Rumah besar dan mewah milik Sagara. Harusnya menjadi istana tempat berlindung yang aman untuk Tiara yang telah resmi menjadi istrinya. Tapi bagi Tiara rumah ini seperti neraka, tempat penyiksaan.
Sagara begitu mudah meluapkan emosinya, apalagi kalau keinginannya tidak dituruti, ia pasti akan akan langsung main tangan. Selama tiga bulan ini Tiara sudah terbiasa menerima tamparan di wajahnya yang mungil. Tapi itu tidak seberapa menyakitkan, ada hal yang lebih menyakiti Tiara, sampai-sampai ia tidak bisa menerima perlakuan kurang ajar suaminya. Setelah mendapatkan puluhan pecutan di betis, Tiara berjalan tertatih-tatih. Dua orang pelayan wanita memapah sang nyonya menaikinya lift. Tiara menutup mulutnya rapat-rapat, ia tidak lagi meminta bantuan mereka, sudah tiga kali Tiara gagal melarikan diri dari rumah yang seperti sangkar emas ini. Tapi Tiara selalu saja tertangkap oleh basah suami. Tubuh kecilnya di seret secara kasar, dirinya menerima pukulan bertubi-tubi, semakin ia menjerit menangis, layaknya seperti seekor burung kecil yang sayapnya di patahkan. Dengan tatapan kosong Tiara memasuki kamarnya yang luas. Sejenak ia menatap sekeliling, perabotan serba mahal yang berkilau, ranjang yang berukuran king size, juga ruang pakaian walk in closet, tempat Tiara menerima semua kemewahan dari suaminya yang kejam. Sambil mendesah Tiara menghempaskan bokongnya ke atas sofa. Satu pelayan menyiapkan baskom air es, lalu ia mengompres pelan luka di betis Tiara. Satu pelayan lagi mengambilkan sebuah salep untuk luka di betis sang nyonya. "Ssshhh....." Tiara meringis saat salep itu di oleskan ke betisnya, rasanya sangat panas dan perih. Kedua pelayan yang membantu sang nyonya, menunjukan ekspresi getir melihat, luka sabetan yang berwarna merah menyala itu. Mereka membantu Tiara berganti pakaian tidur yang halus, tipis, dan nyaman. Lalu mereka berdua membawakan makan malam untuk nyonya-nya. Setelah selesai melayani sang nyonya, kedua pelayan itu undur diri dari kamar Tiara. Meninggal sang nyonya sendirian di dalam sana. Air mata Tiara sudah mengering. Ia tidak ingin lagi menangis, batinnya menjadi sangat lelah, muak dengan penderitaan yang terus ia terima. "Lebih baik aku mati saja." lirih Tiara yang berputus asa. Kemudian ia menatap pintu balkon kamar yang sudah ditutup rapat. Pintu balkon itu di kunci dan di gembok oleh suaminya. Pintu pertama yang menjadi jalan Tiara untuk kabur dari istana penyiksaan ini. "Ceklek." Tiara tersentak, saat melihat sosok sang suami datang masuk ke dalam kamar. Tubuhnya jadi gemetar ketakutan. Sagara yang suka menyakiti namun tidak pernah ingin pisah ranjang. Tiap malam Tiara sudah biasa tidur di dalam pelukannya. Perlahan Sagara menghampiri sang istri yang sedang duduk meringkuk diatas sofa. Tangannya dengan lembut mengusap puncak kepala istrinya. "Maafkan aku honey...., Aku terpaksa melakukannya, karena kamu membuatku marah." ucapnya lirih. "Cih....!! Alasan..., Dasar manusia kejam tidak berperasaan." batin Tiara. Ia tidak Sudi menatap wajah suaminya. Rasanya sudah muak, ingin sekali meludahi ke wajah tampan itu. Namun Tiara tidak mungkin berani melakukan hal itu. Tidak akan bisa melawannya secara fisik. "Honey....., Tolong jangan membenci perbuatanku. Mengertilah......., Aku melakukan ini semua agar kamu tidak lagi lari dariku. Aku sangat mencintaimu sayang." ucap