Share

Desakan

Author: Ayu Kristin
last update Huling Na-update: 2022-10-11 15:17:04

Aku segera masuk ke dalam mobil. Sesaat memperhatikan seorang lelaki yang menghampiri Dania. Dalam hati aku tertawa puas. 'Dasar, dikiranya mencari suami sebaik Adam itu muda. Tuh, juga cuma pria culun yang mendekatinya. Aku sumpahin semoga tidak ada yang mau menikahi, Dania!"

"Bu, ibu kenapa senyum-senyum sendiri itu?" seloroh Rico membuatku terkejut.

"Apa sih!" Aku menepuk paha Rico yang mulai melajukan kemudi.

"Iya, ibu kenapa senyum-senyum sendiri? Ibu baik-baik saja kan?" Sekilas anak bungsuku menatapku penuh selidik.

"Iya, ibu baik-baik saja kok!" balasku.

"Tapi, kayaknya ibu senang sekali? Gara-gara bisa menghina Kak Dania ya?" Rico menjatuhkan tatapan menuduh padaku.

"Sembarangan!" Aku menepuk paha Rico cukup keras, sesaat membuatnya mengaduh.

"Ibu senang, karena akhirnya ibu bisa memisahkan Abang kamu dengan Dania," balasku.

"Astaghfirullahaladzim!" Rico mengelus dada dengan mata membulat.

"Kenapa ibu setega itu?" Ucapan Rico semakin membuatku kesal saja.

"Itu adalah balasan yang setimpal untuk wanita yang suka mengatur-mengatur Abang kamu itu. Seenaknya saja dia mercuni Abang kamu untuk membenci ibu. Jelas-jelas ibu yang sudah melahirkannya. Bagaimana bisa coba!" gerutuku kesal.

"Ah, terserah ibu saja lah!" Rico kembali memfokuskan netranya pada jalanan yang berada di depan mobil.

****

Aku sudah menyiapkan semua berkas-berkas yang akan Adam gunakan untuk menggugat cerai Dania. Semakin cepat Adam berpisah akan semakin baik. Karena setelah itu aku akan mencarinya Adam calon istri yang lebih kaya raya lagi daripada Dania.

"Adam! Adam!" sergahku pada Adam yang terlihat sedang buru-buru sekali.

"Ada apa, Bu?" Adam menghentikan langkah kakinya di depan teras rumah lalu menoleh padaku.

"Kamu mau kemana?"

"Ke bengkel lah, Bu. Kemana lagi." Adam mengeryitkan dahi.

"Sekarang juga ganti bajumu, ada urusan yang jauh lebih penting daripada bengkel kamu." Aku menarik pergelangan tangan Adam masuk ke dalam rumah.

"Urusan apalagi, Bu?" gerutu Adam dengan wajah kesal.

"Urus surat cerai kamu dengan Dania. Ibu sudah tidak sudi memiliki mantu pembangkang seperti Dania."

Adam menghempas tanganku cukup kasar. "Bu, hari ini aku ada janji dengan pak Santoso. Dia akan mengambil mobilnya. Mengurus perceraian itu kan bisa nanti-nanti. Lagipula Dania juga sudah tidak ada disini," debat Adam semakin membuatku kesal.

"Adam, ibu mau sekarang juga kamu urus surat-surat itu. Memangnya kamu tidak sakit' hati apa, ibu yang sudah melahirkan kamu di injak-injak oleh istrimu yang durhaka itu." Aku terisak, agar Adam semakin percaya dengan ucapanku.

"Ibu tau, ibu hanya mengusahakan kalian. Tapi pada siapa lagi ibu harus meminta Adam. Jika kamu membela Dania, lalu ibu harus sama siapa?" decihku.

"Aku tau Bu, tapi jangan hari ini. Aku benar-benar ada janji. Kan bisa besok atau lusa."

Aku mendengus berat. "Baiklah, besok! Pokoknya besok kamu harus mengajukan gugatan cerai pada Dania. Lagipula untuk apa kamu memperhatikan wanita mandul seperti Dania itu," hinaku.

"Ibu, sudahlah! Jangan bicara seperti itu."

