Share

Tidak Menemukan Jawaban

Tidak ada jawaban lebih tepatnya wanita tak dikenal itu mematikan ponselnya. Amira tidak bisa menghubungi wanita itu lagi. Dia sangat kecewa karena tidak bisa menemukan fakta tentang hubungan Alan dengan wanita itu. 

Alan segera merampas ponselnya sangat kasar dari tangan Amira. Tatapan hangat Alan entah menghilang ke mana, Amira tidak lagi diperlakukan lembut seperti sebelum kejadian ini terjadi. Alan berubah dalam waktu yang teramat singkat. 

"Apa kamu benar-benar selingkuh, Mas? Jelaskan padaku siapa wanita itu sebelum aku tahu sendiri dari orang lain," desak Amira tidak sabar. 

Bukannya menjawab, Alan memberikan Amira tatapan marah. Alan balik badan dan membiarkan istrinya dibuai penasaran. Pria itu menuju lemari dan mengambil sebuah jaket berwana hitam dari dalamnya. 

Amira mengerutkan kening, Alan memilih kabur dari pertanyaan Amira dan juga ingin menjauh dari masalah yang dibuat oleh pria itu sendiri. Amira menarik lengan Alan sampai-sampai pria itu bertatapan mata. 

"Mau ke mana, Mas?" tanya Amira dengan nada suaranya yang menggebu-gebu. 

"Mas, jawab pertanyaanku!" Amira menarik lengan Alan, yang diharapkan jawabannya hanya menepis tangan Amira sampai memerah. 

Alan berlalu begitu saja tanpa mengucapkan sepatah katapun. Pundak Amira naik turun berusaha menetralkan pengap yang memenuhi dadanya. Amira luruh ke lantai, tangisnya ia biarkan terbuang meratapi kehidupan rumah tangga yang berusaha ia bangun seindah mungkin.

 Suara mesin mobil milik Alan terdengar. Kontan Amira bangkit dan berlari ke luar rumah untuk menahan Alan. Sayangnya, sebelum Amira sempat menahan sang suami, mobil Alan telah menghilang dari pandangan Amira.

Berjam-jam Amira menunggu Alan kembali ke rumah, sampai-sampai dirinya melupakan belum memasukkan sesuap makanan ke dalam perutnya. Amira tidak merasa lapar padahal tubuhnya mulai lemas tak bertenaga. 

Dia memikirkan sang suami. Entah di mana pria itu berada, bersama siapa saat ini, dan bagaimana keadaannya apakah serapuh Amira atau terlihat bahagia. Amira banyak berspekulasi sendiri saat ini. Banyak pikiran buruk yang mengaungi otaknya. Amira hanya bisa menangis dan mengharap Alan pulang ke rumah malam ini juga. 

Sayang seribu sayang hingga keesokan paginya Alan juga tak kunjung datang. Tak terasa Amira telah menunggu Alan lebih dari sepuluh jam hingga tertidur di atas sofa yang ada di ruang tamu. Amira meraup wajahnya kasar.

"Ada di mana kamu, Mas?" Amira mondar-mandir di tepi jendela, dia berusaha menelepon ponsel Alan tetapi nomornya tidak aktif. 

Pandangan Amira mendadak mengabur, kepalanya pening dan dia kehilangan pijakannya. Amira bertumpu pada dinding, mungkin karena perutnya kosong sejak kemarin sehingga membuat Amira tumbang seperti sekarang. 

Amira menuju dapur dan mencari makanan yang bisa ia makan sekarang juga. Roti dengan selai kacang menjadi santapan pertama dipagi hari ini.

Tiba-tiba Amira dikejutkan dengan ponselnya yang berdering nyaring. Dengan cepat angan Amira meraih ponsel, mungkin saja panggilan dari Alan. Tanpa melihat namanya terlebih dahulu, amira mendial ikon hijau untuk menjawab telepon. 

"Halo, Mas. Kamu di mana?" tanya Amira dengan nada terburu-buru. 

["Hah? Mas katamu? Ini aku, Luna."] Suara wanita di seberang telepon mengejutkan Amira. Amira kontan mendesah berat, dia berpikir bahwa panggilan tersebut dari suaminya.

"Maaf, aku tidak fokus," jawab Amira lemah. 

Sudah pasti Luna mengolokolok Amira yang teralu mencintai Alan. Terkadang sikap Amira tersebut membuat Luna cemburu karena Amira lebih perhatian terhadap Alan dari pada sahabatnya. Ya, statusnya sudah berubah, otomatis Amira akan mendahului Alan sebagai masa depannya. 

Tidak salah jika sebagai sahabat Luna cemburu terhadap Alan. Karena sebelum menikah, Amira lebih dekat dengan Luna dan saling bergantung satu sama lain. Setelah Amira menikah, Luna merasa kesepian.

["Mengapa kamu tidak bisa dihubungi sejak tadi malam?"] tanya Luna berterus terang. 

