Beranda / Romansa / Aku (Bukan) Gadis Pemuas / BAB 3 || JANJI ARSENIO

Share

BAB 3 || JANJI ARSENIO

Penulis: s_uci17
last update Terakhir Diperbarui: 2025-12-10 16:45:53

Arsenio menangkap tangan Kirania dan menahannya kuat. "Lepas! Saya mohon jangan nekad, Non."

Alih-alih melepaskannya, Kirania justru menggenggam beling itu lebih kuat sehingga semakin melukai tangan gadis itu.

"Saya mohon jangan seperti ini, Non. Lepaskan belingnya, ini akan melukaimu."

Sorot mata Arsenio yang sarat akan kekhawatiran juga permohonan, bertemu dengan sorot mata Kirania yang memancarkan kesedihan, rasa lelah, maupun keputusasaan yang mendalam. Air mata gadis itu berurai deras.

"Semua keluarga Kira udah gak ada, Om. Semuanya ninggalin, Kira. Mama, lalu Papa. Gak ada lagi yang tersisa bagi Kira di dunia ini. Jadi untuk apa lagi Kira hidup? Lebih baik Kira pergi bersama mereka. Kira mau ketemu Papa," bisik Kirania parau, suaranya hampir tidak terdengar, tenggelam dalam tangisnya.

Arsenio menggeleng tegas. "Tidak. Tuan Pradipta pasti tidak akan suka jika Non Kira menemuinya dengan cara seperti ini."

"Biarkan Kira mati! Kira gak mau hidup kayak gini, Om. Gak mau ...." lirih Kirania, mulai meraung.

"Bertahan lah, Non. Bertahan lah, saya mohon," pinta Arsenio, memohon dengan sangat kepada Kirania.

"Gak bisa, Om. Gak bisa ...." Kirania mulai terisak.

"Bisa, Non. Pasti bisa. Percayalah pada saya, semua akan baik-baik saja." Arsenio berusaha untuk meyakinkan Kirania.

"OM ARSEN GAK NGERTI!" jerit Kirania dengan suaranya yang bergetar. "Setiap hari sekarang rasanya seperti neraka untuk Kira, Om! Kira selalu dihantui rasa takut! Kak Jeff ... dia gak akan berhenti sampai tadi malam aja, selamanya dia akan terus jadi bayang-bayang menakutkan dalam hidup Kira. Dan Kira gak bisa hidup kayak gini, Om! Kira gak bisa ...! Kira gak sanggup ...! Kira ...."

Teredam.

Arsenio tidak bisa untuk tidak memeluk Kirania. Ini terlalu menyakitkan untuk ia lihat dan dengar.

"Kenapa ini semua terjadi sama Kira, Om? Kenapa? Apa salah Kira? Kenapa Tuhan jahat sama Kira? Kira selalu jadi anak baik, tapi kenapa Tuhan mengambil semuanya dari Kira. Kira gak kuat, Om ... Kira gak kuat ...."

Arsenio menelan ludahnya getir. Ratapan Kirania seperti sebuah belati yang menusuk sampai ke ulu hatinya, membuatnya ikut merasa sakit dan tidak berdaya.

Semenderita itukah yang Kirania rasakan sekarang? Sampai-sampai suara isak tangis gadis itu tidak keluar, tapi tubuh gadis itu bergetar hebat, ia juga bisa merasakan kaos bagian dadanya basah—tanda bahwa air mata Kirania tidak berhenti mengalir.

Arsenio memeluk Kirania lebih erat lagi. Seperti semalam, ia hanya ingin membuat Kirania merasa lebih tenang, merasa punya tempat untuk pulang, dan merasa aman.

"Bukannya saya tidak mengerti dengan penderitaan dan rasa takut, Non Kira. Justru karena saya sangat mengerti, saya ingin Non Kira bertahan." Arsenio bergumam di atas kepala Kirania.

Ia mengurai pelukannya, menangkup wajah Kirania yang banjir air mata, lalu menghapusnya dengan ibu jarinya.

"Saya tidak bisa janji bahwa semuanya akan baik-baik saja ke depannya. Tapi saya bisa janji, bahwa saya tidak akan pernah membuat Non Kira merasa sendirian dalam melewatinya."

Hening.

Kirania diam, tapi matanya yang memerah tidak putus menatap Arsenio. Air matanya terus jatuh, meski Arsenio terus menghapusnya.

