"Mas, seneng banget ya. Pakai acara c1vm-c1vm segala. Memangnya dia siapa?" bisik Risa dengan hati yang terasa remuk redam.
Seperti mengerti apa yang berkecamuk dalam hati Risa, wanita yang berdiri di depan Zein itu segera memperkenalkan diri kepada Risa. "Kenalkan namaku Anggun," ucapnya tersenyum manis sambil mengulurkan tangannya. Dengan berat hati, Risa menyambut uluran tangan wanita itu. Sepertinya Risa pernah mendengar nama itu. Nama yang tak asing di telinganya. Setelah beberapa saat, dia baru teringat sesuatu. Dulu Salma pernah bercerita tentang wanita yang bernama Anggun. Dia adalah pacar terakhir Zein sebelum mengenal Risa. Mereka berpisah karena beda status ekonomi, sehingga tak direstui oleh orang tua pihak perempuan. "Namaku Risa--istrinya Mas Zein. Apa Mbak Anggun sekarang sudah menikah?" Risa merasa perlu bertanya tentang status Anggun, supaya dia bisa lebih waspada atas kemungkinan suami dan mantan pacarnya itu balikan lagi. "Sudah," jawab Anggun cepat. "Maaf ya, kalau istriku ini punya rasa ingin tahu yang besar," ucap Zein. "Aku bisa paham, kok. Santai saja. Mbak Risa pasti sangat mencintai kamu, Mas Zein. Jadi dia takut kalau kamu nanti aku rebut," ucap Anggun sambil tersenyum dengan memamerkan gigi putihnya yang berderet rapi. Wanita yang bernama Anggun ini memang cantik. Terlihat berkelas. Tinggi dan berat badannya ideal. Kalau dilihat dari sorot matanya, tampak masih ada rasa cinta untuk Mas Zein. Hati Risa diliputi rasa cemburu. "Mumpung hari ini kita kebetulan bertemu di sini, kali ini aku yang traktir. Anggap saja sebagai hadiah pernikahan kalian. Maaf, waktu itu aku tidak bisa datang karena bertepatan dengan acara keluarga yang diadakan di luar kota," lanjut Anggun. "Wah, terima kasih banyak. Jadi ngerepotin kamu. Ngomong-ngomong mana suamimu? Kok nggak diajak sekalian makan di sini?" tanya Zein penuh perhatian. "Oh, suamiku lagi ada kerjaan. Jadi aku cari makan di luar. Habis bosen makan makanan rumah terus. Pingin sesuatu yang beda. Terus aku ingat rumah makan ini, tempat yang biasanya kita gunakan buat ketemuan. Kamu pasti juga masih ingat kan, Mas Zein? Terbukti meskipun kita sudah tidak jadi sepasang kekasih, tapi kamu masih tetap mampir ke rumah makan ini," tutur Anggun tanpa merasa bersalah. Hubungan cinta antara Zein dan Anggun memang terpisah karena tidak ada restu dari orang tua kedua belah pihak. Status sosial Anggun yang lebih tinggi membuat orang tua Anggun tidak bisa menerima kehadiran Zein sebagai calon menantu di keluarga besar Anggun. Apalagi dia adalah anak bungsu dari keluarga darah biru. Melihat penolakan dari keluarga Anggun, maka orang tua Zein juga ikut menolak kehadiran Anggun dalam keluarganya. Terutama ibunya Zein yang paling alergi kalau dapat penghinaan dari orang lain. Meskipun keluarga kedua belah pihak sudah memberikan lampu merah, tetapi Zein dan Anggun masih sempat bertemu tanpa sepengetahuan orang tua mereka. Pada akhirnya hubungan backstreet itu diketahui oleh orang tua Anggun, sehingga dengan terpaksa Anggun harus mau dijodohkan dengan lelaki pilihan orang tuanya. Zein sempat patah hati dan tidak mau berhubungan lagi dengan wanita lain setelah putus dengan Anggun. Zein baru membuka hatinya ketika bertemu dengan Risa dan segera mengajaknya menikah, meskipun sebenarnya kedua orang tua Zein kurang suka dengan Risa. Mereka menganggap kalau Risa yang mempengaruhi Zein agar cepat-cepat menikah. Padahal, adik Zein masih butuh b14y4 besar untuk sekolahnya. Alhasil, setelah keduanya menikah watak asli dari keluarga Zein kini terkuak. "Kok, malah melamun, Mas