Share

Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!
Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!
Author: Ipak Munthe

Bab 1

Author: Ipak Munthe
last update Last Updated: 2024-12-17 01:21:18

"Bisa-bisanya kamu selingkuh sama sahabatku, Erwin!” seru Ayunda dengan suara cukup keras.

Hati istri mana yang tidak sakit melihat sendiri dengan mata kepalanya saat sang suami tengah bermesraan dengan sahabatnya sendiri di kantor?

Tubuh Ayunda bahkan sampai gemetaran karena tidak menyangka akan menyaksikan sendiri hal kotor ini.

Dia pikir kedekatan keduanya selama ini sebatas sekretaris dan atasan saja.

Siapa sangka, keduanya berkhianat?

Di sisi lain, Erwin tampak tidak merasa bersalah. Pria itu bahkan menatap Ayunda sinis. "Cukup Ayunda! Nggak usah teriak-teriak!" ucap pria itu dengan suara pelan, tetapi penuh penekanan.

Ayunda sontak tertawa kehilangan akal. "Aku udah berusaha jadi istri yang baik buat kamu, tapi apa yang kamu lakukan ke aku?" kecewa wanita itu.

"Alah! Nggak usah mendramatisir keadaan, Ayunda atau kamu mau semua orang tahu bahwa anak itu adalah anak haram, hah?!" ucap Erwin sambil menunjuk perut buncit Ayunda, “kamu wanita murahan yang bahkan tak tahu ayah anakmu ada di mana, kan?”

Deg!

Ayunda terkesiap. Lima bulan pernikahan mereka, keduanya memang tidak satu kalipun melakukan hubungan suami istri.

Bukan karena Ayunda menolak, tetapi Erwin yang merasa jijik padanya karena sudah mengandung anak dari pria lain.

Padahal, suaminya itu jelas-jelas sudah tahu keadaannya dan meyakinkan bahwa dia memang ingin bertanggungjawab kala wanita itu tengah putus asa.

Erwin yang memang selama ini mengejar Ayunda–bahkan berjanji merawat anak itu seperti anak kandungnya sendiri, hingga dia akhirnya luluh juga. Bahkan mencoba mencintai pria itu meski sulit.

Tapi sekarang, pria ini memperlakukannya seperti sampah?

Lantas bagaimana menjalani pernikahan yang sulit ini?

"Bukankah sejak awal kamu sudah tahu keadaan aku? Justru kamu yang mengatakan siap menjadi ayah dari anak ini. Lalu kenapa—"

"Waktu itu, aku khilaf kayanya. Mana mungkin ada yang sudi punya istri seperti seperti kamu, kan?” potong Erwin, tanpa peduli kata-katanya begitu kejam, “pokoknya, jangan sampai kamu bicara tentang tadi pada salah satu sahabatmu atau pada orang tuamu!”

“Jika itu terjadi, maka mereka juga akan tahu tentang anak haram itu bukan anakku!" ancam Erwin lagi, "kau mau citra baik keluarga besarmu hancur? Belum lagi, betapa kecewanya mereka nanti?”

Pria itu lalu tersenyum miring setelah merasa berhasil mengancam istri pajangannya itu.

Ditinggalkannya Ayunda yang masih mengepalkan tangannya–menahan marah.

Keluarga wanita itu memang tak ada yang tahu jika anaknya bukanlah anak Erwin, melainkan anak dari mantan kekasihnya yang pergi tanpa kabar!

Air mata yang tertahan, akhirnya luruh juga di pipi putih Ayunda.

Tak lama, wanita itu memutuskan pergi dari sana dan mengendarai mobilnya.

Menenangkan diri meski pergi tanpa arah. Bahkan, angin yang berhembus kencang pun tak lagi terasa olehnya yang kini tanpa jaket.

Sayangnya, kegundahan hati Ayunda tak kunjung reda, hingga dia pun memilih berjalan kaki.

Lagi-lagi, tanpa arah dan tujuan yang jelas.

Perasaannya begitu sakit.

Dia ditinggal kekasihnya dalam keadaan hamil seorang diri dan dijanjikan pertanggungjawaban. Tapi, pria itu pergi tanpa kabar. Belum lagi, Ayunda akhirnya dinikahi oleh Erwin, tapi berakhir dikhianati dengan wanita yang notabenenya sahabatnya sendiri.

Jika begini, mengapa suaminya itu tidak menikah dengan sahabatnya saja sejak awal?