"Saya akan terus nemenin Non Kira, kemana pun dan selama yang Non Kira mau," sambung Arsenio, tak pernah lelah menghapus air mata Kirania yang terus bercucuran.

Kirania terkekeh sinis, sebagai balasan. "Jangan buat janji, kalau Om sendiri gak bisa menepatinya. Papa juga pernah ngomong kayak gitu sama Kira, Om. Dia gak akan ninggalin Kira, akan nemenin Kira terus. Tapi buktinya apa? Dia tetap pergi, kan?" Suara Kirania tercekat, bibirnya bergetar menahan tangis.

Arsenio terpaku, matanya tak sedikitpun putus menatap mata Kirania yang memancarkan luka serta duka yang terlalu dalam, sehingga sulit untuk dijelaskan. Bahkan ia tak lagi melihat ada gairah hidup di dalamnya, seolah keceriaan dan harapan disedot habis dari kedua belah mata indah itu.

"Hidup Kira udah gak ada artinya lagi, Om. Gak peduli Kira mau jalan sejauh apapun, semuanya hanya akan berakhir sia-sia. Kira udah gak punya tujuan hidup lagi," isak Kirania, benar-benar berada di titik terendah hidupnya.

"Bagi kamu mungkin hidupmu sudah tidak ada artinya lagi. Tapi pernah gak kamu mikir, mungkin aja hidup kamu berarti untuk orang lain?"

Kirania menggeleng pedih. "Gak ada orang kayak gitu dalam hidup Kira, Om."

"Ada."

"Gak ada, Om."

"Ada, Non."

"KALAU ADA, SIAPA?!"

"SAYA!" Arsenio menjawab dengan lantang.

Hening

Kirania terpaku, matanya tidak berkedip menatap Arsenio—terkejut akan bentakan pria itu.

Arsenio meraup wajahnya gusar, lalu menarik Kirania ke dalam pelukannya. Gadis itu mematung—tidak menolak, tapi juga tidak membalas.

"Maaf, saya tidak bermaksud membentak Non Kira," bisik Arsenio penuh penyesalan, sesekali mengecup puncak kepala Kirania dengan sayang. "Saya hanya ingin Non Kira tahu, jika ada orang yang menginginkan Non Kira hidup lebih lama di dunia ini, maka orang itu adalah saya."

"Kira tahu, itu adalah amanat dari Papa." Kirania mengurai pelukan Arsenio, lantas mendongak menatap pria itu. Netra mereka bertemu.

"Papa udah gak ada, Om. Jadi, Om Arsen gak perlu merasa terbebani akan amanat itu. Kira juga gak mau jadi beban dalam hidup—"

Arsenio membungkam bibir Kirania dengan bibirnya, guna menekan ucapan yang akan keluar. Ia bisa merasakan tubuh Kirania menegang, tapi tidak memberontak, sehingga ia semakin berani menggerakkan bibirnya—melumat bibir mungil itu lembut.

Jemarinya menyusuri lengan gadis itu, turun ke pinggang, lalu menarik tubuh mungil itu agar lebih rapat padanya. Sementara tangannya yang lain naik, menghidupkan shower.

Air mulai mengalir mengguyur tubuh mereka, menciptakan suasana intim. Ciuman Arsenio lembut tapi begitu dalam, seolah Kirania adalah sesuatu yang rapuh, yang akan hancur apabila diperlakukan dengan kasar.

Arsenio baru melepaskan ciumannya ketika merasa Kirania kehabisan napas. Bibir mereka terpisah, tapi wajah mereka masih sangat dekat dengan kening yang saling menyatu. Napas mereka sama-sama terengah di bawah guyuran air shower.

Netra mata mereka saling menatap satu sama lain. Tangan Arsenio membingkai sebelah pipi Kirania, mengusapnya lembut menggunakan ibu jarinya.

"Jangan pernah ngomong kayak gitu lagi. Saya gak suka." Arsenio berbisik, kembali mendaratkan kecupan-kecupan ringan di bibir Kirania yang membengkak karena ulahnya.

"Bagi saya, kamu bukan hanya sebatas amanat, melainkan lebih berharga dari itu. Kamu ... layak mendapatkan semua hal terbaik di dunia ini. Dan saya ... yang akan memastikan itu untukmu."

