Share

Priaku Yang Hilang

Langit semakin cerah dengan warna birunya yang sangat cantik. Awan putih pun ikut berkumpul menambah hiasan di atas sana. Amira termenung di tepi jendela sembari merasakan angin yang berhembus sejuk. 

Sesekali menghela napas agar sesak di dadanya berhasil keluar dari tubuh. Pagi ini sangat cerah, Amira pun juga harus ceria. Toh, Alan juga memutuskan untuk tinggal di rumah menghabiskan hari Minggu bersama Amira. Seharusnya Amira senang karena ada Alan yang setia menemani hari liburnya. 

Ting...

Amira menoleh ke belakang, dering pesan masuk terdengar dan entah ponsel Amira atau ponsel Alan, karena kedua ponsel mereka memiliki nada dering yang sama. Amira mendekati nakas yang ada di samping ranjang. 

Amira meraih ponselnya sendiri, namun tidak ada satu pesan masuk di ponselnya. Amira melirik ponsel Alan yang sebelumnya berada di samping ponsel Amira. Awalnya dia sangat ragu untuk mengecek ponsel milik suaminya itu, meskipun begitu rasa penasaran Amira sangat tinggi. Terpaksa Amira mengecek ponsel Alan untuk melihat pesan itu.

Sebelumnya Amira menoleh ke kanan dan ke kiri memastikan bahwa Alan tidak ada didekatnya. Sebisa mungkin Amira tidak membuat suara bahkan dia mengendap-endap saat menuju tepi jendela.

"Siapa orang ini?" lirih Amira keheranan. Pasalnya pesan itu dari nomor yang tidak dikenal. 

"Tunggu." Amira mengingat-ingat kembali nomor yang ia lihat saat itu. "Nomor yang sama dengan pengirim pesan beberapa hari lalu."

Amira segera membuka pesan tersebut. Sebelah tangannya mengepal sangat kuat, sebelah tangannya lagi mencengkeram ponsel Alan. 

"Apa maksudnya ini?" cetus Amira dengan nada tinggi.

Tangannya segera mendial ikon telepon yang ada di pojok aplikasi pesan. Degup jantungnya semakin cepat, Amira tidak sabar ingin mendengar suara orang itu dan bertanya banyak hal kepadanya.

Selama ini Amira hanya menerka dan menduga siapa orang dibalik nomor asing itu. Dia masih berusaha mempercayai Alan. Tetapi, pesan pagi ini benar-benar membuatnya meradang. Kepercayaan yang ia berikan untuk suaminya seketika menguap menjadi debu. Amira masih tidak percaya dengan apa yang ia lihat.

Trek... Suara bising di seberang telepon terdengar.

["Halo."]

Deg...

Suara wanita seperti yang Amira duga. Tubuh Amira lemas seketika. Amira mencengkeram ujung kaos yang dikenakannya. Dia masih tidak mau membuka suara, Amira ingin wanita itu berbicara terlebih dahulu.

["Mas, aku tidak menyangka kamu akan meneleponku. Biasanya kamu langsung datang ke rumah."]

Deru napas Amira semakin memburu, rasa panas karena emosi menjalar ke seluruh tubuh. 

"K-kamu siapa?" tanya Amira terbata-bata. Suasana menjadi hening, orang di seberang telepon pun mendadak diam, padahal Amira ingin wanita itu membalas pertanyaan Amira.

"Hei, jawab! KAMU SIAPA?"

"AMIRA!!!" teriak Alan dari belakang Amira. Kontan tangan Amira yang memegang ponsel menyembunyikan ponsel Alan itu ke belakang punggungnya. 

Alan berjalan mendekati Amira dengan raut wajah marahnya. Pria itu tampak buru-buru dan setelah di depan Amira, Alan berusaha merebut ponselnya. 

Amira tidak akan membiarkan Alan merampas ponsel itu. Sekuat tenaga Amira mencengkeram ponsel Alan dan menjauhi suaminya. Alan terus mengerjar, suami Amira itu pula tidak mau menyerah.

"Amira kembalikan!" 

"Kenapa Mas? Apa yang Mas Alan sembunyikan sampai-sampai Amira tidak boleh melihat ponsel Mas Alan?" Tanpa sadar Amira meninggikan suaranya. 

Selama megenal Alan, Amira tidak pernah mendapatkan perlakuan kasar ataupun suara nada tinggi dari pria itu. Namun, hari ini hanya karena Amira mengecek ponselnya, Alan marah bahkan meninggikan suaranya.

