Share

Pinjam Uang

last update Last Updated: 2023-10-20 20:20:50

"Apa, maaf?" ulangku sambil memicingkan mata.

"Maaf, aku tadi khilaf!" ucapnya memohon.

Namun, hatiku masih beku. Entah dia serius atau tidak. Sulit bagiku memaafkannya secepat ini.

"Entahlah, Mas, aku sudah bosan begini terus," lirihku.

"Aku tadi lapar, jadi lepas kendali," ucapnya polos.

'Rasain, Mas. Salah sendiri, uang belanja kok dikasih mertua, sekarang rasakan saja.Sampai kapanpun, aku gak akan mau mengemis ke Ibumu,' ucapku tentu saja dalam hati.

"Ayo kita cari makan di luar, Rin!" Mas Haris meraih tanganku. Aku menurut saja, karena jarang-jarang dia mengajakku makan di luar.

Mas Haris mengeluarkan motorku, aku lalu mengunci rumah. Meskipun hatiku masih jengkel, tak kusia-siakan kesempatan ini. Momen makan di luar, sangat langka bagi Mas Haris. Dia sama dengan Ibunya, perhitungan masalah uang. Sebulan sekali saja, belum tentu.

"Kita makan bakso saja, ya!" Kami berhenti tepat di depan warung bakso.

Tanpa menjawabnya, aku langsung turun dari motor lalu mencari tempat duduk yang nyaman. Kupilih yang lesehan, agar lebih santai. Tak lama, Mas Haris menghampiriku.

"Sudah pesan?"

"Mas aja yang pesan, aku bakso jumbo, ya!"

"Jumbo, Rin? Nanti gak habis, lho!" Dia mewanti-wanti. Raut wajahnya terlihat khawatir.

"Habis, Mas. Aku lapar banget." Aku berkata agak keras. Biar semua orang dengar, dengan begitu, dia akan membelikanku porsi jumbo.

Mau tak mau, dia memesan porsi jumbo untukku. Setelah beberapa saat, dia kembali dengan wajah manyunnya.

"Kenapa?"

"Lain kali kalau pesan yang porsi biasa saja, yang jumbo itu mahal!" bisiknya.

"Ha ... ha ...." Aku tertawa puas dalam hati.

Rasakan Mas, aku juga bisa membuatmu jengkel. Lagian, sama istri sendiri kok pelit.

"Nyesel aku," gerutunya.

"Kan jarang-jarang juga, Mas." Aku juga ikut berbisik di telinganya.

"Ya tapi enggak usah yang jumbo juga, porsi biasa juga bisa bikin kenyang." Mas Haris masih menggerutu. Terlihat sekali, kalau dia tidak ikhlas.

"Iya." Aku malas berdebat dan mengalah saja.

"Silakan!" Pramusaji meletakan seporsi bakso jumbo dan bakso biasa.

Tak lupa kutuang beberapa sendok sambal sebagai pelengkap. Tak lengkap rasanya, makan bakso kalau tidak pedas. Apalagi, suasana hatiku sedang kacau, semakin bersemangat kalau melihat sambal.

"Kok minumnya belum diantar, Mas?" Aku menunggu minuman, siapa tahu lupa.

"Udah, minum air putih saja, gratis!" ucapnya setengah berbisik, membuatku menepuk jidat. Bisa-bisanya, dia sepelit ini sama istri sendiri.

"Engak mau, ah. Aku mau pesan es jeruk," ucapku seraya meninggalkannya. Aku tak peduli, kalau dia akan marah nanti, yang penting, kukerjai saja dulu Mas Haris.

"Jangan pesan banyak-banyak, nanti uangnya enggak cukup!" Tak kuhiraukan dia.

Beberapa pasang mata melihat ke arah kami. Bahkan ada yang berbisik, mengatakan suaminya pelit.

Kulanjutkan makan bakso yang masih mengepulkan asap. Tak menggubris omongan orang. Mas Haris sepertinya sudah tidak begitu berselera. Buktinya, dia hanya memandangiku yang tengah lahap memakan olahan daging sapi ini. Lebih tepatnya, aku balas dendam atas sikapnya tadi.

"Enggak dimakan, Mas, kalau enggak mau, sini, buat aku aja!" Kurebut mangkok baksonya.

"Di makan, lah." Dia agak sewot.

"Buruan, keburu dingin, enggak enak!"

Kami makan dalam hening. Aku juga malas memulai percakapan dengannya. Dengan cepat, kutandaskan bakso jumboku hingga suapan terakhir.

