Share

Bab. 7 Tidak Mau Pulang

Alyssa memekik terkejut melihat chat suaminya. Banyak sekali chat yang semuanya adalah dari para istri, wanita simpanan, rekan bisnis dan satu nomor yang sangat menarik menurut Alyssa.

"Freza? Siapa Freza?" tanya Alyssa pada dirinya sendiri.

Alyssa mulai membaca chatingan antara suami dan sosok yang bernama Freza itu.

"Astaga ... Apa maksudnya gadis perawan setiap malam Jum'at Kliwon?" gumam Alyssa lagi. Dia tidak mengerti apa arti gadis perawan itu. Di dalam chatingan itu sang suami meminta pada orang yang bernama Freza itu untuk menyediakan seorang gadis perawan.

Alyssa semakin penasaran, dia pun lanjut baca lagi hingga chatingan sampai bawah.

Tidak berapa lama kemudian, masuk lagi chat dari beberapa nomer yang baru. Alyssa yang berhasil menyadap aplikasi hijau sang suami merasa senang dengan keberhasilannya.

"Banyak sekali nomer baru yang masuk, siapa mereka?" gumam Alyssa dia tidak berani membuka chat itu. Alyssa tidak ingin Gio curiga kalau aplikasi hijau itu disadap olehnya.

Setelah menunggu beberapa menit, Alyssa wanita dengan kecerdasan tinggi itu tersenyum membaca chat tersebut. Ternyata itu adalah pesan dari para istri Gio yang ganti nomer.

"Apa Gio tidak pusing dengan keinginan semua istrinya seperti ini? Tapi asal ada uang maka tidak akan pusing lagi. Dunia memang dinilai dengan seberapa banyak uang yang dimiliki."

Tak ... Tak ....

Suara langkah dengan sepatu dengan hak tinggi datang, Alyssa menyimpan ponselnya di balik selimut lalu dia pura-pura tidur.

"Alyssa, kau tidak perlu pura-pura tidur, aku tahu itu. Aku sudah lama sekali mengenalmu, jadi jangan pura-pura lagi!" ucap seorang gadis yang menjadi sahabat Alyssa.

"Ruri?! Kau ada di sini!!" pekik Alyssa menyibak selimut yang ia pakai.

"Hmm ... Maaf, aku baru bisa menjenguk sekarang. Semenjak kabar mu pingsan itu banyak sekali orderan yang masuk," ucap Ruri--sahabat Alyssa yang merupakan seorang desainer.

"Tidak apa- apa, Ruri. Aku paham kau adalah seorang desainer full job. Aku saja iri dengan mu, kapan aku bisa seperti dirimu ini. Sudah cantik, pandai, dan kaya! Idaman semua laki-laki," puji Alyssa pada sahabatnya itu.

"Lysa. Kau kan juga pandai membuat desain. Kau pasti bisa membuat desain baju atau apapun yang punya nilai jual tinggi dan kamu bisa kok titipin ke aku biar aku buatkan. Kau cukup buat desainnya saja, nanti biar aku yang proses agar bisa menjadi barang sesuai keinginan mu," ucap Ruri dengan senyum yang memukau.

"Benarkah? Tapi aku takut menyaingi mu nanti," imbuh Alyssa.

"Aku mendesain baju. Kau bisa mendesain tas atau sepatu. Dengan begitu kita bisa bekerja sama. Bagaimana?" Ruri memberi semangat pada sang sahabat agar bisa memiliki penghasilan sendiri.

"Bagus juga kalau kita bikin tas dan sepatu lengkap dengan bajunya. Pasti para pemburu style akan suka karena bisa satu paket." Alyssa membayangkan dia bisa menciptakan tas dan sepatu sesuai dengan baju yang dibuat oleh Ruri.

"Tepat sekali. Kita akan bekerja sama. Dan kau akan menjadi desainer sepatu dan tas yang ternama. Kamu harus bisa buktikan pada Gio bahwa kamu adalah wanita mandiri yang tidak bergantung pada diri Gio."

Ruri menatap Alyssa dengan tatapan yang penuh semangat berjuang. Semua keluh kesah Alyssa pasti akan terjawab seiring berjalannya waktu.