Zein!" Risa menyenggol lengan suaminya, karena terlihat bengong saat berhadapan dengan Anggun dalam satu meja. "Ah, nggak. Aku hanya ngantuk saja. Habis semalam kita begadang." Zein berusaha mengalihkan pembicaraan. "Kalau kamu masih mengingat masa lalu dengan Anggun, lebih baik aku pergi dari sini. Daripada mengganggu kalian yang sedang reunian. Permisi," gerutu Risa kemudian langsung beranjak dari tempat duduknya. Hati Risa merasa sangat kesal. Sikap Zein yang tampak begitu memperhatikan Anggun, membuat hati Risa dibakar rasa cemburu. "Aku juga ikut kamu, Risa!" Zein berusaha mengejar Risa yang melangkah cepat meninggalkan bangku mereka. "Lho, Mas Zein. Kenapa malah pergi begitu saja? Makanannya belum juga selesai dihidangkan," cegah Anggun. "Kita makannya kapan-kapan saja ya," ucap Zein tanpa penjelasan, karena tak ingin membuat istrinya semakin marah kepadanya. "Risa, tunggu!" Kejar Zein tanpa menoleh lagi pada sosok Anggun yang tampak kebingungan. Sesampainya di parkiran langkah kaki Risa baru terhenti. Dengan sedikit malas, dia menoleh ke arah suaminya yang mengikuti langkahnya dari belakang. "Kamu kenapa marah-marah tanpa sebab, seperti anak kecil saja," protes Zein. "Bukannya aku yang seperti anak kecil, Mas. Kamu saja yang nggak peka sama hati istri yang baru saja dinikahi kemarin. Apa pantas seorang suami bersikap terlalu ramah dengan wanita lain, apalagi yang berstatus mantan pacar. Mestinya kamu bisa lebih menghargai aku sebagai istrimu, Mas!" ucap Risa penuh penekanan. "Kamu jangan salah sangka, Sayang. Aku dan Anggun sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Kamu tahu sendiri kan kalau dia kini sudah menikah. Bahkan pernikahannya jauh sebelum kita menikah. Apa salah kalau sekarang kita tetap menjalin hubungan sebagai teman biasa?" Zein berusaha membela diri. "Teman biasa macam apa? Di hadapan istrinya saja, wanita itu sudah berani c1vm kamu? Bagaimana kalau tadi tidak ada aku? Sudahlah, Mas. Aku capek dan lapar. Bukannya dapat makanan enak, malah perutku jadi kenyang melihat kemesraan kalian." Risa kemudian melangkah pergi meninggalkan Zein yang dari tadi belum menghidupkan mesin kendaraan roda duanya. "Yang, tunggu!" Zein segera menghidupkan sepeda motornya untuk mengejar langkah kaki Risa. "Ayo, naik! Kita beli makanan di pinggir jalan saja, kemudian langsung dibawa pulang. Daripada kamu nanti sakit perut karena dari tadi menahan lapar dan juga marah-marah," pungkas Zein. Dengan terpaksa, Risa naik di boncengan sepeda motor yang dikendarai Zein. Apalagi sekarang hari kian terik. Mereka berhenti sejenak untuk membeli nasi campur di warung pinggir jalan. Selama diperjalanan tak ada sepatah katapun keluar dari mulut Risa. Dia memilih diam seribu bahasa, daripada nanti akan menambah runyam masalah. Akhirnya keduanya sampai di rumah kembali. Baru saja memasuki rumah, Salma sudah meminta satu bungkus makanan yang dibawa Risa. Tanpa banyak kata, Risa mengambil satu bungkus untuknya, sedangkan yang lainnya diletakkan di meja makan. "Mas Zein, kenapa Mbak Risa cemberut seperti itu? Apa dia lagi dapat tamu bulanan ya? Mukanya dari tadi ditekuk terus?" tanya Salma penasaran. "Kamu tidak usah Ikut campur, anak kecil taunya minta makanan dan uang jajan," jawab Zein sekenanya. "Huh, suami-isteri yang aneh. Baru kemarin nikah sekarang sudah bertengkar. Gak ada mesra-mesranya. Lebih baik aku makan, daripada ikutan pusing," gerutu Salma sambil membuka bungkus makanan yang dibawa oleh Risa. Di dalam kamar, Risa masih belum bisa berdamai dengan suaminya. Rasa sakit hati itu masih ada. Memang Risa