Setelah mengalami keguguran lima kali berturut-turut, akhirnya aku konsultasi ke dokter untuk menanyakan alasan mengapa tubuhku tidak mampu mempertahankan janin. Namun, sebelum masuk ke ruangan pemeriksaan, aku mendengar percakapan suamiku dengan dokter di depan pintu. "Obat aborsi yang kamu berikan cukup manjur. Dia sudah keguguran lima kali. Kapan bisa dilakukan operasi pengangkatan rahim? Aku nggak bisa membiarkan Kirana mengandung anakku," ucap Raka. Dia melanjutkan, "Oh ya, tolong resepkan juga obat penguat kandungan untukku. Maya sedang mengandung anakku, aku harus memastikan bayi itu lahir dengan sehat." Dokter berkata, "Tapi kondisi tubuh Kirana sudah sangat lemah selama beberapa tahun terakhir. Kemungkinan besar dia nggak akan pernah bisa hamil lagi." Raka malah menanggapinya dengan santai, "Memangnya kenapa? Justru aku memang mau dia nggak pernah bisa punya anak, makanya aku selalu membuatnya keguguran." "Sudahlah, nggak usah bahas ini lagi. Aku masih harus menemani Maya membeli perlengkapan ibu dan bayi," lanjut Raka. Aku mendengar semua percakapan itu di balik pintu, tubuhku terasa dingin. Aku baru sadar ternyata cinta yang selama ini kupertahankan hanyalah sebuah lelucon.
View MoreBegitu keluar dari pintu rumah sakit, Raka langsung dihadang oleh Maya yang sudah menunggunya.Maya berkata, "Kak Raka, akhirnya aku bisa menemuimu."Dia melangkah dengan wajah berlinang air mata sambil berkata, "Kak Kirana pasti marah padamu karena aku, ya?""Aku tahu ini salah, tapi aku sangat mencintaimu! Aku nggak bisa hidup tanpamu!""Gimana kalau kamu ceraikan saja dia saja supaya kita bisa bersama terang-terangan?"Maya tidak menyangka wajah Raka dipenuhi rasa muak. Dia mendorongnya dengan kasar.Raka berkata, "Kamu bicara apa? Apa kamu sudah gila?""Kirana itu istriku, mana mungkin aku menceraikannya?""Kamu pergi saja. Jangan pernah muncul lagi di depan kami. Aku nggak mau dia nggak senang karenamu."Maya tertegun, dia bertanya dengan tidak percaya, "Kamu bilang apa?""Pak Raka, bukankah kamu yang bilang aku wanita yang paling kamu cintai?""Jangan-jangan Kak Kirana yang memaksamu bicara begitu? Aku tahu dia memang wanita menyebalkan."Tatapan Raka penuh marah, dia membentak M
Kebetulan sekali, pengacaraku menghubungiku dan langsung mengantar dokumen perceraian ke ruang rawat."Waktunya pas sekali," ucapku pelan. Aku menerima berkas itu dari tangan pengacara lalu menyodorkannya pada Raka. "Bacalah dulu, kalau nggak ada yang kamu keberatan, sebaiknya segera kita tanda tangani," lanjutku.Tangan Raka bergetar hebat, kertas setipis itu seakan hampir terlepas dari genggamannya.Raka bertanya, "Sayang, ka … kamu bilang apa barusan?""Cerai? Jangan bercanda! Mana mungkin!"Aku menoleh keluar jendela, tidak lagi menatapnya. Aku berkata, "Cukup sampai di sini saja, Raka.""Kamu sudah nggak mencintaiku, aku pun sudah mati rasa padamu.""Kalau kita terus melanjutkan hubungan ini, itu hanya akan saling menyiksa."Urat-urat merah merayap di mata Raka. Dia membanting dokumen itu ke tepi ranjang."Nggak! Aku nggak setuju!" teriak Raka.Dia ingin berkata lagi, tetapi Gilang tiba-tiba masuk ke kamar, lalu mengusirnya keluar dengan alasan telah mengganggu pasien untuk berist