Kirania termangu, seakan terhipnotis oleh tatapan Arsenio, membuatnya tidak bisa melepaskan diri dari mata yang menatapnya begitu dalam.

Sedetik kemudian, Arsenio kembali menciumnya. Kirania memejamkan matanya, jemarinya meremas baju Arsenio—seolah mencari pegangan.

Bukankah seharusnya sekarang Kirania memberontak? Tapi kenapa justru tubuhnya seakan menerima begitu saja? Ciuman lembut Arsenio, membuat Kirania merasa hidup dan seperti benar-benar diinginkan.

"Mulai hari ini, kamu adalah tujuan baru dalam hidup saya."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Aku (Bukan) Gadis Pemuas   BAB 7 || TERTANGKAP BASAH

    "Dressnya kependekan," komentar Arsenio yang sedang menggulung lengan jaket miliknya yang kebesaran di tubuh mungil Kirania. "Kan Kira gak tahu kalau bakalan pergi naik motor," sahut Kirania dengan wajah cemberutnya. Siapa yang menyangka jika empat ban mobilnya kempes semua. Sekarang ia berakhir menumpang dengan Arsenio yang kebetulan sedang membawa motor, karena pria itu takut kena macet. "Lain kali jangan dipakai lagi," ucap Arsenio, nada suaranya terdengar semakin datar saja. "Kalau lagi naik motor?" tanya Kirania polos. "Mau naik motor, naik mobil, tetap jangan dipakai lagi," balas Arsenio, sambil memasangkan helm ke kepala Kirania. "Kenapa emangnya?" tanya Kirania, kali ini dengan nada suara heran. Arsenio menghela napas panjang, lantas memandang gadis di hadapannya itu yang semakin terlihat manis saja dalam balutan jaket kebesaran serta helm pink di kepala. Tangannya terulur, mencubit gemas pipi chubby Kirania. "Ayo naik," ucap Arsenio, sambil memasang hel

  • Aku (Bukan) Gadis Pemuas   BAB 6 || SAYA SAYANG, BUKAN KARENA NAFSU

    Setelah tujuh hari mengurung diri di penthouse, pasca meninggalnya Pradipta. Hari ini Kirania menyetujui ajakan teman-temannya untuk jalan-jalan ke luar. "Selamat siang!" sapa Devanka dengan senyum cerahnya seperti biasa. "Wah ... lihatlah betapa cantiknya Kirania kita siang ini." Kirania yang baru saja menuruni tangga, hanya memberikan senyuman tipis sebagai balasan. Matanya lalu tanpa sengaja melirik ke arah meja makan, membuat pandangannya bertemu dengan Jeff. Pria itu memang punya kebiasaan akan pulang untuk makan siang. "Tante senang, akhirnya kamu udah mau jalan-jalan ke luar." Devanka mengusap puncak kepala Kirania lembut. "Ayo duduk, Sayang. Kita makan siang bareng dulu." Langkah Kirania menjadi grogi, saat mata elang Jeff tidak lepas menatapnya. Entah kenapa ia merasa tatapan Jeff begitu tajam, seperti tengah menelanjanginya. "Kak Helena mana, Tante?" tanya Kirania. Sebenarnya hanya basa-basi untuk meredam rasa gugup akibat tatapan penuh intimidasi Jeff. "Lagi sia

  • Aku (Bukan) Gadis Pemuas   BAB 5 || KEBUSUKAN KELUARGA?

    "Saya tahu kita semua disini masih dalam kondisi berduka. Namun, wasiat ini sudah menjadi amanat dari Tuan Pradipta, sebelum beliau berpulang. Jadi, saya harus membacakannya pagi ini." Suara Bram memecah keheningan ruangan keluarga yang telah diisi oleh Devanka, Helena, Jeff, dan Kirania. Selaku orang kepercayaan mendiang Pradipta, Arsenio ikut mendampingi pembacaan surat wasiat malam ini. Mata pria itu tidak putus memperhatikan Kirania. Gadis itu tampak rapuh dan rentan. Wajah dan matanya yang sembab, bukan hanya menggambarkan gurat kesedihan yang sangat dalam. Tapi juga tampak tertekan. "Baik, bisa saya mulai?" Tanya Bram, menatap semua anggota keluarga."Ya, silahkan," kata Arsenio datar. Bram menarik napas dalam-dalam, membuka dokumen yang ada di tangannya, dan mulai membacakannya."Surat wasiat. Telah bertanda tangan di bawah ini, nama Pradipta Maheswara. Menyatakan dengan sadar dan tanpa paksaan, membuat surat pernyataan wasiat waris. Bahwa saya adalah pemilik harta kekayaan

  • Aku (Bukan) Gadis Pemuas   BAB 4 || SHE IS MINE!

