Share

Perselisihan

Author: May Hape
last update Last Updated: 2024-11-16 20:22:50

Belum usai Risa melepaskan rasa lelahnya. Adik ipar sudah main perintah saja. Dia menyuruh Risa membuatkan sarapan pagi untuk keluarga dan kerabat suaminya.

"Mas, sebenarnya ada apa dengan keluargamu? Kenapa mereka seakan senang main perintah sana-sini? Apa mereka tidak bisa kasih dispensasi sedikit padaku? Aku sudah kecapekan, Mas! Kamu tahu sendiri, semalam aku hanya tidur dua jam menjelang Subuh. Sekarang malah disuruh mengerjakan semua pekerjaan rumah tanpa ada yang berinisiatif membantu," keluh Risa pada suaminya.

"Katamu dulu kita harus baik dengan keluarga kedua belah pihak. Terdengar dari ucapanmu itu, sepertinya kamu begitu menyalahkan keluargaku," balas Zein dengan nada tak suka.

"Bukannya begitu, Mas Zein. Aku ikhlas melakukan semua pekerjaan rumah di sini, tapi jangan terus semuanya dibebankan kepadaku. Kamu kan juga punya adik perempuan. Kenapa Ibumu tidak menyuruh Salma juga?" Risa berusaha meminta keadilan.

"Sekarang masih banyak kerabat yang menginap di sini. Jangan sampai masalah seperti ini jadi bahan gunjingan keluarga besarku. Sebaiknya aku bantu kamu buat menyiapkan sarapan sekarang. Sudah tidak usah banyak protes," ucap Zein.

Selama ini Zein memang sudah terbiasa melakukan pekerjaan rumah tangga membantu ibunya. Jadi sekarang bukanlah hal baru bagi Zein, ketika harus membantu istrinya memasak ataupun bersih-bersih rumah.

Akhirnya Risa yang mengalah. Daripada dia dan suaminya yang bertengkar. Lebih baik mereka segera membuatkan sarapan pagi seperti yang diinginkan oleh Narita.

Setelah bekerja sama di dapur selama beberapa waktu, menu sarapan pagi kini sudah terhidang di meja makan. Tampak Narita tersenyum melihat hasil kerja menantunya. Kemudian dia mempersilakan semua keluarga dan juga kerabatnya untuk menyantap menu sarapan yang dihidangkan oleh menantunya.

"Ternyata Mbak Narita punya menantu yang pintar masak. Zein pasti sangat beruntung," puji salah seorang kerabat Narita.

"Ah, tidak juga. Kalau masak menu seperti ini sih, pasti banyak yang bisa. Apalagi Risa masih harus banyak belajar sebagai ibu rumah tangga. Zein itu sangat suka menu masakan yang macam-macam dan mintanya gonta-ganti terus. Jadi, sebagai istri yang baik harus banyak belajar lagi tentang menu masakan yang disukai suaminya." Narita tidak terima menantu perempuannya dipuji oleh kerabatnya.

"Dik Risa, Ibu mertuamu itu ahli memasak. Kamu pasti tahu sendiri kalau Mbak Narita itu sering menerima pesanan nasi kotak. Jadi, sebaiknya kamu harus belajar terus sama Ibunya Zein," kata kerabat Zein yang lain.

Risa hanya menanggapinya dengan senyuman. Percuma juga dikomentari. Pasti ibu mertuanya akan menyudutkannya lagi. Membuat orang lain menjadi tak menghargainya karena perkataan mertuanya sendiri.

"Saya permisi dulu, lagi tidak enak badan," pamit Risa kemudian dia menuju kamarnya, tanpa makan sesuap nasi pun.

Risa hanya ingin istirahat sejenak. Pekerjaan rumah hari ini begitu menguras tenaganya. Hal yang paling membuat Risa merasa kesal, karena dia diperlakukan seperti asisten rumah tangga oleh ibu mertua dan juga adik iparnya tanpa diberi kesempatan untuk istirahat sejenak.

Baru satu hari Risa tinggal di rumah mertuanya, tetapi rasanya sudah berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Dia tidak tahu kemungkinan besar suaminya mau diajak cari rumah kontrakan atau tidak. Sepertinya jika harus berlama-lama di sini hati dan pikiran Risa semakin suntuk.

Saat statusnya belum menjadi istri Zein, keluarga suaminya itu begitu baik dalam memperlakukannya. Entah apa yang membuat sikap mereka berubah seratus delapan puluh derajat semenjak statusnya berubah menjadi nyonya Zein Prasetya.

