Home / Romansa / Aku Bukan Mesin Pencetak Uang / POV Bu Retno (Ibu Mertua)

Share

POV Bu Retno (Ibu Mertua)

Author: Ayu Kristin
last update Last Updated: 2022-10-04 17:12:50

"Benarkah Dania? Ibu senang sekali mendengarnya. Alhamdulillah, doa-doa ibu akhirnya di dengar oleh Allah. Kamu bisa jadi seorang penulis sukses!" ucapku pada Dania saat ia menceritakan kesuksesannya menjadi seorang penulis.

"Terima kasih, Bu!" balas Dania menjatuhkan pelukan pada tubuhku untuk sesaat.

Tidak sulit rupanya mengambil hati Dania. Gadis Yatim piatu yang Adam nikahi ternyata ada gunanya juga. Sifatnya yang tidak tegaan membuatku dapat dengan mudah menjadikannya sapi perah. Hanya tinggal bermodal air mata palsu, Dania pasti akan memberikan apa yang aku minta.

Tetapi entah mengapa belakangan ini, Dania sedikit berubah pelit tidak seperti biasanya. Biasanya dia tidak pernah menanyakan kegunaan uang yang aku minta darinya. Tapi kali ini, setiap aku meminta uang, Dania pasti akan bertanya sampai detail kegunaan uang itu. Membuatku samakin kesal dan harus mencari alasan yang pas untuk meminta uang pada Dania.

"Banyak sekali, Bu!" Wajah Dania berubah menjadi kesal yang tertahan.

"Iya Dania, ibu harus segera melunasi hutang itu, atau ...!"

Lagi-lagi aku harus mengeluarkan jurus welas asihku di depan Dania. Air mata yang berlinang dan mengalir deras.

Dania nampak menghela nafas panjang. "Aku hanya bisa memberikan ibu uang dua juta saja. Sisanya aku tidak punya," jawab Dania membuatku meradang.

"Bagaimana bisa, Dania. Ibu kan butuh tiga juga!" Aku menaikan nada suaraku, kesal.

"Bu, ibu harus menghentikan kebiasaan ibu yang suka hutang sana sini. Kan aku sudah bilang, aku sudah tidak menulis lagi, Bu!" ucap Dania dengan wajah kesal setelah menyodorkan uang pemberiannya di atas meja.

Aku mendengus kesal. "Memangnya Dania kira aku tidak tau apa, kalau dia masih menulis, semua tetangga rumah juga tau tulisan Dania. Awas saja kamu, Dania!" gerutuku kesal.

Gaya hidupku yang tinggi membuatku harus galih lubang tutup lubang sana sini. Semua orang di kompleks ini tau, sekalipun aku adalah seorang janda. Tapi aku adalah janda yang mapan. Bagaimana tidak, Adam anak pertamaku memiliki beberapa usaha, meskipun setiap usaha yang ia jalankan selalu membawa kabar buruk. Memang sepertinya nasib sedang tidak berpihak pada Adam. Tapi beruntungnya dia memiliki istri seperti Dania. Otak gadis itu sangat cerdas sekali, dia bisa membuktikan bahwa tanpa bekerja ke luar rumah dia masih bisa menghasilkan uang.

Sementara Rico. Dia adalah anak bungsuku yang bekerja sebagai ASN di pusat kota. Tapi gaya hidupnya yang berlebihaan, gajinya satu bulan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Dan lagi-lagi aku lah yang jadi sasaran empuk Rico untuk menutupi kebutuhan dan gaya hidupnya.

"Tolong, Bu Retno boleh nggak, aku meminjam uang!" seorang sahabat tiba-tiba datang menghampiriku.

Aku mengeryitkan dahi menatap pada sahabatku itu. Selalu aku menjadi sasaran empuk mereka di saat mereka tidak memiliki uang.

"Beberapa Yu Sri?" tanyaku sangtai. Aku harus menjadi orang baik di mata semua orang. Ibu Retno yang mapan dan dermawan.

"Satu juta saja, Bu Retno. Tolong ya!" mohon Yu Sri, temanku pengajian itu.

Akhirnya, aku pun memberikan uang yang Dania berikan padaku beberapa saat lalu pada Yu Sri.

"Terimakasih Ya, Bu Retno, seminggu lagi pasti aku akan kembalikan!" ucapnya sebelum berpamitan dari rumahku.