Sagara, lalu kedua lengannya merangkul tubuh Tiara, Sagara memeluk erat istrinya, berkali-kali ia menciumi keningnya juga. "Omong kosong, bagaimana mungkin aku tidak membencimu, kalau kamu terus menyiksaku seperti ini." ucap batin Tiara. Selalu saja begini, setelah puas memberikan siksaan. Sagara selalu datang padanya, lalu meminta maaf dengan lembut. "Besok akau akan belikan kamu banyak perhiasan dan juga tas mewah. Kamu bebas pilih apapun yang kamu sukai, Semua hartaku adalah milikmu juga sayang." bisik Sagara, dengan nada menggoda. Namun Tiara tidak bereaksi sama sekali. Tidak ada lagi kesenangan memiliki barang-barang mewah. Kalau hampir tiap hari di perlakukan kejam oleh suaminya. "Aww...!!" Tiba-tiba Tiara meringis, saat betis yang terluka itu di sentuh oleh ujung jemari suaminya. "Aku benar-benar minta maaf, aku janji...., tidak akan kuulangi lagi. Tapi kalau kamu juga mau berjanji tidak akan berusaha kabur dariku." ujarnya sambil menatap sendu pada Tiara. "Bullsh*t.....!!!" monolog Tiara. Selang beberapa waktu kedua mata Sagara terus menyapu penampilan istrinya yang hanya mengenakan gaun tipis. Hasrat Sagara pun muncul, kemolekan tubuh istrinya tidak bisa ia hindari. Sagara mulai membuka kancing kemejanya di hadapan Tiara. Glek...!! Tiara langsung sadar suaminya mau berbuat apa, jiwanya pun menjadi panik, apalagi sudah melihat tonjolan diantara kaki Sagara. "Tunggu...!! Aku gak mau melayani kamu malam ini..!! Betis kakiku masih sakit..!!" Tiara memohon ketakutan. Sagara tersenyum sinis. Ia tidak peduli dengan keadaan sakit istrinya. "Buka saja kakimu, turuti perintahku." ucapnya dengan sorot mata yang dingin. Membuat Tiara bergidik takut. Tiara sudah tau kalau ia menolaknya, maka dirinya akan kembali di siksa seperti tadi dan mungkin bisa lebih parah. Tidak ada pilihan lain. Percuma melawan, ia harus menuruti semua kemauan suami yang suka tantrum ini. "Uuhh..!!" Tiara tidak berdaya saat jemari suaminya mulai menyentuh intinya. Lalu bergerak memporak-porandakan bagian sempit itu, hingga menjadi sangat basah. Ditengah ketidakberdayaan sang istri, Sagara terus merangsang tubuh Tiara secara paksa. Tiara hanya bisa menangis hingga tubuhnya menjadi lemas. Pakaiannya di lucuti, tubuhnya berbaring polos diatas ranjang. Seketika kedua kakinya dibuka lebar, lalu Sagara segera melakukan penyatuan. Tiara menjerit sakit saat benda perkasa milik Sagara menancap sempurna kedalam intinya. Penyatuan ini tidak lagi senikmat dulu, seperti saat Tiara pergi berbulan madu. Tiara masih mengingat jelas, kelembutan Sagara di malam pengantinnya. Ada perasaan bahagia yang tidak bisa tergambarkan di hati. Pria ini begitu mencintai dan memuja dirinya. Memperlakukannya seperti seorang ratu. Namun itu semua sudah berlalu. Tidak lagi seindah dulu. Beberapa bulan ini, Sagara selalu melakukannya dengan emosi kemarahan yang membuncah. Ia memompa tubuh kecil istrinya dengan ganas, Tiara menangis kesakitan, menahan menjerit di tenggorokannya yang kering. Tiara hanya bisa pasrah sambil memandangi langit-langit kamarnya, penglihatannya berkabut karena air matanya terus mengalir keluar dari kedua sudut mata. Ia tidak mau melihat wajah suaminya, ia merasa sangat takut. Sagara terus saja menanam benihnya, entah sudah yang ke berapa kali. Cairan putih itu masuk memenuhi rahim Tiara sampai meluber membasahi ranjang, tubuh