Raka buru-buru memapah Maya, lalu berbalik untuk menegurku dengan tegas.Dia berkata, "Dia menghormatimu, makanya ingin mengajakmu bersulang. Kenapa kamu begitu nggak sopan?""Dari tadi kamu terus saja mencari masalah. Apa yang Maya lakukan untuk menyinggungmu sampai kamu tega menyulitkan seorang gadis muda?"Maya bersandar manja di pelukan Raka, matanya sembab, tampak sangat sedih.Namun, tatapannya saat melihatku penuh dengan kebencian.Amarahku seketika mendidih. Aku melawan balik."Menghormatiku? Aku sudah bilang nggak mau minum, tapi dia terus memaksa. Itu yang kamu sebut hormat? Apa matamu buta, Raka?" ucapku.Raka tidak menyangka aku akan bertengkar dengannya di depan umum. Wajahnya langsung muram.Raka berkata, "Lihat dirimu sekarang! Seperti ibu tua yang kasar dan nggak berpendidikan. Nggak terlihat seperti nyonya besar sama sekali!"Dia berkata sambil mendorongku dengan kasar.Aku tidak sempat menghindarinya. Perutku membentur keras sudut meja. Rasa sakitnya menyebar ke selur
Begitu selesai bicara, Maya tiba-tiba meraih lengan pakaianku sambil memohon dan menangis.Dia berkata, "Kak Kirana, aku benar-benar nggak berniat mengambil uang perusahaan.""Uang dan saham itu hanya hadiah dari Pak Raka karena aku sudah bekerja keras selama ini. Kalau kamu nggak terima, aku bisa mengembalikannya."Sebelum aku sempat mencerna apa yang terjadi, Raka sudah bergegas maju, lalu menggenggam tanganku dengan erat sambil bertanya."Kirana, apa yang sebenarnya kamu permasalahkan?" tanya Raka.Dia menjelaskan lagi, "Aku sudah bilang bonus dan saham itu bagian dari bonus untuk karyawan. Kenapa kamu masih harus menyulitkan Maya?"Aku menoleh, melihat para karyawan mulai berkerumun dan saling berbisik seolah akulah yang keterlaluan.Saat aku kembali melirik Maya, dia malah tersenyum dengan penuh kemenangan.Aku menarik tanganku dari genggaman Raka sambil mengerutkan kening. "Perusahaan ada di bawah kendalimu. Bonus dan saham mau kamu berikan pada siapa pun, berapa pun jumlahnya, a
Tumpukan uang tunai itu diletakkan di depan umum, para karyawan di bawah panggung saling berbisik. "Gila, Pak Raka benar-benar murah hati! Sulit dibayangkan betapa banyaknya nilai separuh saham itu. Kita kerja tiga generasi pun nggak bakal bisa dapat!""Itu untuk Bu Maya. Kalian nggak lihat? Pak Raka hampir terang-terangan membawanya pulang ke rumah.""Tapi bukankah Pak Raka sudah punya istri? Dengar-dengar, mereka sudah lama menikah.""Memangnya kenapa? Aku pernah lihat istri Pak Raka, dia kalah jauh dibanding Bu Maya! Tubuhnya gemuk, wajahnya bengkak kayak roti kukus, dan kulitnya banyak flek hitam. Mana ada secantik dan semuda Bu Maya? Lagi pula, istri Pak Raka cuma ibu rumah tangga, sementara Bu Maya telah membantu Pak Raka mendapatkan banyak kontrak besar!"Aku hanya tersenyum dan ikut bertepuk tangan bersama para karyawan yang lain.Saat Raka melihatku, dia langsung panik. "Sa … Sayang? Kenapa kamu ada di sini?" tanya Raka."Aku cuma sedang senang saja, jadi memberi bonus ke Maya
Begitu masuk rumah, Raka langsung menunduk hendak menciumku, kedua tangannya tidak henti merayap di tubuhkuNamun, begitu mencium aroma parfum Maya yang masih menempel di tubuhnya, rasa mual seketika menyerangku. Aku menepis tangannya halus."Sudahlah, aku baru saja selesai membereskan rumah. Badanku penuh keringat, belum sempat mandi," ucapku.Sekilas tatapan jijik melintas di matanya, meskipun dia menutupinya dengan cepat dan pura-pura berkata dengan sabar."Terima kasih, Sayang. Lain kali, biarkan pembantu yang mengurus rumah saja," ucap Raka."Kamu itu istriku. Aku bahkan belum cukup memanjakanmu, mana mungkin aku membiarkanmu melakukan pekerjaan rumah," lanjut Raka.Setelah berkata begitu, dia melepas pelukannya dan bergegas masuk ke ruang kerja, berdalih masih ada urusan kantor.Hingga larut malam, barulah dia kembali ke kamar. Aku membalikkan tubuh, pura-pura sudah tertidur.Saat dia sudah terlelap, aku membuka mata. Layar ponsel Raka menyala, sebuah notifikasi pesan muncul. Ak
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments