Disaat dalam kesulitan seperti ini, hanya Luna yang siap menjadi teman Amira. Amira memeluk sang sahabat sangat erat. Dia ingin meluapkan amarahnya, tetapi seperti kata Luna jangan bersikap gegabah. Semua bukti yang Amira temukan ia ingat baik-baik. Alan tidak akan bisa mengelak dengan semua bukti yang Amira temui. Alan juga tampak tidak peduli dengan perasaan Amira. Pria itu pergi begitu saja tanpa menjelaskan apapun, seharusnya jika Alan tidak berbuat kesalahan dia akan mengelak atau memberi pengertian kepada Amira bukannya marah seperti kemarin.Suara deru mesin mobil milik suami Amira terdengar dari luar rumah. Amira telah bersiap untuk menghadapi Alan, sedangkan Luna bersiap diri untuk meninggalkan rumah Amira ini. Menurut Luna, dia tidak seharusnya ada dalam masalah yang sahabatnya hadapi. Yang Luna lakukan hanya memberi semangat kepada Amira."Dia sudah datang, aku harus kembali. Kabari aku jika terjadi sesuatu," pinta Luna yang diangguki kepala oleh Amira. Luna berpapasan d
"Maafkan, Mas. Jangan sedih lagi." Alan mengusap wajah Amira yang basah karena air mata.Alan juga mengatakan bahwa alasannya tidak memberi kabar kepada Amira karena sedang berpikir untuk memberikan sang istri sebuah hadiah. Alan segera bergegas ke mall untuk mencari hadiah yang berkesan. Tak disangka dia bertemu dengan istri temannya saat di mall. Sayangnya, pertemuan itu diketahui oleh Amira sehingga membuat kesalahpahaman diantara Alan dan Amira semakin rumit. Alan juga tidak menyangka Amira ada di mall siang tadi. Alan memeluk tubuh Amira sangat erat, seolah-olah dia tidak membiarkan Amira untuk pergi dari sisinya. Amira yang masih bimbang dengan keadaan saat ini mencoba meredakan emosi. Amira balik memeluk tubuh sang suami dan menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Alan yang terasa nyaman. Keduanya kembali berbaikan, Amira memaafkan Alan setelah mempertimbangkan alasan yang suaminya itu berikan. Amira meneguhkan hati mungkin dirinya yang salah karena sudah berperasangka buru
Beberapa rekan kantor Amira yang satu divisi dengannya melongok heran saat Amira merapikan meja kerjanya. Tak hanya itu, Amira menyampiran tas selempangnya ke pundak. Luna pun turut mendongakkan kepala ketika Amira terlihat sangat buru-buru. Luna menahan lengan Amira sebelum sahabatnya itu pergi. Amira pun terkejut dengan sentuhan tangan Luna, dia melirik sekitarnya yang tengah menatap Amira penasaran. "Kamu mau ke mana?" tanya Luna tak rela membiarkan Amira pergi. "Aku ada urusan di rumah." Tanpa melihat Luna lagi, Amira balik badan begitu saja hendak meninggalkan kantor ini. Sayangnya, Luna tidak membiarkan hal itu terjadi sebelum Amira menjelaskan sedikit apa yang tengah dialami Amira. Luna masih khawatir tentang kejadian kemarin. Amira tidak memberi kabar bahkan saat masuk kerja Amira tidak mengatakan apapun. Amira tidak bercerita dan memilih memendamnya sendirian. "Apa ada masalah lagi," tanya Luna mencoba mengulik informasi. Amira hanya menggelengkan kepalanya lemah, setel
Hampir dua puluh menit Amira menunggu di luar karena Alan dan wanita itu masuk ke dalam ruangan dokter. Perasaan Amira semakin tidak tenang, Siapa wanita itu sebenarnya? Anak siapa yang dikandungnya?Mengapa Alan mengantr wanita yang kataya isri temannya itu?Banyak pertanyaan yang saat ini bersarang di otak Amira. Amira ingin membantingkan dirinya sendiri ke tengah lapang karena resah dan kalut atas ketidakpastian ini. Amira ingin marah, dia ingin berteriak bahkan di depan wajah Alan. Tetapi dia tahu adab sebagai seorang istri tidak seharusnya meninggikan suara kepada imam rumah tangganya. Karena itulah Amira marah terhadap dirinya sendiri karena tidak bisa mengondisikan perasaannya. "Jadi aku harus sering-sering makan ice cream, Mas?" Suara wanita yang sudah tidak asing di telinga Amira membuat Amira mendongak tinggi-tinggi. Wanita itu tampak ceria dan berusaha merangkul lengan Alan, tetapi yang Amira lihat Alan melepaskan rangkulan tangan wanita itu dengan lembut. Amira duduk
