공유

Diamuk Gara-Gara Beras

"Tina! Kenapa telurnya dibuang?! Kamu mau makan apa nanti?!" Tegur Rianti dengan nada tinggi.

Dia tak sengaja menaikkan suaranya saat mengatakan hal itu, sebab dia kaget sekali dengan kelakuan Tina yang tiba-tiba saja membuang telur.

"Bau! Lagian kayak orang miskin aja makannya telur. Daging dong!"

Rianti menggelengkan kepalanya, sambil menyembunyikan telur di saku baju yang ia kenakan. Jangan-jangan yang tersisa ini pun akan dibuang ke luar kalau Tina tahu. Ah sayang sekali, padahal itu uang terakhir Rianti.

"Buka jendelanya lebar-lebar Mbak! Hadeh baunya bikin mual, huek!! Huekk!"

Seperti orang ngidam saja, Tina terus muntah-muntah sambil menutup hidung. Bau amis telur katanya, padahal bau telur goreng itu sedap sekali.

Bisa-bisanya dia malah mual muntah seperti orang ngidam, Rianti yang hamil saja tidak seperti itu. Tapi Tina yang baik-baik saja malah kerepotan sendiri.

"Awas ya Mbak, kalo berani-berani ngegoreng telur lagi di sini!" Ancam Tina, matanya sampai melotot.

Rianti tak menjawab, dia melipir pergi dari dapur. Dirinya harus segera berangkat kerja, tapi sebelum pergi dia menyembunyikan telurnya di dalam kamar. Di atas lemari plastik tempatnya menyimpan pakaian.

"Taruh di sini aja, nanti pulang aku makan. Tunggu ya telur!" Kata Rianti.

Setelah merasa aman, dia pun bergegas berangkat. Mertuanya tak nampak batang hidungnya, entah ke mana dia. Paling dia sarapan di luar diam-diam, supaya Tina tak minta dibelikan sarapan juga yang notabene harus mengeluarkan uang tambahan.

Begitulah, sama anaknya sendiri Halimah memang pelit dan perhitungan.

Setibanya di tempat kerja, Rianti bertemu dengan Sifa sang istri pemilik konveksi. Dia sedang hamil, hanya saja sudah masuk trimester dua.

"Wah Mbak Rianti udah dateng aja nih pagi-pagi."

"Iya Bu, kan biar kerjaannya cepat beres. Lebih cepat pulang lagi. Hehe." Jawab Rianti, bercanda.

Sifa ikut tertawa, dia memegangi perutnya saat tertawa dan Rianti memperhatikannya.

"Nanti saya juga begini, Bu.. perut saya pasti nambah besar."

"Oh ya? Mbak Rianti lagi hamil kah?" Tanya Sifa antusias dan Rianti menganggukkan kepala.

"Barakallah, selamat ya Mbak. Nanti jadi temen main anakku nih!"

"Iya Bu." 

Hati Rianti terasa senang, bosnya ini adalah orang pertama yang senang dengan kehamilannya. Mengucapkan selamat, membuat dia merasa dihargai.

Tak seperti suami dan keluarganya, malah memaki-maki. Menyedihkan.

"Mbak Rianti, kalo nanti misal ada mual-mual atau pusing, bilang yaa? Nanti biar bisa istirahat. Bumil muda emang gitu.. ada mabok-maboknya sedikit."

"Iya Bu. Tapi enggak apa-apa kok, kayaknya saya bisa tahan."

Sifa tersenyum, menepuk bahunya sambil menegaskan sekali lagi supaya Rianti jangan ragu untuk bicara jika dia tak enak badan.

Walau begitu, Rianti jelas tak akan seenaknya memanfaatkan kesempatan ini dan menjadikannya alasan untuk bermalas-malasan. 

Syukurlah hari ini berjalan dengan baik, Rianti bisa bekerja dengan gesit dan tanpa masalah. Pulang kerja pun malah diberi lauk oleh Sifa,

"Bumil harus banyak-banyak makan makanan sehat." Katanya sambil menyodorkan kresek berisi lauk pauk.

Rianti tersenyum senang, dia bisa makan enak sore ini dan sisa lauknya bisa untuk besok pagi. Jadi tak perlu belanja lagi.

"Lama banget sih, Ti? Kamu ngelayap dulu ya?!" Halimah sudah menanti di depan pintu, mukanya masam.

"Kan biasanya juga jam segini, Bu."

"Bawa apa itu? Sini liat." Halimah membuka tangannya, meminta kresek yang Rianti bawa.

"Oh ini.."

Rianti jadi bingung, jika mertuanya tahu dirinya membawa makanan enak, bisa-bisa dibawa semua oleh perempuan tua itu.

