Share

Bab 4

Penulis: Arjana
Tatapan Tristan sempat bergetar sedikit, lalu dia kembali berbicara dengan nada penuh keyakinan, "Pegawai yang berprestasi harus dikasih hadiah. Aku merasa jam itu paling cocok untuknya. Kamu punya begitu banyak jam mewah, nggak perlu sepelit itu!"

Setelah berkata demikian, dia berbalik menuju rekan bisnisnya sambil tersenyum dan mencoba meredakan suasana.

Rayna sengaja berjalan paling belakang. Berbeda dari kelemahannya tadi, kini dia menatapku dengan penuh tantangan. "Terima kasih kepada Pak Lucas yang berhasil mendapatkan proyek itu. Aku jadi ikut mendapat keuntungan!"

Melihat tatapan puas di matanya, aku langsung menampar wajahnya tanpa ragu.

....

Suasana langsung membeku. Seluruh pesta seketika menjadi sunyi senyap.

Terdengar teriakan Rayna. Tristan segera memapahnya bangkit, lalu menatapku dengan marah. "Wilda, apa yang kamu lakukan!"

Bahkan putriku ikut berdiri di depan Rayna. "Mama jahat! Aku benci Mama!"

Aku mengabaikan pertanyaan Tristan. Aku mengambil gelas anggur dan melangkah cepat ke panggung.

"Terima kasih kepada semua yang meluangkan waktu menghadiri pesta hari ini. Sayangnya, aku dan Pak Tristan sedang dalam proses perceraian. Rumah ini bukan miliknya, tapi milikku. Aku akan meluangkan waktu lainnya untuk meminta maaf kepada semuanya. Mohon dimaklumi!"

Setelah berkata demikian, aku meneguk habis anggur di dalam gelas.

Para tamu yang sebagian besar adalah pebisnis segera mencari alasan untuk pergi begitu melihat situasinya memburuk. Sepertinya, Tristan lupa bagaimana kariernya bisa naik.

Kalau bukan karena keluargaku yang menopang dia, kalau bukan karena aku yang membantu dia dari belakang, perusahaan kecilnya dulu tidak mungkin bisa berdiri sejajar dengan perusahaan besar hari ini.

Sebagian besar proyek yang dia dapatkan, sebagian besar investasi masuk, adalah karena aku yang membuka jalan. Sekarang aku benar-benar ingin melihat, tanpa aku, apa yang membuat dia merasa bisa begitu sombong.

Melihat pesta yang tadinya ramai berubah menjadi sunyi dalam hitungan menit, wajah Tristan pun menjadi muram dan sangat buruk.

Dia membuang harga dirinya, berteriak padaku tanpa memedulikan citranya. "Wilda! Kamu benar-benar mempermalukanku di depan semua orang! Kamu tahu nggak, kalau kabar perceraian ini tersebar, perusahaan akan mengalami kerugian sebesar apa?"

"Sejak kapan kamu jadi picik begini? Hal sepele saja bisa kamu permasalahkan setengah hari!"

Aku menatapnya dengan tenang, melihatnya histeris. Sama seperti dulu dia menatapku dengan tenang, saat aku hancur melihat dia dan Rayna bermesraan.

Peran memang sudah berbalik. Ternyata manusia benar-benar mirip monyet yang hanya tahu berteriak saat merasa panik dan putus asa.

Rayna menutupi perutnya, wajahnya pucat, tampak lemah saat bersandar di pelukan Tristan. "Pak Tristan, ini semua salah saya. Sampai membuat Bu Wilda salah paham. Saya akan mengundurkan diri sekarang juga, jangan sampai Anda marah sampai sakit."

"Rayna, ini bukan salahmu. Aku akan mengantarmu ke rumah sakit sekarang. Untuk pestanya, nanti aku buatkan ulang untukmu!"

"Bibi Rayna, ini bukan salah Bibi! Mama yang terlalu picik!"

Melihat kedua orang itu kompak membela Rayna, aku tertawa dingin, lalu berkata pada kepala pelayan, "Keluarkan semua barang Pak Tristan dan putrinya. Besok pagi sebelum jam sepuluh, lemparkan keluar."

Kepala pelayan mengernyit, ragu-ragu menasihatiku, "Nyonya, ini terlalu berlebihan. Marah itu wajar, tapi kalau sudah kebablasan, tidak bisa ditarik kembali. Tuan dan Nona bukan orang yang mudah dihadapi. Sebaiknya Anda pikirkan lagi."

