Hallo. Selamat pagi. Cerita Aku Bukan Pelakor akan tayang setiap hari Senin dan Kamis. Semoga kalian suka dengan ceritanya,😊 😊 😉
Nada menatap sendu pintu rumahnya yang sudah tertutup rapat. Bahkan dia juga melihat sang ayah yang mulai menutup jendela dengan sedikit tatapan tajam ke arahnya. Seolah-olah dari tatapan itu Pak Baron ingin mengatakan kalau dia sudah sangat membenci anaknya. Nada menunduk, tidak menyangka kalau kehidupan akan berubah sedrastis ini. Dia rasa baru beberapa hari lalu Nada merasakan kebahagiaan akan melepas masa lajang dengan pria yang dia cintai. Akan tetapi, dia tidak menyangka kalau pria itu juga yang telah memberikan luka pada dirinya. Menipu akan status, menjanjikan pernikahan, membuat keluarganya malu dengan kebenaran yang ada. Kini, dia pun harus terusir dari rumah yang sudah membesarkan dirinya karena kehamilan yang ingin dia pertahankan, juga penolakan dirinya untuk menikahi Rizal. Pria yang baru saja disebutkan namanya mendekati Nada. "Sudah aku katakan. Terima saja lamaran dariku. Kamu akan sedikit memberi kebahagiaan pada kedua orang tuamu. Dan anakmu yang tidak memiliki a
Sebuah mobil terparkir di depan kediaman Pak Baron. Si pemilik yang masih berada di dalam mobil memandang keadaan sekitar yang tampak sepi meski di seberang jalan ada beberapa ibu-ibu yang berkumpul mengelilingi sebuah gerobak sayur. Kehadiran mobil mengkilat yang jarang tentu saja menyita perhatian warga sekitar. Apalagi para ibu-ibu yang suka bergosip. Kebetulan sekali mereka sedang berkumpul sembari berbelanja pada tukang sayur keliling yang berhenti tak jauh dari kediaman Pak Baron.Tinggu. Asal kalian tahu saja kalau beberapa ibu-ibu kepo memang sengaja memberhentikan tukang sayur itu di sana karena mereka menunggu informasi baru mengenai Pak Baron. Seorang ibu-ibu dengan daster merah bergambar ayam menatap begitu intens pada mobil itu. "Eh Ibu-Ibu," panggilnya pada semua yang sedang berbelanja di sana. "Itu mobil siapa yang parkir di rumah Pak Baron?" Tangannya menunjuk pada kuda besi mengilat di seberang jalan. Semua yang ada di sana menoleh ke arah yang ibu itu tunjuk. Sala
Pagi ini, Saka berdiri di ambang pintu divisi yang dia pimpin. Tentu saja dia mencari keberadaan Safira untuk menanyakan soal Nada yang sudah tidak masuk semenjak seminggu yang lalu. Mereka berdua memang satu kampung tinggalnya. Pandangan Saka jatuh pada sosok yang dia cari sedang mengerjakan sesuatu. "Safira," panggilnya. "Iya, Pak," jawab Safira sembari mengalihkan pandangan ke arah pemilik ruangan. Dia melihat atasannya berdiri di ambang pintu, segera dia berdiri dari duduknya. "Ikut saya ke ruangan saya." Setelahnya dia gegas pergi menuju ruangannya diikuti dengan pandangan Safira yang memasang wajah bingung karena mendapat panggilan dari atasannya.Safira yang tiba-tiba saja dipanggil oleh menejernya tentu saja merasa terkejut. Beberapa karyawan wanita mendekati meja Safira. "Hei. Ada apa tiba-tiba kau dipanggil Pak Saka?" Seorang karyawan dengan rambut panjang bertanya pada Safira. Sedangkan Safira masih memasang wajah bingung. Dia mengedikkan bahu lalu menggeleng. "Aku juga t
Nada duduk pada sebuah kursi di trotoar jalan. Dia memandang kumpulan pemuda di seberang jalan yang tampak tertawa dengan duduk melingkari sebuah meja. Sepertinya mereka sedang membicarakan sesuatu yang seru. Tangan kanan tidak terasa terangkat dan bertengger di atas perutnya yang masih rata. Dia mengingat kenangan saat Saka sering mengajaknya keluar dan minum bersama sembari bersenda gurau. Tiba-tiba saja tatapannya menerawang ketika mengingat pengkhianatan dan kebohongan pria itu. Ingin sekali dia memutar waktu karena menyesal pernah mengenal Saka. Tidak. Untuk anak dalam kandungannya dia tidak menyesal sama sekali karena bagi Nada itu adalah sebuah anugerah. Di saat kegiatannya hanya diam, sebuah suara menyapa indra pendengaran. "Nada." Nada menoleh, dia terkejut ketika melihat keberadaan Aska di sampingnya. Pria itu berdiri menggunakan kacamata hitam. "Kak Aska," panggil Nada dengan rasa terkejut. Perempuan itu tidak menyangka akan bertemu dengan mantan calon kakak iparnya di t