merasa kalah saingan jika dibandingkan dengan Anggun. Akan tetapi jika dipikir-pikir, tetap Risa yang keluar sebagai pemenang. Karena dia yang sekarang menjadi istri sah dari Zein Prasetya. Lebih baik sekarang dia memikirkan cara agar bisa segera keluar dari rumah ini. "Sayang, maafkan aku. Jangan marah-marah terus seperti itu. Kami memang benar-benar tidak ada hubungan apapun. Kamu jangan salah sangka." Zein tidak ingin p3r4ng dingin antara dirinya dan Risa semakin berlarut-larut. Hal itu sangat tidak baik bagi rumah tangga yang baru saja mereka bina. "Terus terang saja aku marah sama kamu, Mas. Karena tidak bisa menjaga perasaan istri," cecar Risa. "Kita berdamai saja ya? Aku tidak ingin kita marahan lagi. Pengantin baru itu kan biasanya mesra-mesraan, tapi kita malah bertengkar terus." Zein berusaha untuk melunakkan hati istrinya. Tak lama kemudian Risa menganggukkan kepalanya dan menarik b1b1rnya membentuk senyuman meskipun agak dipaksakan. "Kamu harus janji dulu, Mas!" tegas Risa. "Apapun itu yang membuat kamu bahagia akan aku lakukan," jawab Zein. "Aku hanya ingin kamu memenuhi dua permintaanku," ucap Risa. BersambungHampir sebulan Zein harus bolak-balik antara rumah dan kontrakannya sendiri. Bahkan, dia malah jarang bermalam di rumah kontrakannya. Di lain sisi, Risa sangat membutuhkan kehadiran Zein selama kondisi me ngan dung anak pertamanya. Demi mendukung bakti suami pada ibunya, Risa berusaha mengalah.Sebenarnya sejak Anggun mulai datang kembali ke rumah mertuanya, Risa sudah merasa tidak nyaman. Bukannya tidak percaya dengan kesetiaan suaminya, tapi lebih kepada adanya kesempatan yang terbentang di antara mereka untuk saling bertemu. Kucing akan makan ikan, jika disuguhkan kepadanya. Demikian juga Zein yang akan lebih sering bertemu dengan Anggun dibandingkan dengan istrinya sendiri. Ada kemungkinan, rasa cinta yang pernah ada di antara mereka kembali bersemi. Risa tidak menginginkan hal itu.Untuk mengatasi perasaan yang berkecamuk di hatinya, Risa ingin membahas masalah ini dengan suaminya, daripada dia merasa tidak tenang dengan kondisi rumah tangganya. Risa ingin ha mil tanpa banyak pik
Risa penasaran siapa sebenarnya tamu yang disambut oleh adik iparnya itu. Sepertinya ada tamu istimewa yang sengaja ditunggu kedatangannya.Deg!"Anggun? Kenapa dia bisa tahu kalau Ibu mertuaku akan pulang hari ini?" lirih Risa dengan penuh tanda tanya. Tampak Salma menggandeng tangan Anggun dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. Anggun, menatap sekilas ke arah Risa. Entah mengapa, perasaan Risa tak enak dengan adanya Anggun di rumah ini. Pikirannya langsung tertuju pada suaminya. Apakah Anggun sengaja diberitahu oleh Salma atau Zein, agar dia menjenguk ibu mertuanya?Risa jadi teringat dengan janji Zein untuk tidak menjalin hubungan apapun dengan Anggun, tapi pada kenyataannya sangatlah berbeda. Kenapa Salma seolah-olah lebih menunggu kehadiran Anggun di rumah ini, daripada dirinya yang mana statusnya jelas-jelas sebagai menantu yang sah."Eh, ternyata Mbak Risa juga sudah ada di sini. Maaf, aku datang ke sini rencananya ikut menjemput Ibunya Salma. Kemarin aku dihubungi Salma, katan