"Emm...." Amira mencoba mencari jawaban. "Aku menghabiskan hari libur bersama Mas Alan." Amira terkekeh kecil dengan kebohongan yang ia buat. Faktanya Amira betengkar dengan sang suami.

["Oh, sekarang hari Senin. Cepat bersiap ke kantor karena jam delapan akan ada rapat,"] ujar Luna justru membuat Amira terkejut. 

"Rapat?"

["Ya. Sampai jumpa di kantor."]

"Tunggu, tunggu. Rapat apa?"

Bip....

Panggilan terputus dan akhirnya Amira sangat penasaran dengan rapat yang dikatakan oleh sahabatnya itu. Jika sudah urusan pekerjaan, Amira harus tepat waktu. Amira segera bangkit untuk bersiap pergi bekerja. 

***

Bunga-bunga di taman terlihat menyejukkan. Kelopak-kelopaknya bergoyang-goyang saat terhembus angin. Hati Amira menjadi damai saat melihat bunga bermekaran sangat indah. 

Amira termenung di bangku taman yang letaknya ada di roof top gedung kantor. Tempat ini selalu menjadi pelarian ketika Amira merasa penat. Sekarang juga taman ini menjadi tempat pelarian Amira setelah sekelabat pertengkaran dengan Alan melintas kembali di pikirannya. 

Amira memegangi ponsel dan berharap panggilannya terhubung ke ponsel Alan ataupun Alan terlebih dahulu menghubunginya. Namun, sampai detik ini pada jam makan siang ponsel Amira masih senyap.

"Huuuuffffttttt...."

Hembusan napas Amirapun menjadi sangat berat, dia berpikir kembali mungkin perbuatannya kemarin sangat keterlaluan sehingga membuat Alan marah besar. Amira berpikir ulang bisa saja dirinya yang salah. 

"Haruskah aku meminta maaf?" lirih Amira berbicara pada ponselnya. 

"Apa aku kirim pesan saja pada Mas Alan?" 

Monolognya sama sekali tak bisa membantu Amira memecahkan masalah. Amira membuka aplikasi pesan, disaat mengetik suatu kalimat ia menjadi ragu dan menghapusnya kembali. 

Masa bodo dengan harga dirinya, toh Amira mengirim pesan kepada Alan bukan kepada pria lain. Amira mengetikkan sesuatu di atas layar ponsel. Jari-jari Amira terlihat luwes saat mengetik pesan.

Tentu saja Amira mengatakan permintaan maaf atas sikapnya yang terlalu lancang memainkan ponel Alan tanpa seizin pria itu. Dan juga Amira meminta maaf karena telah berkata kasr terhadap Alan.

Klik. 

Satu ketukan berhasil mengirimkan isi hati Amira kepada suaminya. Amira sedikit lega, semoga saja pesan Amira ini menjadi bahan pertimbangan bagi Alan untuk pulang ke rumah. Setelah kembali Amira akan meminta maaf secara langsung kepada Alan. 

Lima menit bahkan sepuluh menit Amira menunggu, tetapi tidak ada balasan. Amira menggigiti kukunya karena gugup. Status nomor Alan masih online, tetapi pesan Amira tidak dibuka apalafgi dibaca. Amira menjadi risau, degup jantungnya mendadak berdetak tak karuan. 

"Apa aku keterlaluan tadi malam?" gumam Amira sedangkan suaranya nyaris gemetar. 

Tak sabar lagi, Amira menelepon ponsel suaminya itu. Pada dering ketiga panggilan diterima oleh Alan. Amira menghembuskan napas lega. Senyumnya mengembang karena Alan tidak mengabaikannya.

"Halo, Mas Alan. Amira minta maaf tentang kejadian kemarin. Mas kapan pulang? Amira akan minta maaf langsung saat Mas di rumah."

Amira mengernyitkan dahinya karena Aln tidak bersuara sedikitpun. Amira menengok layar ponsel yang masih tersambung ke ponsel Alan. 

"Halo, Mas Alan ada di mana?"

Rose Bloom

Halo manteman, welcome di cerita Rosie yang pertama ini yah. Semoga kalian suka dan ikuti terus cerita Amira dan Alan.

| 3
Komen (9)
goodnovel comment avatar
Hersa Hersa
asli ini gambaran istri sah yg bodoh dan tolol dan tidak punya harga diri dan aku muakkk baca ceritamu thor yg selalu memojpkkan istri sah dengan kedunguannya apalagi ini istri dokter dan beke4ja lagi tapi dibikin tolol ama penulis.. ceritamu kog memuakkan ya
goodnovel comment avatar
Bocah Ingusan
cukup sampai disini saja bacanya... tokohnya dungunya kebangetan
goodnovel comment avatar
Izha Effendi
tu lh kau bodoh,,laki selingkuh masih kau yg minta maaf,,mati lh kau di pebodoh sama tu laki..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status