Nada menatap Aska penuh dengan kebingungan, mencari pengertian dari mimik wajah dari pria di hadapannya. "Mak—maksud Kak Aska apa, sih?" Aska menghela napas dalam. "Kamu akan tinggal di sini. Daripada kamu luntang-lantung di jalan, mending di sini bukan? Apalagi kamu sedang hamil," ucap Aska tanpa menoleh. Bola mata Nada melotot. Dalam hati bertanya-tanya tahu dari mana Aska kalau dirinya sedang hamil? Menyadari keterdiaman Nada, Aska melirik perempuan itu. Terlihat mimik terkejut di sana. "Jangan terkejut. Saya sudah tahu semuanya dari adik kamu." Nada hanya diam dalam lamunan. "Ayo turun." Hingga perkataan Aska menyadarkan dirinya. Dia melihat pria itu yang ingin membuka sabuk pengaman. "Tunggu, Kak," ucapnya yang spontan memegang tangan Aska agar pria itu tidak membuka sabuk pengamannya. Arah pandangan Aska yang ke bawah membuat dirinya turut ikut melihat apa yang pria itu lihat. Bola mata Nada melebar saat menyadari tangannya yang telah lancang memegang tangan Aska. "Maaf-ma
Sesuai kesepakatan kemarin antara dirinya dan juga Aska. Untuk sementara Nada akan tinggal di apartemen pria itu yang katanya menganggur. Sedangkan Aska akan mencarikan kontrakan yang sesuai dengan keinginan Nada. Bosan. Satu kata yang kini dirasakan oleh wanita yang tengah hamil muda itu. Sendirian di apartemen tanpa melakukan apa pun. Menonton tivi? Sudah dia lakukan sejak pagi. Akan tetapi, itu tidak juga membuat rasa bosan dalam diri Nada hilang. Nada menyandarkan punggung pada sandaran sofa, dia mengembuskan napasnya kasar dengan bola mata yang mengedar. Saat dia mengamati suasana apartemen, sebuah ide tiba-tiba datang dalam benaknya. Perempuan itu pun bangkit dengan cepat. "Daripada melamun, lebih baik aku bersih-bersih apartemen saja. Anggap saja ini sebagai bentuk terima kasih pada Kak Aska atas tumpangannya untuk tinggal." Nada mengangguk. Perempuan itu mulai beranjak untuk mencari alat bersih-bersih. Pertama-tama dia akan mencari kemoceng dan lap bersih untuk membersihkan
Baik Nada dan Aska langsung menoleh ke asal suara dan melihat sosok perempuan dengan kaus putih bergambar beruang dari salah satu pintu.Jika Aska tampak bingung dengan sosok itu, berbeda dengan Nada yang malah mengembangkan senyumnya. "Salsa?" panggil Nada dengan senyum lebar.Kedua perempuan itu pun langsung berjalan cepat untuk saling mendekat. "Hei. Hati-hati," ujar Aska dengan sedikit rasa panik kala melihat Nada yang berlari.Aneh. Meski dalam keadaan khawatir ekspresi pria itu masih saja sama. Aska berdecak lalu mendekati Nada dan sosok perempuan yang memanggil nama mantan calon adik iparnya itu.Aska masih berdiri menatap dua perempuan di hadapannya, sepertinya tengah melepas rindu. Detik kemudian dia melihat Salsa yang menatapnya."Pest. Dia siapa?" tanya Salsa pada Nada.Nada menatap sejenak Aska di mana wajah pria itu langsung membuat dirinya merasa kikuk. "Oh. Kenalin, Sa. Ini Kak Aska. Kak Aska ini Salsa," ujar Nada memperkenalkan dua orang yang belum saling mengenal itu.
Kini, hanya tinggal Salsa dan juga Nada yang ada di kontrakan Nada. Selepas Aska keceplosan aksn kehamilan Nada, pria itu tahu kalau dia harus undur diri dan memberi kesempatan untuk dua wanita itu saling berbicara satu sama lain."Jadi, apa yang sebenrnya terjadi, Nad?" tanya Salsa. Mendengar kehamilan Nada nafsu makan Salsa serasa hilang seketika padahal menu-menu enak masih terhidang di depan mereka.Nada menunduk dengan perasaan malu. Dia menarik napas panjang dan mulai menceritakan semua yang telah terjadi pada dirinya, tanpa ada yang ditutupi satu pun."Jadi, pria tadi adalah mantan calon kakak ipar kamu?" tanya Salsa dengan menunjuk ke arah luar. Padahal, sudah tidak ada siapa pun di sana.Nada mengangguk dengan pelan. "Ya. Aku juga tidak tahu bagaimana ceritanya dia bisa menemukan aku dan akhirnya menolong aku," jelas Nada."Tapi, Nad. Kehamilan kamu ini pastinya nanti akan bertambah besar. Kita tidak bisa menutupinya dari orang l