Baru saja masuk ke ruangan di mana mertuanya dirawat, sudah terdengar suara sumbang dari adik iparnya. Ingin rasanya me nam par mu lut Salma yang selalu menyakiti hatinya. Siapa juga yang menginginkan hal buruk terjadi pada mertuanya. Dia sudah berusaha mencegah, tapi ibu mertuanya sendiri yang mengundang penyakit."Tolong dijaga bicaranya. Aku keluar bukannya kelayapan, tapi memeriksakan kandunganku. Dari tadi aku yang mengurus semua kebutuhan Ibu di sini." Tak tahan juga rasanya untuk menjawab setiap omongan Salma yang tak enak didengar telinga."Halah, alasan. Lihat apa yang telah kamu lakukan. Ibu sakit gara-gara makanan yang kamu masak. Awas saja kalau terjadi hal yang tidak diinginkan pada Ibu," cecar Salma."Per-gi ka-mu Ri-sa!" Narita yang masih terbaring lemah tega-teganya mengusir menantunya. Padahal, kalau Risa tidak segera membawanya ke rumah sakit. Nyawa Narita tidak bisa tertolong. Ibu dan anak sama-sama tidak punya hati. Sudah ditolong, tapi malah yang menolong dica ci
"Mas Zein, kamu cepat pulang! Ibu baru saja jatuh di kamar mandi," ucap Risa panik, karena mertuanya tidak sadarkan diri sampai sekarang."Kenapa bisa jatuh di kamar mandi? Pasti kamu tidak pernah membersihkan lantai kamar mandi, sehingga Ibu terpeleset saat masuk kamar mandi!" cetus Zein pada istrinya dengan nada kesal."Kok, malah nyalahin aku! Semenjak aku hamil, kamu 'kan yang bertugas membersihkan kamar mandi? Sudahlah, jangan mengajak berdebat di telepon, Mas Zein. Lebih baik, kamu cepat pulang. Setelah itu, kita bawa Ibu ke ru mah sa kit terdekat!" ujar Risa merasa jengkel, karena mendapatkan tuduhan yang begitu menyudutkannya sebagai orang yang terakhir bersama Narita--ibunya Zein."Lebih baik, kamu minta bantuan tetangga untuk mengantar Ibu ke ru mah sa kit. Takut ada apa-apa yang terjadi pada Ibu, jika tidak segera mendapat pertolongan. Nanti kirim saja lokasi ru mah sa kitnya. Aku akan segera menyusul," pungkas Zein kemudian menutup sambungan ponselnya.Zein begitu cemas se
Kening Zein berkerut. Bagaimana istrinya tidak marah seperti ini. Lama-lama Sarah nekat juga. Urusan rumah tangganya saja belum selesai. Bagaimana bisa dia menawarkan sebuah hubungan yang mampu membuat dua keluarga berantakan?"Kenapa, Mas Zein? Apa wanita itu mengirimkan pesan untukmu?" desak Risa.Zein hanya menganggukkan kepalanya. Secara refleks dia menyerahkan ponsel kepada istrinya. Dengan rasa tak menentu dia menerima ponsel milik suaminya. Kemudian Risa membaca isi pesan dari Sarah. Kini matanya membulat. Tak disangka, wanita yang bernama Sarah itu begitu blak-blakan mengungkapkan rasa cintanya kepada Zein. Bahkan, menginginkan menjadi istri kedua Zein. Perasaan Risa kini campur aduk. Mantan Zein yang bernama Anggun yang ditemuinya beberapa waktu yang lalu, masih mampu menjaga imagenya. Sedangkan Sarah langsung to the point meminta agar dirinya dijadikan istri kedua. Risa menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya secara perlahan-lahan. Dia berusaha melonggarkan d4d4nya ya
Setelah selesai menghabiskan makanan hasil karya Risa, Zein mengambil undangan reuni yang dimaksud istrinya. Ternyata yang mengundang adalah teman SMA. Jadi kangen sama teman seangkatan yang dulu terkenal kompak di zamannya waktu memakai seragam putih abu-abu. Zein berencana tukar jadwal masuk kerja, untuk menghadiri acara reuni tersebut, karena jatah cutinya sudah habis."Yang, apa kamu mau ikut hadir di acara reuni teman SMA-ku?" tanya Zein kepada istrinya."Nggak, Mas Zein. Aku lihat hari itu jadwalnya berbenturan dengan jadwal masuk kerjaku. Lagipula aku juga tidak bisa tukar sama temanku. Dia ada acara lamaran adiknya di desa," jawab Risa."Beneran nih, tidak mau ikut? Apa tidak menyesal? Bagaimana kalau aku ketemu dengan mantan-mantanku? Apa kamu nanti tidak makin cemburu lagi seperti dulu?" goda Zein sambil tersenyum."Awas saja, kalau berani bertingkah laku macam-macam. Aku tidak akan tinggal diam!" ancam Risa sambil menyatukan dua kepalan tangannya.Zein hanya tersenyum melih