Share

Aku Bosan Menjadi Istrimu
Aku Bosan Menjadi Istrimu
Author: Nyla Amatullah

Petaka Uang Gaji

last update Last Updated: 2023-10-20 15:04:47

"Rin, hari ini kamu gajian, 'kan? Jangan lupa kasihkan semuanya ke aku, buat ditabung, Buat jaga-jaga saja kalau ada perlu mendadak. Kita harus hemat mulai sekarang. Sini biar aku bawa uangnya!" ujar Mas Haris panjang lebar.

Sontak aku menghentikan langkah kaki. Aku kaget dibuatnya. Apa aku tidak salah dengar? Semuanya, dia bilang? Ini uangku, hasil keringatku, kenapa harus dia yang mengatur?

Memang, biasanya seperti itu. Gajiku dari hasil mengajar akan dipegang Mas Haris setengahnya, untuk ditabung. Bukan semuanya. Aku keberatan, sangat keberatan.

Ya, aku memang dipaksa Mas Haris menabung buat masa depan, tapi masa depan yang bagaimana? Selama ini, kehidupan kami tetap sama. Begini-begini saja, bahkan, motorkupun tetap yang dulu bapak belikan sebagai hadiah wisuda. Lantas masa depan yang bagaimana, yang dia maksud?

Hari ini aku baru saja menerima gaji. Mas Haris bahkan selalu hafal tanggal berapa aku gajian. Aku sudah hafal nasihatnya tiap selesai gajian, harus menabung. Seakan, menabung itu hal yang wajib, haram jika dilanggar.

Namun, kali ini dia meminta semuanya. Semua tanpa sepeserpun buat peganganku. Sepertinya ada yang tidak beres.

Sebenarnya niat Mas Haris memang bagus, tapi aku tidak suka caranya. Bukankah uang istri, suami tidak berhak mencampuri? Aku juga tidak pernah diperlihatkan buku rekening tabungan kami. Itu semua membuatku curiga.

"Sekarang waktunya aku beli skincare sama baju, Mas," aku menjawab dengan berat hati.

Bulan ini memang skincareku banyak yang habis, dan aku juga ingin beli baju serta keperluan yang lain. Sebelum menikah aku bebas menggunakan uang gaji untuk kesenanganku. Kini, untuk beli bedak saja aku harus sembunyi-sembunyi dari Mas Haris. Mas Haris tak suka aku membeli bedak dan sejenisnya, pemborosan katanya.

"Kok, sekarang kamu bantah, Rin?. Biasanya kan memang uangmu harus ditabung buat jaga-jaga saja. Kamu enggak ikhlas?" Mas Haris menghela nafas gusar. Jelas sekali gurat wajahnya menunjukkan kekecewaan, tapi, bukankah aku yang harusnya kecewa?

"Menabung memang penting, Mas, kalau sudah ada sisa, tapi, aku juga punya kebutuhan sendiri, Mas. Aku juga ingin beli baju, bedak dan memberi ibuku, Mas. Lagian, kenapa harus semuanya?"

Mas Haris terdiam. Sepertinya dia memang sedang menyembunyikan sesuatu. Terlihat dari raut mukanya yang tak nyaman saat berbicara denganku.

"Baju terus yang kamu pikirkan." Akhirnya dia berucap.

"Apa, Mas? Aku beli baju dari hasil keringatku lho, Mas. Pernahkah aku meminta uang Mas buat beli keperluanku? Uang belanja dari Mas saja tidak cukup sekedar untuk makan satu bulan," sungutku kesal.

Aku mulai tersulut emosi. Bagaimana tidak, aku pulang kerja, lelah fisik dan pikiran, berharap di rumah bisa menenangkan diri, malah diajak duel.

Kurang bersyukurkah aku? Bukannya aku tidak bersyukur atas pemberian suamiku, namun, nafkah yang diberikannya tak seberapa. Aku harus ekstra hemat agar kebutuhan perut kami cukup sampai gajian berikutnya. Gaji yang diberikannya untukku jauh dari kata cukup, sekedar untuk kebutuhan rumah.