    "Tahanlah sebentar," ucap Arsenio, meniup perlahan luka di telapak tangan Kirania. Kirania hanya diam dan membiarkan Arsenio merawat luka di telapak tangan kanannya yang tadi menggenggam beling. Diam-diam matanya tidak putus memperhatikan pria itu, membuat ingatannya terlempar pada kejadian beberapa menit yang lalu—momen intim mereka. "Apa gerangan yang sedang Tuan Putri pikirkan, hm?" tanya Arsenio, dengan nada menggoda sambil melanjutkan membalut tangan Kirania dengan perban. "Hm? Mikirin apa?" ulang Arsenio, matanya menatap lurus ke mata Kirania. "Mikirin cara bunuh diri lagi?" Kirania cepat-cepat menggeleng. "E-enggak. Kira gak mikirin apa-apa," gumamnya pelan. Ia hendak menarik tangannya, tapi Arsenio menahannya dengan genggaman kuat, namun tetap terasa lembut dan tidak menyakitinya. Ia menundukkan kepala—menghindari mata Arsenio yang tak kunjung putus menatapnya intens. "Berjanjilah pada saya, bahwa kamu tidak akan melakukan hal nekad seperti ini lagi," ucap Arsen

  • Aku (Bukan) Gadis Pemuas   BAB 3 || JANJI ARSENIO

    Arsenio menangkap tangan Kirania dan menahannya kuat. "Lepas! Saya mohon jangan nekad, Non." Alih-alih melepaskannya, Kirania justru menggenggam beling itu lebih kuat sehingga semakin melukai tangan gadis itu. "Saya mohon jangan seperti ini, Non. Lepaskan belingnya, ini akan melukaimu." Sorot mata Arsenio yang sarat akan kekhawatiran juga permohonan, bertemu dengan sorot mata Kirania yang memancarkan kesedihan, rasa lelah, maupun keputusasaan yang mendalam. Air mata gadis itu berurai deras. "Semua keluarga Kira udah gak ada, Om. Semuanya ninggalin, Kira. Mama, lalu Papa. Gak ada lagi yang tersisa bagi Kira di dunia ini. Jadi untuk apa lagi Kira hidup? Lebih baik Kira pergi bersama mereka. Kira mau ketemu Papa," bisik Kirania parau, suaranya hampir tidak terdengar, tenggelam dalam tangisnya. Arsenio menggeleng tegas. "Tidak. Tuan Pradipta pasti tidak akan suka jika Non Kira menemuinya dengan cara seperti ini." "Biarkan Kira mati! Kira gak mau hidup kayak gini, Om. Gak mau

  • Aku (Bukan) Gadis Pemuas   BAB 2 || PERTOLONGAN ARSENIO

    "Brengsek! Berani-beraninya kau menyentuh Nona Kira! Biadab!" maki Arsenio yang tengah memukuli Jeff dengan membabi buta. Serangan telak yang tidak terelakkan oleh Jeff yang berada di bawah kukungan tubuh besar Arsenio. “Aku sudah curiga sedari tadi ketika melihatmu masuk ke dalam kamar Nona Kira, tapi aku menahan diriku untuk tidak menerobos masuk.” Arsenio baru menghentikan pukulannya setelah wajah Jeff babak belur. Ia bangkit dari atas tubuh Jeff yang terkapar tidak berdaya, napasnya memburu hebat. Ia lantas berbalik ke arah Kirania yang menangis sesegukan di atas ranjang, menarik selimut dan menutupi tubuh Kirania yang sudah setengah telanjang itu. "Om ...." isak Kirania, seakan mengadu pada pria berusia 40 tahunan itu. "Tenanglah, Non. Semua akan baik-baik saja." Arsenio melepaskan ikatan pada tangan Kirania dengan lembut, agar tidak menyakiti gadis itu. Setelah ikatan pada tangan Kirania terlepas, Arsenio kemudian melilitkan selimut di tubuh gadis itu. Saat ia hendak men

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status