Mendengar ucapannya, tatapanku langsung mendingin. Ternyata statusku di rumah ini memang serendah itu. Bahkan kepala pelayan yang dipekerjakan Tristan saja berani meremehkanku.

"Baik. Kamu dipecat."

Aku mendengus pelan melihat wajah kepala pelayan yang berubah panik, lalu berbalik pergi. Aku mengeluarkan ponsel dan mengirim pesan kepada kepala pelayan lama di rumah Keluarga Tjokro.

[ Pak Herman, tolong datang sekarang. Bersihkan semua barang orang yang tidak berkepentingan. ]

[ Baik, Nona! ]

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Aku Di Sebelahmu, Tapi Jiwamu Tak Bersamaku   Bab 8

    Karena Tristan curiga aku menyelidikinya, maka aku sekalian saja mewujudkan tuduhan itu.Dua puluh menit kemudian, layar akhirnya berhenti memutar. Namun, lokasi konferensi pers tetap sunyi. Para wartawan saling memandang, tetapi tak ada satu pun yang bersuara. Informasi di layar terlalu banyak, bahkan beberapa hal terasa tidak masuk akal.Aku mengambil mikrofon, mulai menjawab pertanyaan wartawan sebelumnya. "Pertama, aku dan Pak Tristan memang dalam proses bercerai. Alasan perceraian juga sudah kalian lihat.""Kedua, Reisha sendiri yang menghancurkan harta miliknya. Kalau dia mau menuntut, aku akan layani. Bagaimanapun, aku nggak ingin membesarkan seorang pengkhianat yang menikamku dari belakang.""Terakhir, soal menindas orang dan meremehkan rakyat biasa? Para karyawan di perusahaanku semuanya orang biasa. Perusahaan berjalan karena mereka. Atas dasar apa aku meremehkan mereka?""Jadi, jangan menyamakan beberapa orang berbuat salah dengan orang biasa. Jangan juga memutarbalikkan fak

  • Aku Di Sebelahmu, Tapi Jiwamu Tak Bersamaku   Bab 7

    Dia mengenakan gaun putih. Dengan mata memerah, dia berlutut di depan Tristan. Wajahnya penuh permohonan."Pak Tristan, aku benar-benar nggak bisa hidup lagi! Setelah dipecat, aku ingin cari kerja, tapi semua perusahaan menolakku. Ibuku mengalami kecelakaan, butuh uang segera. Bahkan dokter pun nggak bisa kami panggil!""Aku mohon, tolong selamatkan aku! Aku benar-benar nggak bersalah!" Rayna berkata sambil sesekali menatapku dengan mata ketakutan, seolah-olah semua penderitaannya adalah salahku.Tristan pun terbawa arus. Dengan penuh rasa iba, dia membantu Rayna berdiri, lalu memandangku dengan jijik. "Wilda, aku bilang semuanya hanya salah paham! Kalau kamu marah, tujukan ke aku. Apa menyeret orang yang nggak bersalah itu menyenangkan? Hidup Rayna sudah cukup sulit. Apa kamu mau memaksanya sampai mati?"Reisha yang merasa tidak tega pun memegang saputangan, lalu menghapus air mata Rayna tanpa sekali pun memandangku.Aku melihat jam, lalu berkata dengan tidak sabar, "Mau cerai atau ng

  • Aku Di Sebelahmu, Tapi Jiwamu Tak Bersamaku   Bab 6

    "Perlu aku ingatkan kamu, apa yang kamu tanda tangani kemarin?"Wajah Tristan langsung memucat. Aku melambaikan tangan. Segera, ada satpam yang mengusirnya keluar.Sejak diusir dari rumah, Tristan dan Reisha mencoba berbagai cara untuk menghubungiku."Kami butuh kamu menjadi penghubung di proyek dengan Pak Zidan. Demi hubungan kita selama bertahun-tahun, bantu aku sekali ini.""Sekolah kasih PR, kamu cepat pulang bantu! Aku bahkan nggak mempermasalahkan kamu yang terakhir kali nggak nurut."Aku sangat jengkel, jadi langsung mengganti nomor telepon.Di pesta ulang tahun istri Zidan, aku kembali bertemu dengan mereka. Tristan yang dulu selalu percaya diri, kini tampak agak berantakan. Kantong matanya yang hitam bahkan tak bisa ditutupi. Kesombongan Reisha yang dulu seperti tuan putri pun lenyap.Mereka mengadangku di balkon tempat pesta berlangsung. Tristan tidak berbicara, hanya mendorong Reisha maju.Reisha mengernyit. Dengan enggan, dia bertanya, "Mama, jangan cerai, boleh?"Aku menat