Sambil melangkahkan kakinya, Ayunda merasa semakin hancur.

Kini dirinya mulai bertanya-tanya, apakah dia tidak layak dicintai?

Lalu, bagaimana dengan anaknya nanti?

Ayunda menghela napas. Merasa tak kuat lagi, dia pun akhirnya duduk di sisi jalanan sambil terus menangis keras berharap bisa meringankan sedikit beban.

Namun, nasib sial sepertinya tidak bisa dilewatkan oleh Ayunda karena dia mendadak dihampiri oleh dua orang preman!

"Kalian mau apa?" tanya Ayunda penuh rasa takut.

“Hahaha….” Preman itu tertawa sambil menatap kalung di leher Ayunda. “Mau ini!”

Srak!

Tanpa kata, preman itu menarik kalung tersebut dengan sangat kuat sebelum kabur.

Sayangnya, Ayunda langsung terdorong, hingga kepalanya pun membentur bahu jalan.

Entah apa yang terjadi, Ayunda merasa tubuhnya terasa dingin.

Kepala wanita itu juga memberat, sementara penglihatannya menggelap.

“Anakku?” lirih Ayunda sebelum kesadarannya menghilang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Wona Margot
cinta kebaikan
goodnovel comment avatar
Evi Takalar01
Bagus ceritanya
goodnovel comment avatar
Ipak Munthe
Hay Kak........
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 294

    Tere sendiri tidak yakin bisa makan nasi, tapi anehnya dia juga tidak bisa menolak tawaran Zidan. Manisnya, ini adalah impian yang tak mungkin dia lewatkan begitu saja. Ketika itu dia pun turun dari ranjang, kemudian dia mulai berjalan ke arah kamar mandi tapi dia malah menyenggol rokok Zidan yang diletakkan asal di atas meja. Tere pun perlahan berjongkok dan mengambilnya, ternyata bertepatan dengan Zidan yang masuk ke dalam kamar. Tapi mata Zidan tertuju pada tangan Tere yang memegang rokok miliknya. Tere pun tersadar dan cepat-cepat meletakkan kembali pada meja. "Tadi nggak sengaja kesenggol, Tere ambil lagi, maksudnya mau meletakkan pada meja lagi..." katanya dengan perasaan was-was. Dia takut Zidan mengira dia kembali merokok seperti dulu. Zidan pun mengangguk dan kembali melanjutkan langkah kakinya mendekati Tere. "Ini sarapannya, kita makan ya," kata Zidan. Tere pun mengangguk cepat, dia takut Zidan marah padanya. "Sini," Zidan punn menepuk sofa kosong di sam

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 293

    Keesokan harinya Zidan benar-benar telah mempersiapkan semuanya, awalnya rencana ini sudah dia simpan. Tapi ternyata menimbulkan kebimbangan di hati Tere. Dengan keadaan saat ini Tere membutuhkan ketenangan, diyakinkan sehingga dia pun memilih untuk mempercepat semuanya. "Mas, Tere minta maaf karena udah salah paham. Tere nggak papa kok nikah resminya abis lahiran aja," kata Tere yang merasa tidak enak. "Enggak, kita menikah resmi sekarang saja. Aku takut kamu terbebani lagi. Setelah kamu lahiran kita akan membuat resepsi saja agar orang-orang tahu kamu istriku," papar Zidan. Tere pun akhirnya diam saja dan menurut, karena Zidan benar-benar telah memutuskan semuanya. Mereka menikah di rumah masa kecil yang telah dibeli oleh Zidan, bahkan rumah tersebut dijadikan sebagai mahar. Awakmu Tere tak percaya tapi begitulah adanya ketika mendengar ucapan sakral pernikahan didepan penghulu. Sah.. Sah... Sah... Suasana terasa sangat hangat, Tere merasa Zidan benar-benar menci