Aku sengaja bekerja sampingan sebagai penjual kosmetik secara online untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Entahlah kemana gaji Mas Haris mengalir, mungkin diberikan kepada Ibunya tanpa sepengetahuanku.

Mas Haris memang mengharuskanku berbagi gaji dengan Ibunya. Sebenarnya aku tak masalah Mas Haris memberi ibunya, namun yang kuberatkan, jatah ibunya lebih banyak dari jatahku, istrinya. Bahkan, untuk kebutuhan dapur, aku yang sering menutupi. Mas Haris tahunya gajinya cukup untuk satu bulan.

"Gajiku 'kan harus kubagi dengan ibu, Rin. Aku anak lelakinya, jadi kewajibanku menafkahi ibu dan adikku. Kamu mau, punya suami yang durhaka pada ibunya? Kamu mau aku membantah kata-kata ibu." Mas Haris semakin berapi-api.

"Terus, kamu tidak mencukupi kebutuhan istrimu, bukankah itu juga durhaka kepada istri, Mas. Aku tidak pernah melarangmu berbakti pada ibumu, Mas, tapi setidaknya, lihatlah kehidupan istrimu dulu. Sudahkah nafkahnya tercukupi?" Aku tak kalah emosi.

Kepalaku yang pusing, ditambah perut sudah keroncongan, membuatku gampang tersulut emosi.

"Kamu memang enggak bisa diatur sekarang, Rin. Mulai berani membantah."

"Sudahlah, Mas. Tiap habis gajian, selalu ada saja yang diributkan. Aku capek, Mas ribut terus. Andai Mas bisa adil padaku dan ibu, aku tak mempermasalahkan gajiku semua ditabung. Andai Mas bisa mencukupi kebutuhanku, aku tak akan berbicara seperti ini. Mas seolah menutup mata dengan keperluan pribadiku. Aku bosan, Mas." Aku berlalu ke kamar dengan perasaan yang susah digambarkan. Letih sekali jiwa dan pikiranku. Air mata yang sedari tadi tertahan, akhirnya lolos juga.

Aku juga seorang wanita. Aku juga bisa sedih dan menangis. Bukankah hati wanita begitu lembut?

Terdengar, Mas Haris menyalakan mesin motornya. Kudengar suara deru motor Mas Haris, namun suaranya semakin menjauh , pastilah dia ke rumah ibunya, untuk mengadu. Aku menangis sejadi-jadinya meratapi kenyataan hidupku sekarang.

Aku bosan, menjalani hidup yang penuh drama ini. Masalah utamanya selalu uang. Bukan kami kekurangan uang, ekonomi kami cukup bagus. Sebenarnya gaji mas Haris saja lebih dari cukup untuk kehidupan kami tanpa aku harus capek bekerja.

Andai Mas Haris tak memberikan separuh lebih gajinya pada Ibu, tak mungkin kami sering bertengkar. Andai Mas Haris bisa memperlakukanku dan Ibunya dengan adil, aku tak mungkin menghalangi baktinya pada ibu.

Selama ini, aku sudah cukup bersabar dengan sikap Mas Haris. Tiga tahun bukanlah waktu sebentar. Seumur pernikahan kami, belum pernah Mas Haris memberi gajinya secara utuh kepadaku. Dia bilang, ini semua sebagai bakti pada ibunya. Iya, berbakti pada ibunya dengan mendholimi istrinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aku Bosan Menjadi Istrimu   Fitnah

