia jadi bahan dare ternyata. Rara berusaha tak mempedulikan Raihan dan teman – temannya. Ia duduk di bangku yang kosong. Rara duduk membelakangi meja Raihan dan teman – temannya.

“Ra, sini Ra!” panggil Amel, ia dengan lantang berteriak di kantin.

Rara menghentikkan kegiatan makannya. Ia menoleh ke sumber suara. Yang membuatnya kaget, ada ketiga murid kelasnya yang memang suka merudungnya bergabung bersama Raihan dan teman – temannya. Rara memegang erat sendok makannya.

“Jangan dipeduliin Ra…” monolog Rara dalam hati, ia memilih kembali fokus terhadap makanannya.

“Lo gimana sih Mel, katanya dia babu lo di kelas,” keluh salah satu lelaki yang berada di meja yang sama dengan Amel.

“Ra sini dong Ra!” Kali ini Lia yang berteriak.

Rara masih berpura – pura mendengar. Rara sadar bahwa dirinya jadi pusat perhatian. Suara langkah kaki melangkah mendekatinya. Rara berniat kabur, tetapi seseorang sudah memegang bahunya terlebih dahulu, memaksanya kembali duduk di bangku.

“Mau kabur lo?” ternyata Mia yang memaksanya duduk. Rara menatap sekelilingnya, kini semua mata tertuju pada mejanya. Ada Amel, Lia, dan Mia yang kini mengerubunginya. Raihan dan teman – temannya masih asik di meja ujung.

Curr

“Ayo lanjuttin makannya.” Kata Amel sambil menuangkan fanta ke nasi Rara. Rara menatap nasinya, ia menggeleng sebagai jawaban.

Lia mendekati Rara, berniat membisikkan sesuatu.

“Lo udah permaluin kita tau…”

“Makan! Kalau lo mau pulang dengan selamat!” paksa Amel.

Rara menggigit bibir bawahnya, rasanya ingin menangis saja. Rara dengan terpaksa mulai makan nasi dengan campuran fanta.

“Anak pinter~” kata Mia dengan nada mengejek sembari mengusap rambut Rara perlahan. Rara tak menanggapi apapun, ia tau Mia sedang mengejeknya.

“Gimana? dimakan?”

Rara mendongkak, kini Raihan dan teman – temannya mendatangi mejanya.

“Wow, hebat banget si anak beasiswa,” kata Nico, salah satu teman Raihan.

Rara menunduk ketika ia sadar Raihan kini menatapnya. Raihan menatap Rara yang kini menghentikkan kegiatan makannya.

“Kok berhenti?” tanya Raihan penasaran.

“Kenyang…” kata Rara pelan. Rara tak berani mengangkat wajahnya.

“Masih banyak ini..” Lia mengambil sendok Rara kemudian ia menyatukan nasi yang sebelumnya sudah dicampur fanta dengan sisa ayam lada hitam, sisa telur, dan salad wortel yang sama sekali belum disentuh Rara.

“Nah, sekarang kamu bisa lanjuttin makannya.” Kata Lia ceria ia memberikkan sendok Rara.

 “Ayo dimakan.” Bujuk Mia.

Rara menatap campuran makanan itu. Rara mengambil sendoknya dari tangan Lia. Dengan ragu, ia mengambil campuran makanan itu.

“Woah, segala dilakuin ya sama lo.” Komentar Raihan dengan nada mengejek. “Hebat banget,” lanjutnya.

Suapan petama, Rara mengunyahnya perlahan.

Suapan kedua, Rara menelannya dengan susah payah.

Suapan ketiga, Rara merasa perutnya akan meledak sebentar lagi.

Rara bangkit dari duduknya, sebaiknya ia kabur saja. Rara menutup mulutnya, ia berlari meninggalkan kantin, tanpa peduli tatapan mengejek dan iba yang dilemparkan murid – murid disana. Sayangnya, murid – murid disana memang tak memilih terlibat.