"Iya santai saja!" balasku tersenyum kecil.

"Dasar, hutang yang kemarin saja belum kamu bayar. Pakai janji minggu depan segala," gerutuku kesal. Bagaimana tidak, uang yang rencananya akan aku belikan perhiasan baru malah di embat tetangga sialan itu.

"Nasib, Nasib!

****

Dadaku bergemuruh, sudah sering kali aku melihat Dania bertengkar dengan Adam hanya karena aku sering meminta uang kepadanya. Dan kali ini aku tidak akan membiarkan Dania kelewatan pada Adam. Aku yakin, Adam juga pasti sependapat denganku. Karena Adam adalah anak yang sangat menurut sekali padaku.

"Besok Adam akan mengurus semua surat-surat cerai kalian," sentakku dengan nada kesal.

"Baiklah, aku tunggu, Mas!" Dania angkat kaki dari rumahku setelah aku mengusirnya. Biarkan saja, toh sekarang Dania juga sudah tidak memiliki uang lagi, dia kan sudah miskin. Lagipula, apa gunanya juga memiliki menantu mandul seperti Dania.

Adam membisu dengan wajah datar menatap pada Dania yang berlalu.

"Sudah Adam, biarkan saja istrimu yang berani' itu pergi. Nanti ibu akan mencarikan kamu istri yang kaya dan penurut!" hiburku pada Adam yang masih mematung.

***

Sebuah mobil berhenti di depan halaman rumah. Aku yang mendengar suara derunya segera berlari keluar.

"Halo ibu!" sapa Rico anak bungsuku yang keluar dari dalam mobil mewah yang berada di luar rumah.

"Rico, mobilnya bagus sekali!" Mataku seketika berbinar. Kuusap lembut bagian depan mobil yang berada di depan halaman rumah.

"Bagus kan, Bu?" tanya Rico tersenyum bangga.

"Bagus, Co! Ini mobil kamu?" tanyaku penasaran pada anak bungsuku. Siapa tau dia dapat warisan dari orang tua Risa.

"Bukan, Bu! Ini mobil Kakaknya Risa," balas Rico.

Aku mendengus halus, "Heleh, ibu kira ini mobil mertua kamu!" balasku dengan nada lesu.

"Hehehe ... !" Rico meringis.

"Ya sudah, yuk kita jalan-jalan!" ajakku pada Rico.

"Jalan? Kemana Bu?" Rico menaikan kedua alisnya menatap heran padaku.

"Keliling kompleks aja!" balasku tersenyum kecil, dengan sebuah ide yang menari-nari di dalam benakku.

Semua tetangga berdecak kagum padaku saat melihat aku yang berada di dalam mobil itu. Aku pun tidak lupa menyapa mereka dengan sangat ramah sekali.

"Mobil baru ya, Bu Retno?" tanya seseorang padaku saat aku melihat di depan rumahnya.

"Alhamdulillah, iya!" sahutku sebelum Rico kembali melakukan kemudinya mengelilingi kompleks.

"Kenapa ibu bilang ini adalah mobilku?" Rico menautkan kedua alisnya.

"Biarkan saja, memangnya mereka tau!" decihku.

"Terserah ibu saja, deh!"

Mobil yang Rico bawa harus melewati pusat kota. Sebagian dari permintaanku juga. Rasanya, jika hanya berkeliling di sekitar kompleks, aku masih kurang puas.

"Rico, Rico, berhenti!" seruku pada Rico saat melihat seorang wanita yang berada di sebuah toko bunga.

"Ada apa, Bu?" tanya Rico memelankan mobilnya memfokuskan pandangannya sama sepertiku.

"Ada Dania!" jawabku tanpa menoleh.

"Lalu!" Rico menatapku heran.

"Udah diem, ibu mau pamer sama dia, dikiranya dengan dia menjual mobilnya. Kita tidak bisa naik mobil lagi apa?" desisku kesal.

Rico menurut, ia memberhentikan mobilnya di depan toko bunga tempat Dania berada. Aku segera turun, melihat Dania yang sedang asyik memilih bunga.

"Lima juta, Mbak!" jawab penjaga toko pada Dania yang mengangkat sebuah bucket bunga mawar.

"Kamu tidak akan sanggup membayarnya, Dania!" selorohku melepaskan bara api pada Dania.

"Berapa Mas tadi?" tanyaku pada penjaga toko memasang wajah' sombong bak orang kaya.