Adam terlihat tidak suka dengan ucapanku. Aku membuang wajahku sesaat dari tatapan Adam.

"Pokoknya segera ya, Adam. Biar Dania juga dapat dengan kencan dengan lelaki itu," imbuhku hendak berlalu.

"Maksud ibu?"

Suara terkejut Adam memaksaku menoleh kepadanya. "Memangnya kamu tidak tahu?" Aku menaikkan kedua alisku pada Adam.

"Kemarin ibu melihat Dania sedang bersama lelaki di sebuah toko bunga, tanya saja sama Rico jika tidak percaya," jelasku memutar tubuhku. "Dasar wanita murahan!" hinaku seraya berlalu.

****

POV Dania.

"Siapa tadi itu, Mbak?" tanya lelaki bernama Rian yang sesaat menoleh padaku kemudian kembali berfokus pada jalanan yang berada di depan mobil.

"Ibu-ibu tadi?" tanyaku menyakinkan.

Rian berdehem mengangguk lembut.

"Dia ibu mertuaku," balasku. Ibu benar-benar sudah mempermalukan aku di depan Rian dan penjaga toko tadi.

"Kenapa Mbak diam saja?" Kali ini lelaki berkacamata besar itu tidak menoleh padaku. Namun aku tau, pasti tadi dia melihat makian ibu padaku saat kami di toko bunga.

Kuulas senyuman kecil pada kedua sudut bibirku dan tidak berucap sepatah kata apapun.

"Oh, iya maaf, Mbak! Harusnya saya tidak bertanya terlalu jauh pada Mbak Dania tentang urusan pribadi, Mbak. Lagipula itu kan bukan urusan saya." Rian melemparkannya senyuman kecil padaku karena aku tidak menjawab pernyataannya.

"Hem ... Santai saja, aku baik-baik saja kok!" balasku tersenyum kecil, meskipun kejadian tadi tetap saja mengusik pikiranku.

"Oh iya, Mbak, besok pagi saya akan datang menjemput Mbak Dania lagi seperti perjanjian kita tadi," ucap Rian saat mobil yang ia kendarai hampir tiba di kantorku.

"Tidak, tidak usah, Mas! Biar besok saya berangkat sendiri saja," tolakku.

"Mbak Dania nggak usah khawatir, tadi kan Mbak Dania dengar sendiri apa kata Pak Ram."

Aku mendengus berat. Produser yang akan memfilmkan bukuku memang meminta supir pribadinya untuk menjemputku setiap kali kita akan berangkat syuting. Karena jarak tempuh ke lokasi syuting sangat jauh sekali.

"Baiklah, besok Mas Rian bisa datang ke kantorku," ucapku setelah Rian memberhentikan mobilnya di depan kantor.

"Baik Mbak, pukul tujuh saya sudah berada di sini," balas Rian tersenyum kecil.

*****

Tok! Tok!

Aku mendengar suara ketukan pintu dari luar rumah. Kulirik waktu sudah menunjukkan pukul tujuh kurang sepuluh menit. Aku bergegas menyemprotkan parfum pada tubuhku sebelum aku melangkahkan kaki keluar dari kamar. Bangunan berlantai dua yang aku sulap menjadi rumah' tinggal dan kantor. Karena rumah yang aku beli masih dalam tahap renovasi.

Tok! Tok!

Suara ketukan pintu yang berulang kali mempercepat langkah kakiku menuruni anak tangga. Aku tidak mau terlambat datang ke lokasi syuting.

Aku terkejut saat melihat lelaki yang berada di depan kantorku tidak lain adalah Mas Adam bukan Rian supir Pak Ram.

"Mas!" lirihku tanpa aku sadari bibir ini bergetar memanggil Mas Adam. 'Apakah jangan-jangan Mas Adam tau jika kantor ini adalah miliku. Untuk apa dia datang ke sini. Bagaimana dia tau jika aku berada di sini?

"Adam, cepat!" seru suara wanita yang berada di luar pagar menyadarkanku dari ribuan tanya yang berjejalan.

"Ada apa, Mas?" tanyaku kemudian menatap lelaki yang lebih pantas disebut manekin ibu mertuaku.