Risa sempat terlelap beberapa saat di kamarnya tanpa gangguan. Namun, tiba-tiba dia terbangun karena perutnya sudah berbunyi nyaring. Sepertinya dia harus segera mengisinya. Risa melangkahkan kaki keluar kamar dengan enggan. Berhubung perutnya tidak bisa diajak kompromi, dengan terpaksa Risa harus sarapan sekaligus makan siang karena jadwal sarapan Risa sudah terlambat.

Sekarang situasi rumah mertuanya sudah sepi. Mungkin semua kerabat suaminya sudah pulang ke rumah masing-masing, sehingga tak lagi terdengar orang yang berbincang-bincang di rumah tamu ataupun ruang keluarga.

Risa sangat terkejut saat sampai di ruang makan. Tampak di atas meja piring-piring kosong bekas makanan yang tadi dimasaknya. Tak ada lagi makanan yang tersisa. Kemudian Risa melanjutkan langkahnya menuju ke dapur. Siapa tahu masih ada makanan yang disisakan untuknya yang telah bersusah payah menyediakan banyak masakan, meskipun tadi dia belum sempat mencicipinya, karena rasa kantuk yang sudah tak tertahankan.

"Astaghfirullah, benar-benar jahat ya keluarga Mas Zein. Aku yang masak, mereka yang menikmati dan menghabiskan semuanya." Risa berkali-kali mengucap Istighfar untuk meredakan rasa sesak di d4d4nya, akibat menahan emosi yang sekarang sudah di ubun-ubun.

Sekarang Risa menuju ruang tamu. Tampak Zein sedang menonton televisi sendirian. Risa langsung menemui suaminya dan ingin mengeluarkan semua rasa tak nyaman yang ada di d4d4nya.

"Mas, apa semua kerabatmu sudah pulang?" tanya Risa sambil duduk di sebelah suaminya.

"Sudah," jawab Zein singkat.

"Mas, perutku lapar. Kenapa tidak kamu sisakan makanan untukku?" tanya Risa sambil menatap suaminya.

"Kukira kamu sudah makan. Jadi tidak kepikiran sama sekali untuk mengambilkan makanan untukmu," jawab Zein santai.

"Kamu dan keluargamu sama saja. Kebangetan!" ucap Risa dengan nada kesal.

"Kalau memang belum makan, sana masak mie instan saja. Kamu jangan terlalu berlebihan dalam menghvj4t keluargaku. Aku paling tak suka kalau keluarga yang aku sayangi terlihat buruk dan kamu cela setiap saat," tegas Zein.

Risa ingin mendapatkan pembelaan dari suaminya. Namun, ternyata suaminya sama saja. Dia lebih membela keluarga daripada istrinya.

"Kamu gak adil, Mas!" Risa segera menyingkir dari hadapan Zein.

"Ya, Allah. Apa saja yang aku perbuat selalu salah di mata suami ataupun keluarganya. Aku harus bersikap bagaimana?" Tak terasa airmata Risa mengalir membasahi pipinya.

Tak berapa lama, terdengar langkah kaki mendekati kamar yang Risa tempati. Dengan segera dia menghapus airmata yang sempat meluncur deras tanpa aba-aba darinya. Tampak Zein memasuki kamar kemudian mengambil tempat duduk di samping Risa.

"Maafkan aku, Sayang. Tidak ada maksud menyakiti hatimu," ucap Zein sambil menggenggam jemari tangan istrinya.

Risa hanya menoleh sesaat, tetapi dia tetap diam tak mengeluarkan suara sedikitpun untuk mengomentari apa yang dikatakan suaminya.

"Jangan ngambek seperti itu. Nanti cantiknya jadi hilang," canda Zein berusaha meluluhkan hati Risa.

Menanggapi gurauan Zein, Risa mulai menarik bibirnya membentuk senyuman tipis. Kemudian menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya secara perlahan.

"Lupakan saja, Mas," ucap Risa.

"Sekarang katanya kamu lagi lapar. Bagaimana kalau kita jalan-jalan keluar sambil cari makanan?" ajak Zein untuk menebus rasa bersalah karena sempat mengabaikan istrinya.

"Beneran nih?" Zein menganggukkan kepala sambil tersenyum.

"Ayo, cepetan," ucap Zein.

"Sebentar, aku ganti baju dulu," jawab Risa.

Risa segera beranjak dari tempat duduknya, kemudian berganti baju yang lebih tertutup. Setelah siap, keduanya keluar rumah untuk mencari makanan siap saji.

"Mas Zein, mau ke mana?" tanya Salma ketika Zein dan Risa lewat di depannya.

"Mau cari angin di luar," jawab Zein singkat.

"Kalau begitu nitip belikan siomay yang jualan di ujung jalan. Dv1tnya sekalian dib4y4r1n ya!" lanjut Salma.

"Beli saja sendiri," tolak Zein.