"Rin, minta minumnya!" Muka Mas Haris memerah, mungkin kepedesan.

"Nih Mas!"

"Bukan air putih, es jeruk!" ucapnya seraya menahan pedas.

"Air putih aja, Mas. Kan gratis." Sengaja kusodorkan segelas air putih, lalu es jeruk sengaja kutenggak habis.

Wajahnya menjadi merah padam, antara marah dan kepedesan. Namun, aku pura-pura tak menghiraukannya.

Mas Haris menuju kasir tanpa berpamitan denganku, main pergi saja. Aku keluar melewati kasir.

"Rin, tunggu!"

"Kenapa?"

"Pinjam uangmu dulu, Mas lupa enggak bawa dompet."

"Astaga ...."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aku Bosan Menjadi Istrimu   Fitnah

    "Kenapa lagi?" tanyaku."Nanti malam, aku ke rumah ya, sama mama dan papa?" tanyanya setengah memaksa."Dalam rangka apa? Bukankah sudah kubilang, jangan temui aku dulu, sebelum hakim ketuk palu," ucapku semakin grogi, tapi juga senang. "Aku ingin, orang tua kita tahu, kalau aku serius denganmu. Boleh, ya?" "Kamu nanya, atau maksa?" ejekku geram, namun hatiku sungguh berbunga-bunga. "Pokoknya, nanti habis Isya, aku ke sana. Mama juga sudah kangen sama kamu, katanya." Aku senyum-senyum sendiri, merasakan bunga-bunga bermekaran di hati. Seumur-umur, belum pernah aku mendengar kata rindu dari mertua. Ah, aku sudah berlebihan, menyebut mama Ibas, sebagai mertua. "Yuk buruan, aku sebentar lagi ada meeting!" Ajaknya, setelah membayar di kasir."Bas, apa mamamu sudah tahu, kalau aku ...," ucapku terjeda."Sudah ribuan kali kubilang, aku tidak mempermasalahkan statusmu. Jadi kumohon, jangan bahas ini lagi. Aku mencintai dan menyayangimu apa adanya." Ucapnya seraya memandangku lekat, bah

  • Aku Bosan Menjadi Istrimu   Dilamar

    "Halo, Alvin ...!"TutPanggilan terputus. Dasar bocah, belum selesai bicara, sudah dimatikan. Ada masalah apa, sebenarnya? Apa jangan-jangan, niatnya sudah diketahui Ibuk mertua."Kenapa dimatikan, kan belum selesai bicara?" semburku begitu Alvin angkat telpon."Anu, Mbak, pulsaku habis," jawabnya malu-malu, membuatku ingin tertawa. Mau tertawa tapi kasihan, akhirnya aku tertawa dalam hati. "Oh ya, bagaimana dengan BPKBnya?" cecarku tak sabar. Bagaimanapun juga, aku harus bisa mengambil BPKB itu. "Katanya Suci, BPKB dibawa Ibunya, dan gak tahu disimpan di mana."Huft. Aku menghembuskan nafas kecewa. Kalau barang dibawa Ibuk, pasti akan sangat susah didapat. Aku harus memutar otak, bagaimana caranya mendapatkan BPKBnya."Terus, kamu gak berusaha lebih gitu, misalnya merayu Suci kah, agar bisa ambil BPKBnya?" "Merayu gimana, Mbak?" tanya Alvin polos."Haduh, kamu pernah pacaran gak sih sebelumnya? Masa merayu saja gak bisa. Sadar Vin, kamu itu hanya dimanfaatkan Suci!" Ucapku geram,

  • Aku Bosan Menjadi Istrimu   Balas Dendam

    "Astaghfirullah!" aku menutup mulut tak percaya.Haris dan wanitanya, melaju kencang, saat lampu masih merah. Sedangkan dari arah kiri, ada juga motor yang sedang melaju. Alhasil, untuk menghindari tabrakan, Haris malah menabrak tiang listrik yang, tak salah apa-apa. Aku begitu shok, melihat Haris kecelakaan tunggal, yang melibatkan tiang listrik. Beberapa orang berkerumun, aku ikut mendekat, setelah lampu berganti warna hijau."Makanya, Mas, kalau masih lampu merah, jangan ngebut. Untung yang ditabrak tiang listrik," suara sumbang seseorang, sambil membantunya berdiri."Makanya, jangan pacaran di jalan!" Entah suara siapa lagi itu, aku tidak begitu peduli."Kalau nabrak kasur mah enak, lah ini malah tiang listrik," kelakar sesebapak, mengundang tawa orang lain.Kulihat, mereka berdua selamat, hanya lecet sedikit. Motornya pun, tidak ada kerusakan yang berarti, hanya bagian depan, yang pecah."Lain kali, hati-hati. Aku duluan," pamitku, setelah berhasil menyibak kerumunan Kupastikan