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 192

    "Kamu tukar, Mas?" tanya Tere tak percaya. "Iya, aku tukar soalnya kamu nggak mau hamil anak ku." kata Zidan. "Nggak gitu, Mas..." Tere pun menggelengkan kepalanya dengan cepat. Dia juga mendadak bingung setelah mendengar ucapan Zidan. "Terus apa?" "Aku takut kamu nggak peduli sama aku lagi, aku juga takut sewaktu-waktu kamu menceraikan aku. Aku nggak mau anak ku nggak bisa punya keluarga utuh..." Tere pun menatap wajah Zidan, dia menunggu Zidan bersuara. Tapi Zidan hanya diam saja seakan masih menunggunya untuk berbicara. "Pernikahan kita hanya siri... tidak ada yang boleh tahu, aku juga takut kamu menceraikan aku saat hamil, sudah pasti orang mengira aku hamil tanpa suami... gimana nasib anak ku..." lanjutnya. Zidan langsung saja memeluknya, ternyata Tere begitu terbebani dengan keadaan mereka saat ini. "Sebenarnya aku ingin menikahimu secara resmi, aku punya rencana, setelah pekerjaan ku selesai di luar kota kita akan menikah resmi, tapi waktu itu aku tahu kamu ha

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 291

    "Mas, istirahat duluan aja ke kamar," katanya. Sambil mencari pegangan, dia berusaha untuk tetap tenang saat rasa sakit yang kian semakin terasa. "Darah?" Zidan juga terkejut melihatnya. "Duluan aja, Mas. Nanti aku nyusul," kata Tere lagi dengan suara tenang. Tapi Zidan tidak mungkin pergi seperti yang dikatakan oleh Tere. Dia segera melarikan Tere ke rumah sakit. Namun, Tere terlihat hanya diam saja sambil duduk di samping Zidan yang mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi. Terlihat Zidan sangat pamit, tapi Tere tak ingin salah menilai sikap Zidan. Kini rasa sakitnya seakan sudah menjadi makanannya sehari-hari, hingga dia terlihat begitu tenang. Dia harus tenang agar janinnya tetap terselamatkan, meskipun sepertinya keadaannya sekarang sangat buruk. Dia harus bisa menahan semuanya sendirian, tak mau mengungkap rasa sakitnya karena dia sadar tak ada tempat untuknya berkeluh kesah. Bahkan ketika tiba di rumah sakit pun dia hanya diam saja. "Saya sudah berulang

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 290

    "Anda tidak boleh stress, lakukan sesuatu yang bisa membuat anda bahagia. Selagi itu positif tidak ada salahnya" Tere masih bisa mengingat apa yang dikatakan oleh sang dokter, keadaan rahimnya tidak seperti wanita pada umunya sehingga kesempatan untuk hamil lagi setelah ini pun terbilang sangat kecil. Rahimnya sudah lemah akibat obat terlarang yang sempat menguasai dirinya, keguguran yang dia alami sungguh menjadi ancaman buruk bagi dirinya. Dia harus bisa tenang untuk mengendalikan dirinya, dia berusaha untuk tidak panik dengan mencuci wajahnya beberapa kali. Bahkan tangannya terlihat bergetar hebat ketika membawa air untuk mencuci wajahnya. Dia menahan air mata agar tidak lagi menangis dan berharap bisa tenang. Tapi dobrakan pintu membuatnya menjadi seperti melayang karena syok dan dia pun mulai kehilangan kesadarannya. "Tere!" teriak Zidan ketika menyadari Tere mulai kehilangan keseimbangannya. "Tere, apa kamu baik-baik saja, Tere, bicara," kata Zidan sambil mengang

  • Aku Bukan Wanita Nakal, Tuan Pewaris Terhormat!   Bab 289

    Hari mulai larut dan Tere pun keluar dari kamar, sedangkan Zidan duduk di pos satpam untuk memastikan Tere tidak bisa pergi sendiri di hari yang sudah larut ini. Tak lama kemudian Tere pun terlihat berjalan ke arah pintu gerbang. Cepat-cepat Zidan pun menyusulnya bermaksud untuk menahannya agar tidak sampai keluar sendirian lagi. Tapi ternyata ada seorang pria pengantar makanan di sana. "Tere?" kata pria tersebut. Tere pun memperhatikan wajah pria itu, kemudian dia pun tersenyum karena mengenalinya. "Yudi?" kata Tere. "Apa kabar?" tanya Yudi sambil memberikan makanan padanya. Tere pun menerimanya, "Aku baik, kamu apa kabar?" "Baik juga, ini rumah kamu?" tanya Yudi sambil melihat rumah besar di hadapannya. Tere pun menggelengkan kepalanya, "Aku pembantu di sini," kata Tere. Degh! Jantung Zidan terasa berdetak kencang mendengarnya, dia yang berdiri tak jauh di belakang Tere merasa kesal. "Nggak mungkinlah, aku tahu kamu itu anak orang berada," kata Yudi sambil

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status