"Kau benar, Ruri. Kelak jika aku harus berjuang sendiri maka aku akan punya tabungan untuk menyambung hidup. Jujur aku tidak bisa hidup seperti ini terus. Setiap kali harus berbagi cinta, berbagi tubuh, harus siap ditinggalkan saat kita sedang membutuhkan perhatian pasangan."

Alyssa menunduk karena tidak sanggup lagi menahan air mata yang berontak ingin keluar. Ruri menepuk bahu Alyssa untuk menenangkannya.

"Tenang, Alyssa. Kau harus bisa mengontrol dirimu sendiri. Kau harus bisa bermain cantik agar semua yang kau rencanakan bisa berjalan dengan mulus. Jangan menyerah karena belum waktunya untuk menyerah!" tandas Ruri memberikan semangat berjuang pada Alyssa.

Alyssa dulu sering bercerita pada Ruri tentang keinginannya saat memiliki suami kelak. Dengan memiliki suami, Alyssa ingin ada sosok yang akan siap menjadi tempatnya untuk bertukar pikiran, meminta pendapat dan ada teman untuk bercerita tentang masa depan.

"Baiklah, Ruri. Tapi kau harus berjanji padaku untuk tidak meninggalkan aku. Hanya kau yang aku miliki sekarang. Kelak jika aku sudah sukses aku akan pergi dari kehidupan Gio!" kata Alyssa dengan berapi-api. Dia ingin berjuang untuk bisa lepas dari cengkeraman Gio.

Ruri memeluk sahabatnya itu dengan penuh kasih sayang. Dia juga merasa kasihan pada sang sahabat yang kena tipu lelaki seperti Gio. Dulu Gio datang dalam kehidupan Alyssa dengan mengaku kalau dirinya duda. Berbagai upaya Gio lakukan untuk mendapatkan hati Alyssa.

Tidak berapa lama kemudian seorang perawat datang ke kamar Alyssa. "Maaf, Nona. Jam berkunjung sudah habis. Waktunya pasien untuk beristirahat," ucap sang perawat dengan tersenyum ramah pada Ruri dan Alyssa.

"Baiklah, Sus. Saya akan segera pergi biar sahabatku ini bisa beristirahat dengan tenang tanpa gangguan dari saya." Ruri mengambil tasnya yang ia taruh di meja dan berpamitan pada Alyssa.

"Alyssa aku pulang dulu. Besok akan aku sempatkan datang ke sini lagi kalau kau belum boleh pulang. Kabari aja kapan kau pulang ke rumah barumu itu," ucap Ruri setengah menggoda Alyssa.

"Baiklah, aku tunggu kabarmu. Jangan sampai kau lupa dengan apa yang kau janjikan padaku! Aku ingin hidup bebas lepas dari mas Gio!"

"Sabar, Sayang. Aku pasti akan memenuhi janjiku. Selamat Tinggal," ucap Ruri memeluk Alyssa.

Ruri pun meninggalkan Alyssa yang menatap punggung sang sahabat dengan senyum yang mengembang. Semakin bulat tekad Alyssa untuk berpisah dengan Gio.

Tidak lama Ruri pulang, beberapa suster datang. Mereka mengatakan bahwa Alyssa bisa pulang sore ini.

"Apa?! Saya boleh pulang, Sus? Tapi kan masih nyeri, Sus! Bagaimana nanti kalau suami saya akan melakukannya lagi!" protes Alyssa dia masih takut jika Gio memaksakan diri lagi kepadanya, sedangkan dirinya masih merasakan nyeri di bagian inti kewanitaannya.

"Ada apa ini, Sus?" seorang dokter tampan dengan jamang tipis masuk ke dalam kamar Alyssa karena mendengar keributan.

"Maaf, Dok. Saya hanya ingin menyampaikan pada pasien kalau pasien bisa pulang jika menghendaki pulang. Akan tetapi pasien marah karena dia tidak ingin pulang, Dok." Sang suster menjawab dengan menundukkan kepalanya. Dia tahu sedang berbicara dengan siapa. Sosok dokter yang menjadi kepala direktur rumah sakit.

Dokter itu melangkah mendekati Alyssa yang tidur memunggungi arah suster.

"Nyonya ...." ucap sang dokter ingin berbicara dengan Alyssa.

"Tidak, Dok. Saya tidak mau pulang! Saya mau di sini!" seru Alyssa tetap tidak mau menoleh ke arah dokter.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status