"Lima juta, Bu!" sahutnya.

Aku tergelak, sekilas menatap pada wajah Dania yang berubah. "Dania, uang sebanyak itu lebih baik kamu pakai untuk hidupmu. Kasiankan sebentar lagi anakku akan menceraikan kamu!" hinaku.

"Ada apa ini, Dania?" seru seorang lelaki dengan kaca mata besar dari dalam toko bunga.

"Tidak apa-apa, Mas!" lirih Dania hampir tidak terdengar.

"Ya sudahlah, selamat menikmati hidupmu yang menyedihkan, Dania!" ucapku saat aku melewati Dania lalu masuk ke dalam mobil.

****

Bersambung ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aku Bukan Mesin Pencetak Uang   Bab 43

    Bugh."Ray!" Dania memekik. Tubuh Adam tersungkur di samping bangku. Setelah bogem mentah Rayyan hadiahkan tepat pada wajahnya. Wajah Adam sampai berpaling, saking kuatnya pukulan yang Rayyan hadiahkan.Dada Rayyan bergerak naik turun terbakar amarah. Sorot matanya tajam, seperti ingin menguliti mantan suami Dania hidup-hidup."Kamu sudah gila ya, Ray!" Dania memekik. Ia membantu Adam bangkit. Seketika seluruh pasang mata di cafe itupun menatap pada keributan yang terjadi."Iya, aku memang gila! Aku gila karena kamu!" Rayyan menaikan satu oktaf nada suaranya. Tatapan tajamnya beralih pada Dania. Hati Rayyan makin panas melihat Dania membantu Adam. Bak bara api yang disiram dengan minyak tanah. Kecemburuan Rayyan semakin membara."Mas, kamu tidak apa-apa, kan?" Dania mengabaikan Rayyan. Ia menatap khawatir pada sudut bibir Adam yang berdarah. Ada sedikit robekan di sana."Aku tidak apa-apa Dania." Angga mengusap sudut bibirnya sendiri. Menepis tangan Dania yang hendak menyentuh bagian

  • Aku Bukan Mesin Pencetak Uang   Salah Sangka

    "Ray!" sentak Dania merobek kertas undangan bersampul merah muda itu di depan wajah Dania. Ekspresi kesal seketika tampak pada wajah Dania."Apa-apaan kamu, Ray?" Dania menaikan nada suaranya.Rayyan menarik sebelah sudut bibirnya tersenyum sinis. "Tidak ada pesta pertunangan apalagi pernikahan!" cetus Rayyan bersungguh-sungguh.Dania tidak bergeming melipat kedua tangannya di depan dada, menatap datar pada Rayyan."Berhentilah mengangguku. Hubungan kita sudah selesai!" tegas Dania penuh penekanan. Membalas tatapan tajam mata Rayyan.Dania melangkahkan kakinya. Lagi-lagi Rayyan menjegal pergelangan tangannya."Pergilah bersamaku!" ucap Rayyan menatap serius.Dania menghempaskan kasar tangan Rayyan hingga cengkraman tangan itu terlepas."Jangan gila, kamu Ray!" sentak Dania mendelik sesaat pada Rayyan."Aku serius, Dania!" Ray mengajar Dania yang meninggalkannya."Dania tunggu!" Rayyan mengikuti langkah cepat Dania. Tetapi wanita cantik itu sama sekali tidak peduli.Adegan saling kejar

  • Aku Bukan Mesin Pencetak Uang   peringatan

    Rayyan menjatuhkan tatapan dingin. Membuat tubuh Dania membeku seketika. Degupan jantung Dania memompa lebih cepat, hingga terdengar oleh telinganya."Saya pamit dulu, Bu!" lirih Lusi memutar tubuhnya cepat. Melangkahkan kakinya menuju ke arah pintu tempat dimana Rayyan berdiri. Sadar jika suasana tidak sedang bersahabat.Dania mematikan layar laptop. Berjalan dengan langkah penuh ketegasan menuju ke arah pintu. Memasang wajah sedatar mungkin. Saat ia melewati Rayyan, lelaki itu menjegal pergelangan tangannya.Sontak Dania menoleh pada Rayyan yang juga sedang menatap ke arahnya. Tatapan dingin dan menghunus.Rayyan menarik tubuh Dania. Memaksa Dania masuk kembali ke dalam ruangannya. Saat Rayyan hendak menutup pintu, seorang pegawai muncul di hadapannya."Ibu Dan ...!" Lelaki berjas hitam itu menjeda ucapannya. Sorot mata tajam Rayyan membuat nyali lelaki itu menciut."Ma ...!""Ada apa Pak Ilham?" Dania menarik kasar pergelangan tangannya dari cengkraman Rayyan. Sempat terlepas, namu