  • Aku Bosan Menjadi Istrimu   Kerja Sama

    "Aha, aku ada ide."Tiba-tiba, sebuah ide cemerlang melintas di otakku, membuatku senyum-senyum sendiri. Aku membayangkan, betapa sakitnya Suci, kalau ideku berhasil. Bahkan, bukan hanya Suci, seluruh keluarganya pun, akan merasakan. "Kenapa kamu?" tanya Ibas mengagetkanku. "Apa, sih. Orang lagi berpikir, malah diganggu, jadi ambyar kan!" sungutku. Tak lama, mobil sudah memasuki kawasan Pengadilan Agama. Kulirik jam tangan, sudah lewat dari jam sebelas. "Maaf ya, aku gak bisa nganter ke dalam." Ibas tampak sibuk dengan gawainya. "Iya, gak masalah. Betewe, terima kasih sudah diantar," biar bagaimanapun, aku tidak enak, kalau merepotkannya terus menerus."Pulangnya nanti gimana? Atau biar dijemput Alvin?" usulnya."Kalau gak merepotkan.""Baik, biar dia yang jemput. Aku pergi dulu, ya. Maaf gak bisa nemenin," pamitnya.Perlahan, mobil Ibas sudah meninggalkanku, yang mematung seorang diri, di tempat parkir. **Aku keluar dari gedung ini, tepat tengah hari. Aku celingukan, mencari k

  • Aku Bosan Menjadi Istrimu   Profesi Alvin

    Marah, jengkel, kecewa melebur jadi satu. Aku merutuki ban yang bocor, tanpa kompromi. Dengan terpaksa aku mendorong motor, mencari bengkel yang ada. Banyak orang lalu lalang, namun tak ada yang peduli denganku. Apakah benar-benar sudah krisis, rasa kemanusian di abad ini, sampai ada seorang wanita yang kesusahan, dibiarkan saja.TiinAku terlonjak kaget, ketika klakson mobil hitam mengkilat, berbunyi nyaring tepat di sampingku. Kalau dipikir, aku sudah berjalan di pinggir, tapi kenapa masih diklakson. Sepertinya, memang pengendara mobil ini sengaja, mengagetkanku."Gak punya akhlak!" rutukku kesal.Aku kembali melanjutkan mendorong motor, yang kurasa semakin berat. Ditambah, matahari siang ini, terasa begitu menyengat. Peluh sudah dari tadi membanjiri dahi, melewati pipi, dan hampir jatuh lewat daguku. Ujung jilbab, kujadikan sebagai lap keringat, karena tidak ada stok tisu di dalam tas.Namun, ada yang aneh, mobil ini seakan mengikutiku. Dari tadi, tidak juga melambung, malah melaju

  • Aku Bosan Menjadi Istrimu   Tidak Akan Bercerai

    Kami kompak berhenti, saat Haris bilang tidak akan menceraikanku. Apa aku takut? Tidak. Aku tahu, dia hanya menggertak saja. "Aku yang akan menggugatmu!" Ancamku tidak main-main."Semua keputusan ada di tanganku, kalau aku bilang tidak, hakim tidak akan menyetujui gugatan ceraimu," ucapnya pongah. "Hem, kita lihat saja nanti, siapa yang akan menang," aku tersenyum mengejek, lalu pergi meninggalkannya. Tak ada gunanya juga, lama-lama di sini.Mungkin dikira aku takut, kalau tidak bisa bercerai dengannya. Pikirannya sungguh sempit sekali. Tanpa menghiraukannya, aku melangkah pergi, diikuti Paklik dan Bulik. Terlihat, Ibuk masih mengomel tak jelas, sampai mobil yang kami naiki, meninggalkan halaman rumah Haris. Tak butuh waktu lama, kami sampai rumah. Jalanan memang sedikit lengang, karena ini hari libur. Aku dan Bulik bergegas turun, sementara Ibuk, langsung keluar, begitu mendengar deru mesin mobil, berhenti."Banyak sekali, Nduk?" Ibuk keheranan, melihat barang hampir satu pick up

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status