+++

Rara memuntahkan makanan yang ia makan tadi di salah satu bilik kamar mandi. Perutnya benar – benar mual, kepalanya pusing karena dipaksa makan.

“Parah banget mereka…” Rara mengusap mulutnya kasar. Ia yakin ia tidak akan pulang dalam keadaan bersih. Ia sudah kabur dengan seenaknya. 

Rara keluar dari bilik kamar mandi, kemudian ia mencuci tangannya. Ia mendengar suara bel masuk. Rara membenahi dirinya terlebih dahulu dan melangkahkan kakinya keluar dari kamar mandi.

Rara berjalan di koridor sekolah dengan menunduk. Ia yakin sekali, murid – murid memperhatikan dirinya. Rara dapat bernafas lega saat ia sampai di kelasnya. Rara sempat bertatapan dengan Amel, buru – buru Rara duduk di bangku kelasnya.

Beberapa menit kemudian, pelajaran dimulai. Rara mulai fokus memperhatikan guru yang mengajar.

“Baik, pelajaran hari ini sekian,” tutup guru Bahasa inggris, kemudian ia meninggalkan kelas. Suasana kelas mulai berisik, para murid mulai membereskan alat tulis dan buku masing – masing.

BRAK!

“Semuanya keluar! Kecuali Rara!” teriak Amel di mejanya.

Rara membeku, ia bisa menebak kejadian selanjutnya. Pasti ia tak akan pulang dengan selamat.

Murid – murid otomatis segera pergi meninggalkan kelas, tak ada satu orang pun yang melawan Amel. Lia dan Mia menutup pintu kelas begitu murid – murid kelas sudah keluar dari kelas.

“Lo tau ga kesalahan lo apa?” Tanya Amel sambil menendang meja Rara. Rara menggeleng pelan, ia menundukkan kepalanya. Rara ketakutan, ia bisa merasakan aura sekelilignya menghitam.

Curr

Di belakangnya, Lia menumpahkan cola ke rambut Rara.

“Serius lo gak tau?” terdengar dari nada suara Lia yang tampak menahan tawanya.

Rara mengangkat kepalanya , ia terdiam sebentar “masalah di kantin?“ tanya Rara ragu.

Curr

Kali ini. Mia menumpahkan fanta ke rambut Rara

“Kelamaan jawabnya, jangan ragu,” kata Mia.

“Lo kabur seenaknya, secara gak langsung lo mempermaluin kita di depan Raihan dengan temen – temennya.” Lia dengan kasar menarik rambut Rara.

Rara diam, berusaha menahan tarikkan Lia.

“Lo tuh cuman anak miskin, penerima beasiswa! Lo harusnya tau diri!” Amel melemparkan telur ke rambut Rara.

“Lo bakallan selalu dibawah!” Lia melepaskan tarikannya , kemudian Lia menaburkan tepung terigu ke rambut Rara.

Rara hanya dapat mengepalkan tangannya dan menggigit bibir bawahnya, menahan tangisnya.

“Sekarang lo renungin kesalahan lo!” perintah Amel.

Ketiganya meninggalkan Rara sendirian di kelas. Rara menatap pintu kelas yang sudah ditutup.

“Kacau banget…” bulir air mata jatuh dari mata kecil Rara.

“Kenapa harus di hari ulang tahun gue?” Rara mengusap air matanya kasar.

Rara tak membawa baju ganti apapun, sudah terbayang di pikirannya pasti murid – murid akan menatapnya aneh. Rara jadi takut untuk keluar kelas. Rara menatap ponselnya, ada notifikasi chat dari Bu Unike yang mengatakan ia menunggu Rara di panti asuhan. Rara bangkit dari duduknya, ia dengan tergesa memakai ranselnya. Rara menghela nafas saat langkahnya terhenti di depan pintu kelas.

“Jangan peduliin mereka Ra. Lo pulang dulu, terus baru ke panti asuhan.” Monolog Rara, ia membuka pintu kelasnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status