"Hari ini aku akan mengajukan surat perceraian kita ke pengadilan. Aku harap saat sidang nanti kamu datang, agar urusan kita segera selesai," tutur Mas Adam terdengar dingin. 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Aku Bukan Mesin Pencetak Uang   Bab 43

    Bugh."Ray!" Dania memekik. Tubuh Adam tersungkur di samping bangku. Setelah bogem mentah Rayyan hadiahkan tepat pada wajahnya. Wajah Adam sampai berpaling, saking kuatnya pukulan yang Rayyan hadiahkan.Dada Rayyan bergerak naik turun terbakar amarah. Sorot matanya tajam, seperti ingin menguliti mantan suami Dania hidup-hidup."Kamu sudah gila ya, Ray!" Dania memekik. Ia membantu Adam bangkit. Seketika seluruh pasang mata di cafe itupun menatap pada keributan yang terjadi."Iya, aku memang gila! Aku gila karena kamu!" Rayyan menaikan satu oktaf nada suaranya. Tatapan tajamnya beralih pada Dania. Hati Rayyan makin panas melihat Dania membantu Adam. Bak bara api yang disiram dengan minyak tanah. Kecemburuan Rayyan semakin membara."Mas, kamu tidak apa-apa, kan?" Dania mengabaikan Rayyan. Ia menatap khawatir pada sudut bibir Adam yang berdarah. Ada sedikit robekan di sana."Aku tidak apa-apa Dania." Angga mengusap sudut bibirnya sendiri. Menepis tangan Dania yang hendak menyentuh bagian

  • Aku Bukan Mesin Pencetak Uang   Salah Sangka

    "Ray!" sentak Dania merobek kertas undangan bersampul merah muda itu di depan wajah Dania. Ekspresi kesal seketika tampak pada wajah Dania."Apa-apaan kamu, Ray?" Dania menaikan nada suaranya.Rayyan menarik sebelah sudut bibirnya tersenyum sinis. "Tidak ada pesta pertunangan apalagi pernikahan!" cetus Rayyan bersungguh-sungguh.Dania tidak bergeming melipat kedua tangannya di depan dada, menatap datar pada Rayyan."Berhentilah mengangguku. Hubungan kita sudah selesai!" tegas Dania penuh penekanan. Membalas tatapan tajam mata Rayyan.Dania melangkahkan kakinya. Lagi-lagi Rayyan menjegal pergelangan tangannya."Pergilah bersamaku!" ucap Rayyan menatap serius.Dania menghempaskan kasar tangan Rayyan hingga cengkraman tangan itu terlepas."Jangan gila, kamu Ray!" sentak Dania mendelik sesaat pada Rayyan."Aku serius, Dania!" Ray mengajar Dania yang meninggalkannya."Dania tunggu!" Rayyan mengikuti langkah cepat Dania. Tetapi wanita cantik itu sama sekali tidak peduli.Adegan saling kejar

  • Aku Bukan Mesin Pencetak Uang   peringatan

    Rayyan menjatuhkan tatapan dingin. Membuat tubuh Dania membeku seketika. Degupan jantung Dania memompa lebih cepat, hingga terdengar oleh telinganya."Saya pamit dulu, Bu!" lirih Lusi memutar tubuhnya cepat. Melangkahkan kakinya menuju ke arah pintu tempat dimana Rayyan berdiri. Sadar jika suasana tidak sedang bersahabat.Dania mematikan layar laptop. Berjalan dengan langkah penuh ketegasan menuju ke arah pintu. Memasang wajah sedatar mungkin. Saat ia melewati Rayyan, lelaki itu menjegal pergelangan tangannya.Sontak Dania menoleh pada Rayyan yang juga sedang menatap ke arahnya. Tatapan dingin dan menghunus.Rayyan menarik tubuh Dania. Memaksa Dania masuk kembali ke dalam ruangannya. Saat Rayyan hendak menutup pintu, seorang pegawai muncul di hadapannya."Ibu Dan ...!" Lelaki berjas hitam itu menjeda ucapannya. Sorot mata tajam Rayyan membuat nyali lelaki itu menciut."Ma ...!""Ada apa Pak Ilham?" Dania menarik kasar pergelangan tangannya dari cengkraman Rayyan. Sempat terlepas, namu