mereka berdua penuh peluh, kaki Tiara pun tidak bertenaga lagi, sekujur tubuhnya gemetaran karena terus dipaksa melayani. Setelah merasa puas, Sagara meninggalkan istrinya terbaring lemas begitu saja, lalu ia masuk ke kamar mandi. "Hiks...Hiks...hiks.." Tiara terus menangis meringkuk diatas ranjang, menutupi tubuh polosnya dengan selembar selimut. Rasa benci pada suaminya semakin kian bertambah, Tidak ada kebahagiaan pernikahan seperti saat mereka baru menikah, Sagara telah menyakiti istrinya luar dan dalam. "Ssshhh..." Tiara meringis kesakitan, bagian kewanitaannya terasa begitu perih, saat suaminya melakukan tindak pelecehan pada dirinya. Tiara merasakan sakit yang luar biasa, lebih sakit dibandingkan malam pengantinnya. "Aku ingin mati saja...." lirihnya. Bersambung~Tut....Tut...Tut....Tut. suara alat rekam jantung di rumah sakit, Roger terbaring lemah di ranjang rumah sakit, untuk bernafas saja butuh tabung oksigen, pelan-pelan ia membuka kelopak matanya, lalu melihat sekeliling. Matanya membulat saat melihat sosok mantan istrinya duduk di sebelah sedang menatapnya sinis, "Ini di rumah sakit!! Apa Anakku sudah di tangkap polisi? Apa yang sebenarnya terjadi?" ucapnya pelan menatap Grace mantan istrinya. "Kamu ini!! Semakin tua malah semakin jahat!! Tega sekali kamu, ingin memenjarakan putramu sendiri, apa kau sudah tidak waras...!! Mau membunuh menantu juga cucumu!!" umpat Grace dengan kemarahan membuncah. Ingin sekali ia mengakhiri kehidupan si tua bangka yang sedang tidak berdaya ini, agar tidak lagi-lagi mengganggu kehidupan pernikahan putranya. "Apa maksudmu! Sagara tidak jadi dipenjara!" ujarnya dengan suara parau. BUGH...!! Grace memukul perutnya dengan keras Tit....tit....tit.....tit....tit!!! Alat rekam jantung langsung b
Mobil sedan di laju dengan kecepatan tinggi, Alfred berupaya sampai secepatnya mungkin di rumah sakit terdekat. Tiara menggigit bibirnya, mencoba menahan rasa sakit yang semakin intens. "Aaaggh... Sakit sekali." pekik Tiara, berkeringat sangat banyak. Sagara pun panik, ia terus menggenggam erat tangan Tiara. "Tenang, Honey, sebentar lagi akan sampai..." ucap Sagara dengan suara penuh ketegangan, hatinya terus berdebar-debar. Alfred memacu kendaraan menuju rumah sakit dengan hati yang cemas namun penuh harapan. Sepanjang perjalanan, Tiara menggenggam tangan Sagara erat, mencoba mencari kenyamanan dalam sentuhan suaminya. ***** Malam ini, Rangga, tengah menjalani shift malam di rumah sakit. Akhir-akhir ini baik pekerjaan dan hubungan dengan sang istri sedang berjalan dengan baik, Rangga bisa lembur seperti dulu, karena Sonya mulai sering menemani putrinya. Namun tiba-tiba telepon dari ruang perawatan datang. Kring... Kring... Kring... "Dokter Rangga!! Kami membutuhkan
"Teganya paman! Kenapa berbuat seperti ini!! dasar penghianat!!" teriak Tiara, saat di bawa paksa oleh paman Alfred untuk masuk ke dalam bangunan istana Roger. "Ssstt... Maafkan paman Tiara, paman terpaksa melakukan ini semua, tolong jangan melawan dan banyak bergerak, ingat kondisi bayi dalam perutmu." ujar Alfred mengingatkan. "Hiks hiks hiks." Tiara terus menangis, berharap sang paman bisa menolong suaminya. Eh!! dirinya malah terjebak, ternyata paman Alfred kembali berpihak pada ayah mertuanya yang bejat, dan itu semua ia lakukan demi harta kekayaan yang dijanjikan oleh Roger. Sangat tidak di sangka-sangka jerat harta kekayaan memang bisa mengubah hati dan pikiran seseorang yang tadinya baik jadi nekad. Sambil menahan Tiara di ruangan lain, Alfred menghela nafas panjang, saat ini Tiara sangat membencinya, namun ya... terpaksa ia lakukan, hanya untuk sementara waktu, kalau bukan karena Sagara yang merancang semua rencana ini, ia tidak akan mau terlibat lagi dengan rencana ja