"Lagi mager, Mas. Ayolah, kalau begitu Mbak Risa saja yang beliin. Satu bungkus doang!" ucap Risa kemudian melangkah pergi tanpa menunggu jawaban dari kakak iparnya.

"Tuh, lihat sikap adikmu yang tidak punya sopan santun," gerutu Risa sambil menatap kepergian Salma.

"Sudah, tidak usah dipikirin. Yuk, lanjut jalan saja," ajak Zein.

Risa dan Zein berjalan beriringan menuju pintu depan. Kemudian mengendarai kendaraan roda dua menuju sebuah rumah makan yang tak jauh dari rumah Zein. Setelah sampai, mereka mencari tempat duduk di sudut ruangan.

Ketika sedang berjalan menuju bangku yang diinginkan, mereka berpapasan dengan seorang wanita cantik. Dia menyapa Zein terlebih dahulu dengan sangat ramah. Sepertinya keduanya sudah lama saling kenal. Tak disangka dan diduga oleh Risa, wanita itu tiba-tiba saja m3ng3cvp kedua pipi Zein. Melihat hal itu, Risa sangat terkejut. Bagi Risa, sikap wanita itu sudah tak wajar. Apalagi tak ada penolakan dari suaminya.

Hati Risa berdenyut sakit. Seperti tertvsvk benda tajam, tetapi tak ada d4r4h yang mengalir. Mata Risa menatap suaminya t4j4m, pertanda kalau dia sedang tidak baik-baik saja.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aku Bukan ART Keluargamu    Pindah Rumah Lagi

    Hampir sebulan Zein harus bolak-balik antara rumah dan kontrakannya sendiri. Bahkan, dia malah jarang bermalam di rumah kontrakannya. Di lain sisi, Risa sangat membutuhkan kehadiran Zein selama kondisi me ngan dung anak pertamanya. Demi mendukung bakti suami pada ibunya, Risa berusaha mengalah.Sebenarnya sejak Anggun mulai datang kembali ke rumah mertuanya, Risa sudah merasa tidak nyaman. Bukannya tidak percaya dengan kesetiaan suaminya, tapi lebih kepada adanya kesempatan yang terbentang di antara mereka untuk saling bertemu. Kucing akan makan ikan, jika disuguhkan kepadanya. Demikian juga Zein yang akan lebih sering bertemu dengan Anggun dibandingkan dengan istrinya sendiri. Ada kemungkinan, rasa cinta yang pernah ada di antara mereka kembali bersemi. Risa tidak menginginkan hal itu.Untuk mengatasi perasaan yang berkecamuk di hatinya, Risa ingin membahas masalah ini dengan suaminya, daripada dia merasa tidak tenang dengan kondisi rumah tangganya. Risa ingin ha mil tanpa banyak pik

  • Aku Bukan ART Keluargamu    Menahan Diri

    Risa penasaran siapa sebenarnya tamu yang disambut oleh adik iparnya itu. Sepertinya ada tamu istimewa yang sengaja ditunggu kedatangannya.Deg!"Anggun? Kenapa dia bisa tahu kalau Ibu mertuaku akan pulang hari ini?" lirih Risa dengan penuh tanda tanya. Tampak Salma menggandeng tangan Anggun dan mengajaknya masuk ke dalam rumah. Anggun, menatap sekilas ke arah Risa. Entah mengapa, perasaan Risa tak enak dengan adanya Anggun di rumah ini. Pikirannya langsung tertuju pada suaminya. Apakah Anggun sengaja diberitahu oleh Salma atau Zein, agar dia menjenguk ibu mertuanya?Risa jadi teringat dengan janji Zein untuk tidak menjalin hubungan apapun dengan Anggun, tapi pada kenyataannya sangatlah berbeda. Kenapa Salma seolah-olah lebih menunggu kehadiran Anggun di rumah ini, daripada dirinya yang mana statusnya jelas-jelas sebagai menantu yang sah."Eh, ternyata Mbak Risa juga sudah ada di sini. Maaf, aku datang ke sini rencananya ikut menjemput Ibunya Salma. Kemarin aku dihubungi Salma, katan