    "Kenapa lagi?" tanyaku."Nanti malam, aku ke rumah ya, sama mama dan papa?" tanyanya setengah memaksa."Dalam rangka apa? Bukankah sudah kubilang, jangan temui aku dulu, sebelum hakim ketuk palu," ucapku semakin grogi, tapi juga senang. "Aku ingin, orang tua kita tahu, kalau aku serius denganmu. Boleh, ya?" "Kamu nanya, atau maksa?" ejekku geram, namun hatiku sungguh berbunga-bunga. "Pokoknya, nanti habis Isya, aku ke sana. Mama juga sudah kangen sama kamu, katanya." Aku senyum-senyum sendiri, merasakan bunga-bunga bermekaran di hati. Seumur-umur, belum pernah aku mendengar kata rindu dari mertua. Ah, aku sudah berlebihan, menyebut mama Ibas, sebagai mertua. "Yuk buruan, aku sebentar lagi ada meeting!" Ajaknya, setelah membayar di kasir."Bas, apa mamamu sudah tahu, kalau aku ...," ucapku terjeda."Sudah ribuan kali kubilang, aku tidak mempermasalahkan statusmu. Jadi kumohon, jangan bahas ini lagi. Aku mencintai dan menyayangimu apa adanya." Ucapnya seraya memandangku lekat, bah

  • Aku Bosan Menjadi Istrimu   Dilamar

    "Halo, Alvin ...!"TutPanggilan terputus. Dasar bocah, belum selesai bicara, sudah dimatikan. Ada masalah apa, sebenarnya? Apa jangan-jangan, niatnya sudah diketahui Ibuk mertua."Kenapa dimatikan, kan belum selesai bicara?" semburku begitu Alvin angkat telpon."Anu, Mbak, pulsaku habis," jawabnya malu-malu, membuatku ingin tertawa. Mau tertawa tapi kasihan, akhirnya aku tertawa dalam hati. "Oh ya, bagaimana dengan BPKBnya?" cecarku tak sabar. Bagaimanapun juga, aku harus bisa mengambil BPKB itu. "Katanya Suci, BPKB dibawa Ibunya, dan gak tahu disimpan di mana."Huft. Aku menghembuskan nafas kecewa. Kalau barang dibawa Ibuk, pasti akan sangat susah didapat. Aku harus memutar otak, bagaimana caranya mendapatkan BPKBnya."Terus, kamu gak berusaha lebih gitu, misalnya merayu Suci kah, agar bisa ambil BPKBnya?" "Merayu gimana, Mbak?" tanya Alvin polos."Haduh, kamu pernah pacaran gak sih sebelumnya? Masa merayu saja gak bisa. Sadar Vin, kamu itu hanya dimanfaatkan Suci!" Ucapku geram,

  • Aku Bosan Menjadi Istrimu   Balas Dendam

    "Astaghfirullah!" aku menutup mulut tak percaya.Haris dan wanitanya, melaju kencang, saat lampu masih merah. Sedangkan dari arah kiri, ada juga motor yang sedang melaju. Alhasil, untuk menghindari tabrakan, Haris malah menabrak tiang listrik yang, tak salah apa-apa. Aku begitu shok, melihat Haris kecelakaan tunggal, yang melibatkan tiang listrik. Beberapa orang berkerumun, aku ikut mendekat, setelah lampu berganti warna hijau."Makanya, Mas, kalau masih lampu merah, jangan ngebut. Untung yang ditabrak tiang listrik," suara sumbang seseorang, sambil membantunya berdiri."Makanya, jangan pacaran di jalan!" Entah suara siapa lagi itu, aku tidak begitu peduli."Kalau nabrak kasur mah enak, lah ini malah tiang listrik," kelakar sesebapak, mengundang tawa orang lain.Kulihat, mereka berdua selamat, hanya lecet sedikit. Motornya pun, tidak ada kerusakan yang berarti, hanya bagian depan, yang pecah."Lain kali, hati-hati. Aku duluan," pamitku, setelah berhasil menyibak kerumunan Kupastikan