  • Aku Bukan Mesin Pencetak Uang   Bab 40

    Dania tertegun cukup lama. Ia dapat merasakan jika matanya mulai memanas. Perlahan tapi pasti pandangannya mulai kabur."Saya akan memberikan anda waktu dua puluh empat jam. Jika anda sudah memutuskannya. Anda bisa menghubungi saya kembali."Dania bisa sedikit bernafas lega. Meksipun tidak sepenuhnya sesak meninggalkan dadanya.Sebelum air mata kekalahan jatuh membasahi pipi. Dania bergegas bangkit dari bangku yang berada di depan meja kerja Tuan Ram."Secepatnya saya akan memberitahu pada anda, Pak!" lirih Dania. Suaranya bergetar seperti sedang menahan tangisan. Langka kakinya gontai berjalan menuju ke arah pintu._____Tangis Dania pecah. Bulir air mata mampu membuat bantal yang membuatnya nyaman menjadi basah kuyup.Baru saja Dania diterbangkan ke awang-awang oleh takdir kehidupan. Kini ia harus jatuh tersungkur di dasar bumi yang paling dalam. Ia harus memilih antara dua hal yang sangat berarti di dalam hidupnya. Cinta atau keriernya yang mulai bersinar.Sakit. Sesak, hancur. Itul

  • Aku Bukan Mesin Pencetak Uang   Keluarga Rayyan

    Suara derap langkah kaki memecah keheningan. Dania menoleh pada sosok lelaki yang muncul dari ujung lorong. Berlari dengan langkah terrgesah-gesah. Diikuti oleh seorang wanita bertubuh ramping, yang belum pernah sekalipun Dania lihat. Ia menduga jika wanita itu adalah ibu dari Rayyan, istri dari Tuan Ram. “Dania, apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana dengan keadaann Ray?” Tuan Ram memberondongi Dania dengan pertanyaannya. Kekhawatiran terlukis jelas dari wajah Tuan Ram. Dania terisak. Ia sangat menyesal sekali sudah mengajak Rayyan untuk menolong Nadia. “Ray masih ada di dalam ruangan, Pak!” lirih Dania dengan suara berat. Derai air mata jatuh membahasi pipinya.Wanita yang berdiri di samping Tuan Ram mendadak menjatuhkan tubuhnya pada bahu Tuan Ram. “Ya Tuhan, bagaimana dengan anakku!” lirih Ibu Siska, terisak. Tuan Ram mengusap lembut bahu istrinya. “Tenanglah, Ma, Ray pasti akan baik-baik saja,” ucap Tuan Ram mencoba untuk menenangkan. Menuntun wanita yang seketika terisak itu

  • Aku Bukan Mesin Pencetak Uang   penculikan

    "Diam atau aku akan mencium kamu!" desis Rayyan setengah berbisik saat Dania akan membuka mulutnya.Mata Dania membulat penuh. Mulutnya kembali mengatub. Kata-kata yang telah tersusun kembali tertelan."Tapi, Om Ram bilang ...!" ucap Maria terbata. Wajahnya tampak terkejut."Iya, aku memang belum membawa Dania ke rumah. Tetapi Papa sudah kenal baik dengan Dania. Dia ini adalah penulis terbaik di Indonesia. Beberapa bukunya juga sudah difilmkan oleh perusahaan Papa." Rayyan menatap pada Dania yang sedang memaksakan senyuman pada bibirnya."Iya kan, sayang?" Rayyan menarik tubuh Dania semakin mendekat. Hingga pelukannya semakin erat."I-iya!" balas Dania terbata.Wajah wanita berambut kecoklatan itu seketika berubah. "Oh, begitu! Baiklah," balas Maria melirik sinis pada Dania."Kalau begitu aku pergi dulu!" lirih Maria terdengar lesu. Wanita dengan body seperti foto model itu membalikan tubuhnya berjalan menuju ke arah pintu kafe.Dania mendorong tubuh Rayyan. Hampir saja lelaki itu ter

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status