Kediaman Roger yang bagaikan sebuah istana kerajaan, pilar-pilar menjulang tinggi di sepanjang lorong pintu masuk rumahnya, suasana gelap dan dingin, tidak ada kehangatan di rumah ini. Tuk...tuk...tuk. Suara tongkat Roger, karena kondisi kesehatan yang semakin memburuk kini dirinya harus berjalan dengan menggunakan tongkat. Lalu keempat bodyguard bertubuh besar mengikutinya di belakang, dua diantaranya sedang menggotong tubuh putranya yang masih pingsan. "Beraninya dia mengelabui ku selama ini, dasar anak tidak tahu diuntung!!" pekiknya sembari memasuki sebuah ruangan kamar. Bruk...!! Tubuh Sagara di jatuhkan di lantai, Roger duduk di kursi sambil memandangi putranya dengan perasaan marah, sudah lama ia menahan diri untuk merasakan momen ini, kalau bukan karena Alfred ia tidak akan menahan dirinya. Beberapa saat... Sagara mulai membuka kelopak matanya pelan-pelan, saat kesadarannya kembali, ia mengerejap berkali-kali mencoba menetralkan penglihatannya. Sungguh terkejut
Waktu berlalu cepat, kini usia kandungan Tiara mulai memasuki usia 9 bulan, perutnya sudah sangat besar, ia menikmati masa kehamilannya dengan damai bersama suami, satria dan keluarganya. Layaknya sebuah keluarga yang bahagia tanpa ada gangguan. "Halo adik cantikku..., jangan lama-lama di dalam, kamu tidak pegal di dalam sana, pasti sempit kan, lebih baik temani kakakmu main puzzle disini..." celoteh Satria, terus saja berbicara pada adiknya sambil mengelus perut ibunya. "Sabar nak, bulan depan, adikmu baru keluar dari perut mama, sayang." Tiara tertawa geli, gemas sekali melihat tingkah lucu Satria yang penuh semangat menyambut adik perempuannya. "Satia udah gak sabar mama, bosen main sendirian terus, papa juga sibuk kerja, mama juga gak bisa temani Satria main gara-gara dedek bayi masih di dalam perut," keluh Satria, mengerutkan dahi. "Sabar ya Nak, Papa kamu lagi ada proyek besar, kalau kamu bosan kamu kan bisa ajak teman sekolahmu main kesini atau kamu main ke rumah dia, na
BUGH...!! BUGH...!! BUGH...!! Sagara dan Rangga saling baku hantam. "Hentikan aduh!!" teriak Tiara yang panik, mau melerai tapi takut, karena dirinya sedang hamil. "Huhuhu, huaa...hiks." Satria menangis sambil memeluk ibunya. Sonya segera mencari petugas hotel, meminta bantuan agar ada yang memisahkan mereka. "Apa sih masalahmu!" kedua tangan Sagara menahan kepalan tangan Rangga yang mau mendarat di wajahnya. Rangga yang tidak menyerah menjatuhkan diri, lalu keduanya berguling-guling di lantai. BUGH!! Kali ini Sagara berhasil menghajar balik Rangga. Rangga terhuyung lalu berusaha berdiri, "Kamu gak pantas, untuknya...!!" teriak Rangga, menatap Sagara dengan penuh kebencian. "Apa hak-mu melarang Tiara rujuk lagi denganku, terimakasih kamu sudah berselingkuh, aku dan Tiara jadi bisa menikah!" umpat Sagara. "Aaagghh!!" teriakkan kekesalan Rangga membuncah, dengan cepat menyerang balik orang yang paling ia benci. "Uugghh...!! Sagara berhasil menangkis pukulan, n