  • Aku Bosan Menjadi Istrimu   Kerja Sama

    "Aha, aku ada ide."Tiba-tiba, sebuah ide cemerlang melintas di otakku, membuatku senyum-senyum sendiri. Aku membayangkan, betapa sakitnya Suci, kalau ideku berhasil. Bahkan, bukan hanya Suci, seluruh keluarganya pun, akan merasakan. "Kenapa kamu?" tanya Ibas mengagetkanku. "Apa, sih. Orang lagi berpikir, malah diganggu, jadi ambyar kan!" sungutku. Tak lama, mobil sudah memasuki kawasan Pengadilan Agama. Kulirik jam tangan, sudah lewat dari jam sebelas. "Maaf ya, aku gak bisa nganter ke dalam." Ibas tampak sibuk dengan gawainya. "Iya, gak masalah. Betewe, terima kasih sudah diantar," biar bagaimanapun, aku tidak enak, kalau merepotkannya terus menerus."Pulangnya nanti gimana? Atau biar dijemput Alvin?" usulnya."Kalau gak merepotkan.""Baik, biar dia yang jemput. Aku pergi dulu, ya. Maaf gak bisa nemenin," pamitnya.Perlahan, mobil Ibas sudah meninggalkanku, yang mematung seorang diri, di tempat parkir. **Aku keluar dari gedung ini, tepat tengah hari. Aku celingukan, mencari k

  • Aku Bosan Menjadi Istrimu   Profesi Alvin

    Marah, jengkel, kecewa melebur jadi satu. Aku merutuki ban yang bocor, tanpa kompromi. Dengan terpaksa aku mendorong motor, mencari bengkel yang ada. Banyak orang lalu lalang, namun tak ada yang peduli denganku. Apakah benar-benar sudah krisis, rasa kemanusian di abad ini, sampai ada seorang wanita yang kesusahan, dibiarkan saja.TiinAku terlonjak kaget, ketika klakson mobil hitam mengkilat, berbunyi nyaring tepat di sampingku. Kalau dipikir, aku sudah berjalan di pinggir, tapi kenapa masih diklakson. Sepertinya, memang pengendara mobil ini sengaja, mengagetkanku."Gak punya akhlak!" rutukku kesal.Aku kembali melanjutkan mendorong motor, yang kurasa semakin berat. Ditambah, matahari siang ini, terasa begitu menyengat. Peluh sudah dari tadi membanjiri dahi, melewati pipi, dan hampir jatuh lewat daguku. Ujung jilbab, kujadikan sebagai lap keringat, karena tidak ada stok tisu di dalam tas.Namun, ada yang aneh, mobil ini seakan mengikutiku. Dari tadi, tidak juga melambung, malah melaju

  • Aku Bosan Menjadi Istrimu   Tidak Akan Bercerai

    Kami kompak berhenti, saat Haris bilang tidak akan menceraikanku. Apa aku takut? Tidak. Aku tahu, dia hanya menggertak saja. "Aku yang akan menggugatmu!" Ancamku tidak main-main."Semua keputusan ada di tanganku, kalau aku bilang tidak, hakim tidak akan menyetujui gugatan ceraimu," ucapnya pongah. "Hem, kita lihat saja nanti, siapa yang akan menang," aku tersenyum mengejek, lalu pergi meninggalkannya. Tak ada gunanya juga, lama-lama di sini.Mungkin dikira aku takut, kalau tidak bisa bercerai dengannya. Pikirannya sungguh sempit sekali. Tanpa menghiraukannya, aku melangkah pergi, diikuti Paklik dan Bulik. Terlihat, Ibuk masih mengomel tak jelas, sampai mobil yang kami naiki, meninggalkan halaman rumah Haris. Tak butuh waktu lama, kami sampai rumah. Jalanan memang sedikit lengang, karena ini hari libur. Aku dan Bulik bergegas turun, sementara Ibuk, langsung keluar, begitu mendengar deru mesin mobil, berhenti."Banyak sekali, Nduk?" Ibuk keheranan, melihat barang hampir satu pick up

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status