  • Aku Bukan ART Keluargamu    Siapa yang Datang

    Baru saja masuk ke ruangan di mana mertuanya dirawat, sudah terdengar suara sumbang dari adik iparnya. Ingin rasanya me nam par mu lut Salma yang selalu menyakiti hatinya. Siapa juga yang menginginkan hal buruk terjadi pada mertuanya. Dia sudah berusaha mencegah, tapi ibu mertuanya sendiri yang mengundang penyakit."Tolong dijaga bicaranya. Aku keluar bukannya kelayapan, tapi memeriksakan kandunganku. Dari tadi aku yang mengurus semua kebutuhan Ibu di sini." Tak tahan juga rasanya untuk menjawab setiap omongan Salma yang tak enak didengar telinga."Halah, alasan. Lihat apa yang telah kamu lakukan. Ibu sakit gara-gara makanan yang kamu masak. Awas saja kalau terjadi hal yang tidak diinginkan pada Ibu," cecar Salma."Per-gi ka-mu Ri-sa!" Narita yang masih terbaring lemah tega-teganya mengusir menantunya. Padahal, kalau Risa tidak segera membawanya ke rumah sakit. Nyawa Narita tidak bisa tertolong. Ibu dan anak sama-sama tidak punya hati. Sudah ditolong, tapi malah yang menolong dica ci

  • Aku Bukan ART Keluargamu    Jatuh Sakit

    "Mas Zein, kamu cepat pulang! Ibu baru saja jatuh di kamar mandi," ucap Risa panik, karena mertuanya tidak sadarkan diri sampai sekarang."Kenapa bisa jatuh di kamar mandi? Pasti kamu tidak pernah membersihkan lantai kamar mandi, sehingga Ibu terpeleset saat masuk kamar mandi!" cetus Zein pada istrinya dengan nada kesal."Kok, malah nyalahin aku! Semenjak aku hamil, kamu 'kan yang bertugas membersihkan kamar mandi? Sudahlah, jangan mengajak berdebat di telepon, Mas Zein. Lebih baik, kamu cepat pulang. Setelah itu, kita bawa Ibu ke ru mah sa kit terdekat!" ujar Risa merasa jengkel, karena mendapatkan tuduhan yang begitu menyudutkannya sebagai orang yang terakhir bersama Narita--ibunya Zein."Lebih baik, kamu minta bantuan tetangga untuk mengantar Ibu ke ru mah sa kit. Takut ada apa-apa yang terjadi pada Ibu, jika tidak segera mendapat pertolongan. Nanti kirim saja lokasi ru mah sa kitnya. Aku akan segera menyusul," pungkas Zein kemudian menutup sambungan ponselnya.Zein begitu cemas se

  • Aku Bukan ART Keluargamu    Ujian Pernikahan

    Kening Zein berkerut. Bagaimana istrinya tidak marah seperti ini. Lama-lama Sarah nekat juga. Urusan rumah tangganya saja belum selesai. Bagaimana bisa dia menawarkan sebuah hubungan yang mampu membuat dua keluarga berantakan?"Kenapa, Mas Zein? Apa wanita itu mengirimkan pesan untukmu?" desak Risa.Zein hanya menganggukkan kepalanya. Secara refleks dia menyerahkan ponsel kepada istrinya. Dengan rasa tak menentu dia menerima ponsel milik suaminya. Kemudian Risa membaca isi pesan dari Sarah. Kini matanya membulat. Tak disangka, wanita yang bernama Sarah itu begitu blak-blakan mengungkapkan rasa cintanya kepada Zein. Bahkan, menginginkan menjadi istri kedua Zein. Perasaan Risa kini campur aduk. Mantan Zein yang bernama Anggun yang ditemuinya beberapa waktu yang lalu, masih mampu menjaga imagenya. Sedangkan Sarah langsung to the point meminta agar dirinya dijadikan istri kedua. Risa menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya secara perlahan-lahan. Dia berusaha melonggarkan d4d4nya ya

  • Aku Bukan ART Keluargamu    Wanita Idaman Lain

    Setelah selesai menghabiskan makanan hasil karya Risa, Zein mengambil undangan reuni yang dimaksud istrinya. Ternyata yang mengundang adalah teman SMA. Jadi kangen sama teman seangkatan yang dulu terkenal kompak di zamannya waktu memakai seragam putih abu-abu. Zein berencana tukar jadwal masuk kerja, untuk menghadiri acara reuni tersebut, karena jatah cutinya sudah habis."Yang, apa kamu mau ikut hadir di acara reuni teman SMA-ku?" tanya Zein kepada istrinya."Nggak, Mas Zein. Aku lihat hari itu jadwalnya berbenturan dengan jadwal masuk kerjaku. Lagipula aku juga tidak bisa tukar sama temanku. Dia ada acara lamaran adiknya di desa," jawab Risa."Beneran nih, tidak mau ikut? Apa tidak menyesal? Bagaimana kalau aku ketemu dengan mantan-mantanku? Apa kamu nanti tidak makin cemburu lagi seperti dulu?" goda Zein sambil tersenyum."Awas saja, kalau berani bertingkah laku macam-macam. Aku tidak akan tinggal diam!" ancam Risa sambil menyatukan dua kepalan tangannya.Zein hanya tersenyum melih

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status