"Kamu tidak boleh lancang!" sentak Alan tiba-tiba, Amira pun terkejut mendengarnya. "Itu ponsel aku dan tidak seharusnya kamu membuka tanpa izinku."

Tangis Amira mengalir ke kedua pipinya. Mendengar ucapan Alan membuat hatinya sungguh sakit. Saat masih menjadi kekasih, Alan tidak pernah melarang Amira untuk memainkan ponsel pria itu. Awal-awal menikah pun Alan tidak pernah marah saat Amira ketahuan membuka ponselnya. 

Alan yang sekarang telah berubah. Ada yang pria itu sembunyikan dari Amira. Alan juga menyembunyikan identitas wanita itu, seolah-olah Amira tidak boleh tahu siapa dia. Jika tidak ada masalah besar, tidak mungkin Alan sampai marah hanya karena Amira menyentuh ponselnya.

"Siapa wanita itu, Mas?" tanya Amira berterus terang. Gemuruh di hatinya semakin mengeluarkan asap kekecewaan. Amira ingin tahu kebenaran yang Alan sembunyikan.

"Bukan siapa-siapa." Alan menjawab tanpa memandang sang istri. Dari situlah Amira menaruh curiga yang teramat besar. 

"Bukan siapa-siapa katamu, Mas? Kalau begitu mengapa dia mengirim fotonya dalam keadaan tidak memakai hijab bahkan berpakaian mini seperti itu?"

Alan tidak bisa menjawab, dia sibuk menghindari tatapan mata Amira. Amira pernah mengatakan bahwa mulut bisa berucap bohong, tetapi tatapan mata mengisyaratkan arti kesungguhan. Amira bisa mendengar kebohongan yang diucapkan sang suami, tetapi dia bisa melihat bahwa Alan tengah menyembunyikan kesalahannya.

Alan mendesah panjang, dia mendekati Amira. Namun, Amira mundur dua langkah, Alan tampak frustasi karena kejadian yang tak terduga dipagi hari ini. 

"Di-dia orang asing, Sayang." Kini, suara Alan melembut. Dia berusaha meyakinkan Amira agar percaya lagi padanya.

"Tidak mungkin. Orang ini selalu mengirimu pesan dan aku pernah membaca pesan-pesan sebelumnya," jawab Amira dengan dadanya yang naik turun menahan emosi.

"Apa?! Kamu melihatnya?"

"Ya!"

"Kamu mulai lancang, Amira."

"Aku istrimu, Mas." Amira menepuk dadanya dengan keras. Meskipun begitu tak menghilangkan rasa sesak yang berkumpul menjadi satu.

"Apa melihat ponselmu saja butuh izin?" tanya Amira sendu. Sampai detik ini pun dia tidak menyangka bahwa Alan telah banyak berubah.

"Ya, itu harus. Kamu tahu sopan santun kan? Ponsel itu adalah benda pribadiku." Lagi dan lagi Alan meninggikan suaranya. 

Wajah Amira berubah pias, perkataan Alan sungguh menyakitinya. Pria yang selalu lemah lembut dan menunjukkan kasih sayang kepada Amira telah menghilang. Amira tidak menemukan jati diri suaminya yang dulu.

Wanita itulah penyebabnya, wanita itu yang membuat Alan berubah. Amira menghidupkan ponsel Alan. Dia mencari nomor tanpa nama yang mengirim pesan kepada Alan. Amira akan menelepon wanita itu lagi sampai membuka suara siapa dia sebenarnya.

Melihat aksi Amira yang nekat, Alan segera mendekati Amira dan berusaha merebut ponselnya. Amira melompat ke atas ranjang , lalu berdiri menantang Alan. Tangan kanannya menunjuk Alan agar tetap diam di tempatnya berdiri.

"Jangan halangi aku atau kamu akan menyesalinya nanti, Mas." Deru napas Amira memburu, apalagi jantungnya berdetak begitu kencang.

"Apa-apaan kamu? Kembalikan ponsel Mas, Sayang." Alan mencoba membujuk, tetapi niat Amira telah bulat untuk menyelidiki si pengirim pesan.

Bunyi dering di ponsel terdengar, Amira mendekatkan ponsel ke telinganya. Alan semakin frustasi, begitu pula dengan Amira. Meskipun dirinya ingin tahu apa hubungan Alan dengan wanita itu, namun di dalam lubuk hatinya, Amira merasa takut bahwa Alan mengkhianatinya. 

                                                                           

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status