Tak menunggu lama, Amira pun baru lima menit duduk di kursi taman dan orang yang ia tunggu telah tiba di depannya. Pria itu terlihat ngos-ngosan mungkin karena berlari untuk sampai di taman ini. Raut wajah Amira tidak sehangat kemarin-kemarin, wajahnya kini lebih tegas karena kekecewaan. "Maaf, apa sudah lama Mbak Amira menunggu di sini?" tanya seorang pria yang tak lain adalah Sandi memandang ke arah Amira.Amira memanggil Sandi dan hanya pria itu yang tahu tentang hubungan Amira dengan Alan. Seharusnya Sandi juga tahu hubungan Alan dengan wanita yang bernama Kayla seperti yang disebutkan Salma sebelumnya. Amira bergeser tempat duduk dan menyuruh Sandi untuk duduk di sampingnya. Dokter muda itu terlihat kikuk saat di samping Amira. Hanya saja Amira tidak peduli, dia hanya ingin menginterogasi Sandi perihal masalah rumah tangganya yang telah hancur ini. "Kalau boleh tahu apa yang ingin Mbak Amira bahas dengan saya?" tanya Sandi berusaha mencairkan suasan. "Em... Dokter Alan sedang
Alan panik seolah-olah tidak tahu apa yang telah terjadi. Dia bahkan sampai berjongkok memohon kepada Amira agar tidak meninggalkannya. "Sayang, cerita sama Mas. Mas ada salah apa?" tanya Alan dengan raut wajah sedihnya. Pandangan Amira tentang Alan telah berubah, pasti raut wajah sedih itu hanya dibuat-buat ole Alan. Amira tidak bodoh, dia tidak akan masuk kembali ke dalam permainan kucing-kuingan yang Alan ciptakan. Brak...Amira menaruh map yang ia minta dari Salma. Map yang di dalamnya berisi catatan bahwa Alan adalah suami yang mengantar Kayla berobat ke rumah sakit. Salma pun membantu Amira dengan memberikan foto Alan dan Kayla saat memeriksakan kandungan.Sepertinya Salma juga tidak setuju dengan sebuah pengkhianatan ataupun perselingkuhan. Karena itulah Salma membocorkan kebohongan Alan itu kepada Amira. Amira juga memutar rekaman suara yang ia ambil saat bertemu dengan Sandi siang tadi. Semuanya sudah jelas, Alan tidak bisa lari ataupun mengelak dari masalah ini. Alan mem
Cahaya lampu menerobos masuk ke dalam netra Amira saat ia mencoba membuka mata. Amira mengernyitan dahi karena silau, beberapa kali pula ia berkedip dan menyesuaikan pandangan. Amira terkejut karena lengannya terasa berat, Alan tidur sambil memeluk lengan Amira seperti anak kecil. Amira mengingat kembali apa yang telah terjadi padanya. Setelah pertengkaran hebat antara dirinya dengan Alan, dia dikunci di kamar lalu merasa pusing dan akhirnya jatuh pingsan. Amira baru ingat bahwa dirinya belum makan sejak tadi pagi. Amira meneteskan air mata saat dadanya kembali sesak. Cintanya yang tulus telah terkoyak karena kebohongan sang suami.Amira menatap wajah suaminya yang terlihat damai saat tidur, Amira tak mengira pria sebaik dan seperhatian Alan bisa menyakitinya. Amira telah jatuh sedalam-dalamnya dengan buaian perkataan Alan yang sangat indah. Kata cinta yang selalu Alan ucapkan mampu membawa Amira jatuh ke dalam jurang asmara sedalam-dalamnya. Amira terlalu percaya bahkan tak sadar
Alan menuju resepsionis dan dia disambut oleh seorang wanita berpakaian serba hitam. Alan akan menanyakan apakah nama Amira terdaftar dalam pelanggan hotel hari ini. Tangan Alan terasa dingin, dia sangat gugup sekali dan berharap bahwa orang yang dicintainya benar-benar ada di dalam salah satu kamar hotel ini. Alan akan membawanya pulang segera dan mendekapnya erat agar tidak pergi lagi dari sisinya."Permisi, apakah ada seseorang bernama Amira menginap di hotel ini?" tanya Alan berterus terang. Alan bisa melihat raut wajah wanita itu mengerut heran. Tersadar karena petugas hotel tidak bisa memberikan informasi secara sembarangan, Alan segera menunjukkan bukti bahwa dirinya adalah suami Amira."Ini KTP saya dan ini foto saya dengan istri." Petugas itu menunjukkan raut wajah cerah, sepertinya pencarian Alan membuahkan hasil. Amira ada di hotel ini."Tunggu sebentar ya, Pak. Nona Amira check in jam setengah satu tadi malam. Saya akan cek kamarnya," ucap wanita itu sembari mengontrol ko