Share

Aku Dan Pengkhianatan Suamiku
Aku Dan Pengkhianatan Suamiku
Penulis: OptimisNa_12

Suamiku Ijab Qobul

Bab 1 Suamiku Ijab Qobul

"Kondangan?" tanyaku pada suamiku, Mas Indra yang sedang bersiap di depan cermin lemari.

"Iya. Di ajak Ibu," balasnya melihat ke arah ku dari cermin di depannya.

"Kenapa mendadak? pekerjaan rumah kan belum selesai," kata ku seraya mendekati Mas Indra yang kini telah menyelesaikan akivitasnya.

Mas Indra mengubah posisinya menghadap ke arahku. "Maaf ya, Na, kata Ibu cukup Mas aja yang mewakili. Jadi, kamu gak perlu ikut," ujar Mas Indra.

Ada rasa menjanggal. Karena biasanya, acara apapun yang dihadiri Mas Indra pasti ia mengajak diriku. Sekalipun acara itu ibunya yang mengajak. Aku tak pernah absen meskipun ibu mertuaku itu tak menyukai keberadaanku.

"Ini kan Mas juga cuma diminta buat nemenin Ibu aja. Maaf, ya," ucap Mas Indra lagi, lalu mengecup keningku.

Aku hanya bisa terdiam tanpa memberi respon. Meski merasa janggal, namun aku mencoba mengabaikan kecurigaanku itu. Mas Indra tak mungkin mengkhianatiku.

Kami sudah menikah selama tiga tahun. Meski belum diberikan momongan, aku dan Mas Indra hidup bahagia. Apalagi soal ekonomi kami terbilang cukup. Mas Indra bekerja di sebuah pabrik dengan jabatan supervisor.

Alhamdulillah, meski sering lembur, tetapi gajinya cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah. Itu pun sudah termasuk iuran bersama ibunya untuk biaya kuliah adik perempuan satu-satunya yang bernama Jamilah.

Sedangkan aku, menyibukan diri dengan membantu ibu mertuaku di warung mie ayam dan baksonya setiap hari. Ditambah dengan pekerjaan rumah tangga yang tak ada habisnya. Walau demikian, aku tetap ikhlas menjalaninya. Sebab, ada pahala yang aku incar dari apa yang aku lakukan tersebut.

"Ya sudah, sarapan dulu, ya, Mas," ajak ku.

Mas Indra pun berjalan ke luar kamar. Diikuti oleh ku yang berada di belakangnya.

Di meja makan sudah ada Bu Ria, ibu mertuaku, yang memang tak menyukai ku sejak awal rumah tanggaku dibangun bersama anak lelakinya itu, sudah berdandan rapi dengan mengenakan kebayanya yang berwarna kuning kecoklatan.

Tak sendirian, di sebelah Bu Ria ada anak perempuannya yang masih kuliah. Jamilah. Adik iparku itu sama saja dengan ibunya. Sering bersikap jutek padaku.

Betul-betul hanya Mas Indra lah yang menguatkanku untuk bertahan di rumah ini. Menguatkanku supaya terus bersabar dan tak berhenti mendoakan agar keluarganya bisa menerimaku sepenuhnya.

Sungguh, Mas Indra adalah sosok pria yang mendekati sempurna bagiku. Menerima kekuranganku dan tentunya dia setia dengan keadaan rumah tangga kami selama ini.

"Loh, kamu juga mau pergi, Mil?" tanyaku sembari menarik kursi. Melihat adik iparku itu yang juga sudah terlihat rapi dengan sentuhan make up yang menghiasi wajahnya.

"Iya, lah. Biasaaa, anak muda. Libur, ya main," jawab Jamilah.

Aku hanya mangut-mangut di sela tersenyum mendengar jawaban Jamilah.

Entah, aku merasa semakin aneh melihat semua anggota rumah kecuali aku akan pergi hari ini. Padahal Mas Indra hanya pergi kondangan, itu pun hanya menemani ibunya saja. Perasaanku betul-betul tak bisa terkontrol, yang membuatku semakin curiga. Apalagi Bu Ria, yang memang sering memperlihatkan ketidak sukaannya padaku malah memintaku untuk tetap membuka warung miliknya.

Benar. Warung mie ayam dan bakso tersebut adalah satu-satunya usaha ibu mertuaku. Usaha yang sudah ia rintis bersama almarhum suaminya sejak awal-awal mereka menikah.

"Ayo, Ndra, udah jam berapa ini?" ajak Bu Ria, yang padahal anak lelakinya itu belum menyelesaikan sarapannya.

"Biar selesai dulu lah, Bu," kataku.

"Halah, keburu siang. Ayo cepet, Ndra!" seru Bu Ria yang tak mengindahkan perkataanku.

Aku hanya menghela napas melihat suamiku yang terburu-buru menenguk air putih di hadapannya. Lalu dengan tergesa-gesa menyusul ibunya yang sudah lebih dulu berjalan meninggalkannya.

"Aku pergi ya," kata Mas Indra seraya melangkah pergi

Tak lama setelah itu, Jamilah, tanpa meninggalkan sepatah kata pun pada ku lantas ikut pergi.