  • Aku Bukan Mesin Pencetak Uang   Bab 40

    Dania tertegun cukup lama. Ia dapat merasakan jika matanya mulai memanas. Perlahan tapi pasti pandangannya mulai kabur."Saya akan memberikan anda waktu dua puluh empat jam. Jika anda sudah memutuskannya. Anda bisa menghubungi saya kembali."Dania bisa sedikit bernafas lega. Meksipun tidak sepenuhnya sesak meninggalkan dadanya.Sebelum air mata kekalahan jatuh membasahi pipi. Dania bergegas bangkit dari bangku yang berada di depan meja kerja Tuan Ram."Secepatnya saya akan memberitahu pada anda, Pak!" lirih Dania. Suaranya bergetar seperti sedang menahan tangisan. Langka kakinya gontai berjalan menuju ke arah pintu._____Tangis Dania pecah. Bulir air mata mampu membuat bantal yang membuatnya nyaman menjadi basah kuyup.Baru saja Dania diterbangkan ke awang-awang oleh takdir kehidupan. Kini ia harus jatuh tersungkur di dasar bumi yang paling dalam. Ia harus memilih antara dua hal yang sangat berarti di dalam hidupnya. Cinta atau keriernya yang mulai bersinar.Sakit. Sesak, hancur. Itul

  • Aku Bukan Mesin Pencetak Uang   Keluarga Rayyan

    Suara derap langkah kaki memecah keheningan. Dania menoleh pada sosok lelaki yang muncul dari ujung lorong. Berlari dengan langkah terrgesah-gesah. Diikuti oleh seorang wanita bertubuh ramping, yang belum pernah sekalipun Dania lihat. Ia menduga jika wanita itu adalah ibu dari Rayyan, istri dari Tuan Ram. “Dania, apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana dengan keadaann Ray?” Tuan Ram memberondongi Dania dengan pertanyaannya. Kekhawatiran terlukis jelas dari wajah Tuan Ram. Dania terisak. Ia sangat menyesal sekali sudah mengajak Rayyan untuk menolong Nadia. “Ray masih ada di dalam ruangan, Pak!” lirih Dania dengan suara berat. Derai air mata jatuh membahasi pipinya.Wanita yang berdiri di samping Tuan Ram mendadak menjatuhkan tubuhnya pada bahu Tuan Ram. “Ya Tuhan, bagaimana dengan anakku!” lirih Ibu Siska, terisak. Tuan Ram mengusap lembut bahu istrinya. “Tenanglah, Ma, Ray pasti akan baik-baik saja,” ucap Tuan Ram mencoba untuk menenangkan. Menuntun wanita yang seketika terisak itu

  • Aku Bukan Mesin Pencetak Uang   penculikan

    "Diam atau aku akan mencium kamu!" desis Rayyan setengah berbisik saat Dania akan membuka mulutnya.Mata Dania membulat penuh. Mulutnya kembali mengatub. Kata-kata yang telah tersusun kembali tertelan."Tapi, Om Ram bilang ...!" ucap Maria terbata. Wajahnya tampak terkejut."Iya, aku memang belum membawa Dania ke rumah. Tetapi Papa sudah kenal baik dengan Dania. Dia ini adalah penulis terbaik di Indonesia. Beberapa bukunya juga sudah difilmkan oleh perusahaan Papa." Rayyan menatap pada Dania yang sedang memaksakan senyuman pada bibirnya."Iya kan, sayang?" Rayyan menarik tubuh Dania semakin mendekat. Hingga pelukannya semakin erat."I-iya!" balas Dania terbata.Wajah wanita berambut kecoklatan itu seketika berubah. "Oh, begitu! Baiklah," balas Maria melirik sinis pada Dania."Kalau begitu aku pergi dulu!" lirih Maria terdengar lesu. Wanita dengan body seperti foto model itu membalikan tubuhnya berjalan menuju ke arah pintu kafe.Dania mendorong tubuh Rayyan. Hampir saja lelaki itu ter

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status