Yakin, dirinya tak akan disisakan apapun, sama sekali."

"Sini! Bawa apa itu?!"

"Enggak Bu, ini baju kotor." Jawab Rianti, berbohong. 

Karuan saja Halimah tak percaya,

"Ngapain bawa-bawa baju kotor?"

"Ngg itu.. baju.. baju ganti."

"Aneh. Bohong kan?!"

Halimah mendekat dan merebut kantong kresek, Rianti tak bisa merebutnya kembali dan hanya bisa kecewa saat Halimah melihat isi kantong.

"Ohh pantesan. Ini yang namanya baju kotor?!" 

Dia mengangkat salah satu lauk, ayam goreng ke depan muka menantunya.

Mata Halimah melotot, tersinggung.

"Pantesan, bawa makanan enak, mau dimakan sendiri ya? Engga mau berbagi sama yang lain? Pelit banget jadi orang!" Hardiknya.

Rianti tak melawan, sudah capek bekerja, mau makan enak, tapi makanannya malah dibawa Halimah.

"Menantu pelit! Hidupmu ga berkah nanti!" Dia memaki, dan pergi ke dalam membawa makanan pemberian Sifa.

"Bu, sisasin aku lauknya.. aku belum makan, aku kan lagi hamil." Dia berusaha meminta belas kasih. 

Namun Halimah malah mendelik,

"Sisain? Suruh siapa tadi mau dimakan sendiri?! Padahal ini buanyak banget tapi mau dihabiskan sendiri. Rakus!" 

Rianti menghela napas, pupus sudah harapannya makan makanan enak. Walau rasanya sesak dan menyakitkan, paling tidak dia masih punya sebutir telur.

"Rianti! Tadi pagi masak nasi gak sih?!" Teriak Halimah dari dapur, sepertinya dia baru membuka rice cooker sejak tadi.

"Masak nasi, Bu. Masih ada di rice cooker."

"Mana?! Kosong begini!"

"Udah abis kali, Bu. Dimakan Tina." Jawabku ngasal, aku yakin tadi masih ada nasi. Aku cuma makan sedikit.

"Huh habis! Kamu kali makannya dihabisin sendiri, kamu kan rakus banget, Ti!!" 

Halimah tetap saja menuding Rianti yang menghabiskan nasi,

"Ya udah masak lagi lah, Bu."

Rianti benar-benar capek menghadapi drama, sampai dia berani menyuruh mertuanya masak nasi sendiri. Dia tahu mertuanya akan mengamuk, tapi bodo amat.

Rianti juga sedang sedih dan kecewa.

"Kurang ajar kamu! Masak nasi tugasmu malah nyuruh mertua!" Teriak Halimah dari dapur.

Rianti menutup pintu kamar dan menutup kupingnya juga, dia pura-pura tak mendengar.

"Rianti!! Berasnya cuma segini?!"

Halimah mendorong pintu kamar, menunjukkan sisa beras dalam kantong plastik.

Rianti mengangguk,

"Iya Bu, tadi pagi cuma beli dua liter."

Muka Halimah langsung masam,

"Cuma dua liter?! Otakmu di mana sih Tiii, Ti! Mana cukup buat makan kita?!" 

"Uangnya gak cukup, Bu." 

Rianti membaringkan tubuhnya, membelakangi Halimah dan tentu saja perempuan itu tak terima dicuekin seperti itu.

Dengan emosi tinggi dia meraih lengan Rianti, menariknya sampai bangun dan menghadap ke arahnya.

"Kamu pake apa duitnya, hah?! Kamu beliin makanan tadi ya?! Boros banget kamu, emangnya kamu orang kaya?!" Teriaknya tepat di depan muka Rianti.

"Uangku habis karena dipinjam Tina, Bu! Sisanya dipakai buat belanja tiap hari emang Ibu enggak tau?!" 

"Eeeh berani teriak kamu sama aku?! Kurang ajar!"

Halimah melotot, dia mencengkeram lengan Rianti dengan kuat dan perempuan itu tak bisa melepaskan diri.

"Sa-sakit Bu! Lepas!!"

"Menantu kurang ajar!! Sama keluarga sendiri perhitungan! Padahal masih untung dikasih tinggal gratis di sini, mau pelit kamu, hah?!"

Halimah mendorong muka Rianti dengan kresek berisi beras, begitu keras dan bertenaga sampai Rianti terjengkang. 

Plastik beras pecah dan berasnya berhamburan,

"Makan nohh beras! Orang pelit! Kusumpahin lahirannya susah!!" Teriak Halimah.

관련 챕터

최신 챕터

DMCA.com Protection Status