Aku melihat ke arah jam dinding, waktu masih menunjukkan pukul tujuh pagi yang belum genap. Sedangkan Mas Indra dan Bu Ria terburu-buru pergi. Hendak kondangan di mana hingga membuat mereka takut telat yang padahal masih sepagi ini?

Dan Jamilah? ini hari minggu, tak biasanya anak itu berniat bangun sepagi ini. Aku hafal betul tabiatnya kalau sudah tanggal merah begini. Tak mungkin bangun di jam segini. Lagian, main ke mana dia dengan dandanan seperti itu?

Keadaan pagi ini ... betul-betul membuatku terheran-heran. Ada apa ini? 

Setelah menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, aku pun bersiap untuk berkutat dengan warung yang terletak di samping rumah. Lebih tepatnya memang menyatu dengan rumah milik ibu mertuaku ini.

Baru beberapa menit membuka warung, tiba-tiba aku kedatangan seseorang yang aku kenal. Ia adalah Ayuk, salah satu pekerja ruko pakaian yang memang berada di seberang jalan warung milik Bu Ria.

"Mbak Nana kok masih jualan?" tanya Ayuk yang membuatku terheran-heran.

"Ya mau apalagi? sudah waktunya jualan ya jualan," jawabku sambil tersenyum.

"Haduh, Mbak, bukan itu maksudku," timpa Ayuk yang semakin membuatku bertanya-tanya.

Ayuk pun lebih mendekatkan dirinya padaku, lalu ia menceritakan apa yang ia lihat ketika dalam perjalanan dari rumah menuju tempat bekerjanya. Di mana Ayuk bercerita kalau dirinya melihat Mas Indra dan Ibunya serta Jamilah turun dari mobil di depan gedung serba guna.

"Ooh, iyaa, itu Ibu sama Mas Indra kan emang mau kondangan, jadi ya mungkin acaranya di gedung itu," kata ku setelah mendengar cerita dari Ayuk.

"Tapi kok aneh ya Mbak," balas Ayuk. Aku mengernyitkan dahi seketika.

"Aneh gimana?" tanya ku.

"Mbak, kondangan mana sih buka jam segini?" Ayuk malah balik bertanya. Dan sebenarnya ... aku juga mempertanyakan hal tersebut.

"Ini lho baru setengah delapan. Terus tadi keadaannya juga sepi, makanya aku bisa lihat mereka. Kan jalan arah ke sini pas di depan gedung itu," timpa Ayuk, yang semakin membuat perasaanku tak tenang.

Mas Indra ... ah, tak mungkin ia mengkhianatiku.

Ku telan ludahku. Lalu menoleh ke arah Ayuk.

"Lagian ya Mbak, masa iya kondangan pakai kemeja putih ditambah jas lagi? apa gak takut menyaingi pengantin lakinya ntar?"

Deg!

Aku terkejut. Seingatku ketika berangkat tadi Mas Indra memakai kemeja batik biasa. Bukan kemeja polos apalagi memakai jas.

"Yuk, kamu yakin yang kamu lihat itu Mas Indra sama Ibunya? yang pakai jas itu?" tanyaku tak sabaran. Perasaan takut kalau Mas Indra menikah lagi mendadak menyelimuti pikiranku.

"Yakin, Mbak. Demi Allah, aku yakin itu Mas Indra," balas Ayuk.

Seketika badanku terasa lemas. Bagaimana jika benar Mas Indra ... menikah lagi.

Tanpa pikir panjang, sekaligus ingin membuktikan kalau firasatku salah, aku lantas mengajak Ayuk untuk pergi menuju gedung yang ia maksud pagi ini. Syukurlah, Ayuk mau membantuku dengan mengantarku ke sana.

Dan ternyata benar. Sesampainya di gedung serba guna itu, aku melihat mobil milik Mas Indra yang terparkir di sana.

Aku pun meminta Ayuk untuk parkir di dekat mobil suamiku itu. Lalu, mencoba mengintip ke dalam mobil berwarna hitam tersebut. Sayangnya aku tak bisa melihat apa yang ada di dalamnya dengan jelas lantaran kacanya yang berwarna hitam gelap. Walau begitu aku menyakinkan diri, benda yang aku lihat dengan samar-samar yang tergantung di dekat kaca mobil itu adalah sebuah kemeja.

Melihat kenyataan itu, aku langsung berlari ke dalam gedung yang tak banyak orang di dalamnya.

Sayangnya aku terlambat. Baru satu langkah aku masuk ke dalam gedung, terlihat dari kejauhan Mas Indra sudah berada di tengah orang-orang yang menghandiri acara ini. Suamiku itu tengah bersalaman dengan seorang pria paruh baya yang sedang mengucapkan ijab.

"Saya terima nikah dan kawinnya Tiyem Lestari binti Suparman dengan mas kawin seperangkat alat salat dan emas 10 gram dibayar tunai."

"Bagaimana para saksi?" Sah?"

"Sah!"

Tubuhku seketika terasa lunglai disaat terdengar jelas prosesi ijab qobul yang dilakukan Mas Indra, suamiku. Perlahan aku pun memundurkan langkahku dan berbalik berjalan dengan gontai meninggalkan gedung dengan perasaan hancur sekaligus tak percaya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status