  • Aku Di Sebelahmu, Tapi Jiwamu Tak Bersamaku   Bab 5

    Herman adalah kepala pelayan yang merawatku sejak kecil. Dia bekerja dengan cepat dan tegas. Aku sama sekali tidak perlu khawatir tentang cara dan kemampuannya menangani sesuatu.Aku berbaring di tempat tidur, mengingat koper yang Reisha sendiri lemparkan ke dalam api di ruang penyimpanan. Aku tertawa kecil.Di dalamnya semuanya adalah jaminan yang aku tinggalkan untuknya. Saham perusahaan properti di berbagai tempat, pulau di luar negeri, dan dana perwalian. Awalnya aku takut dia akan diperlakukan buruk setelah perceraian, jadi semua itu adalah bekal untuk hidupnya ke depan.Tak kusangka, dia justru membuang sendiri sandarannya, bahkan ingin memakai itu untuk membalas dendam padaku. Benar-benar bodoh. Aku pun tidak mungkin menyiapkan kembali barang yang dia buang sendiri.Aku tidur sampai pagi hari berikutnya. Telepon dari guru kembali membangunkanku."Apa ini orang tua Reisha? Reisha lupa membawa tas sekolah. Tolong diantar ya."Aku memutar bola mata dan menahan amarah sambil bangkit

  • Aku Di Sebelahmu, Tapi Jiwamu Tak Bersamaku   Bab 4

    Tatapan Tristan sempat bergetar sedikit, lalu dia kembali berbicara dengan nada penuh keyakinan, "Pegawai yang berprestasi harus dikasih hadiah. Aku merasa jam itu paling cocok untuknya. Kamu punya begitu banyak jam mewah, nggak perlu sepelit itu!"Setelah berkata demikian, dia berbalik menuju rekan bisnisnya sambil tersenyum dan mencoba meredakan suasana.Rayna sengaja berjalan paling belakang. Berbeda dari kelemahannya tadi, kini dia menatapku dengan penuh tantangan. "Terima kasih kepada Pak Lucas yang berhasil mendapatkan proyek itu. Aku jadi ikut mendapat keuntungan!"Melihat tatapan puas di matanya, aku langsung menampar wajahnya tanpa ragu.....Suasana langsung membeku. Seluruh pesta seketika menjadi sunyi senyap.Terdengar teriakan Rayna. Tristan segera memapahnya bangkit, lalu menatapku dengan marah. "Wilda, apa yang kamu lakukan!"Bahkan putriku ikut berdiri di depan Rayna. "Mama jahat! Aku benci Mama!"Aku mengabaikan pertanyaan Tristan. Aku mengambil gelas anggur dan melang

  • Aku Di Sebelahmu, Tapi Jiwamu Tak Bersamaku   Bab 3

    "Nyonya, Nona bersikeras masuk ke gudang untuk mencari boneka masa kecilnya. Kami benar-benar nggak bisa menahannya.""Ruangan itu sangat berdebu. Kalau sampai memicu asmanya ...."Aku menutup koper dan menghela napas. "Aku yang cari. Kalian tahan dia."Namun begitu aku masuk ke ruang penyimpanan, pintu tiba-tiba tertutup rapat. Suara putriku terdengar dari luar dengan penuh kepuasan."Mama, hari ini Mama melanggar aturan dan jadwal. Mama harus menerima hukuman. Kalau Mama minta maaf padaku, aku akan membukakan pintu. Kalau nggak, malam ini Mama hanya boleh tinggal di gudang."....Melihat aku tidak menjawab, suara Reisha mulai terdengar cemas. "Ponsel Mama ada di luar. Nggak ada yang bisa menyelamatkan Mama."Aku menyalakan lampu gudang dan menjawab dingin, "Terserah kamu.""Malam ini Papa akan bawa Bibi Rayna pulang untuk merayakan pesta kemenangan. Mama tinggal di sini saja, jangan mengganggu!"Mendengar jawabanku, suara putriku berubah tajam. Lalu, dia menendang pintu dengan keras

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status