Setelah menemukan solusi untuk masalah pekerjaannya, Nisa segera melihat jam dari hapenya.
"Hm...! Baru jam delapan, pasti Dinda belum tidur. Tapi lebih baik aku ganti sim card dulu aja ah!" gumam Nisa sambil tersenyum.Setelah mengaktifkan nomornya dan menyalin nomor sahabatnya, Nisa langsung menghubungi, dan tak perlu menunggu lama panggilan pun langsung terhubung."Halo..dengan siapa ya?" Begitu mendengar suara di seberang, Nisa langsung tersenyum."Assalamualaikum Dinda, ini Nisa! Kamu nggak lupa sama aku 'kan?" jawab Nisa."Waalaikumsalam, ya Allah Nisa..! Apa kabar? Kamu kemana aja Nis?" Dinda begitu gembira, begitu tau jika yang menghubunginya adalah orang yang ia tunggu kabarnya selama ini."Alhamdulillah aku baik, Da, selama ini aku dan Ahmad tinggal di rumah Mas Arman, kamu gimana? Apa masih lanjut usaha yang waktu itu atau buka usaha baru, Da?" tanya Nisa penasaran."Oh...Aku lanjut ke usaha yang lama Nis, masalahnya di usaha itu, aku udah di kenal banyak orang, jadi lebih mudah bagi aku, untuk mengelola dan mengembangkan usaha milik kita itu!"Jawaban Dinda, yang mengatakan usaha kita membuat Nisa bingung."Maksud kamu usaha kita itu apa Da?" tanya Nisa penasaran karena tak merasa menanam modal yang di maksud."Ya 'kan usaha ini dari modal kamu yang aku pinjam dulu Nisa. Dari pada aku cuma pinjam modal, dan dikembalikan dengan jumlah yang sama, aku pikir lebih baik uang kamu itu aku jadikan saham kamu aja, terus keuntungan usahanya kita bagi dua!""Hasil keuntungan kamu aku tabung lho Nis, siapa tau bermanfaat, ya setidaknya untuk anakmu. Gimana? Kamu setuju 'kan Nis?" jelas Dinda semangat.Nisa terharu melihat kepedulian sahabatnya terhadap putranya."Aku setuju aja selama itu untuk kebaikan, cuma aku kurang ngerti dengan sistem bagi hasilnya?""Gimana kalau besok kita ketemuan?" Usul Nisa yang masih belum paham penjelasan sahabatnya, tentang saham yang di maksud dan uang apa yang di pinjam, ia benar benar lupa."Oke, kita ketemuan di mana? Aku juga udah rindu sama Ahmad!" jawab Dinda semangat."Nanti aku ijin dulu sama Mas Arman ya? Jika diijinkan suamiku, aku mau kamu datang ke rumah Mas Arman aja!""Oke oke...! Kamu save aja no aku, jangan ngilang lagi ya, banyak yang ingin aku tanyakan!" Dinda merasa penasaran dengan rumah tangga sahabatnya itu. Namun ia akan menanyakannya jika sudah bertemu langsung dengan Nisa besok."Iya, ya udah aku tutup dulu ya? Assalamualaikum!" Nisa pun mengakhiri obrolannya dan memutus sambungannya.Sekarang saatnya aku akan membalas kata-kata kalian dengan kesuksesanku."Hm...! Kita lihat saja ibu mertua! Apa yang akan aku lakukan nantinya!" gumam Nisa tersenyum smirk.Nisa masih duduk diam, penasaran dengan apa yang di maksud saham usaha.Tiba tiba ...Nisa teringat sesuatu, saat itu tepatnya dua hari setelah pernikahannya.Dinda datang menemuinya, dan meminjam uang untuk melanjutkan usaha bisnis pakaian online yang dijalaninya.Lama Nisa bernostalgia dengan pikirannya, sampai-sampai tidak menyadari jika suaminya sudah pulang dan langsung masuk ke dalam kamar."Suami pulang bukannya di sambut malah asyik sendiri!" ucap Arman ketus sambil meletakkan handphonenya dengan kasar.Arman yang merasa cemburu melihat istrinya yang sedang termenung, langsung membuka pakaiannya dan meletakkan begitu saja, lalu berjalan ke arah lemari pakaian."Apa kamu memikirkan laki-laki yang datang tempo hari, sampai-sampai suami pulang gak tau!" tanya Arman terdengar tak suka."Maaf Mas...! Aku gak pernah memikirkan laki-laki lain selama ini. Aku nggak tau aja, jika Mas Arman akan pulang secepat ini, biasanya 'kan udah larut malam Mas Arman baru pulang!" jawab Nisa sambil mengumpulkan pakaian yang baru saja diletakkan suaminya."Deg...!" Hati Nisa terasa perih, saat kembali melihat gambar bibir di baju kemeja suaminya."Kamu itu, suami pulang cepat heran, suami pulang larut, curiga! Apa sih mau kamu?" ucap Arman yang langsung berbalik badan menatap tajam ke arah istrinya."Ya aku heran aja Mas. Biasanya, kamu kalau udah keluar itu, pulang selalu larut malam. Bahkan terkadang subuh baru pulang?" jelas Nisa lembut, sambil berpikir mencari kata yang pas untuk menanyakan perihal lipstick di baju suaminya."Kebetulan aja urusannya selesai awal, ya aku langsung pulanglah! Aku itu nggak punya selingkuhan Nisa, jadi aku mau pulang awal atau larut itu sama aja!" jelas Arman sambil menyimpan handphonenya di meja kecil di sebelah tempat tidur, yang ia ambil dari atas kasur."Mas, apa aku boleh nanya sesuatu sama kamu?" ucap Nisa lembut."Ka..kamu mau nanya apa? Jangan aneh-aneh Nisa, aku nggak punya selingkuhan!" kebiasaan Arman jika menyembunyikan sesuatu adalah merasa serba salah saat ditanya.Nisa semakin curiga melihat kegugupan suaminya."Kamu kenapa gugup begitu Mas? Apa ada yang kamu sembunyikan?" tana Nisa tetap berkata lembut sambil memandang wajah suaminya."Maksud kamu apa hah! Kamu menuduhku punya selingkuhan, Nisa?" Arman semakin panik, mendengar kelembutan kata kata istrinya, seolah merupakan sebuah tanda kecurigaan."Dari tadi kamu menyebut kata selingkuhan udah tiga kali lho Mas, sementara kata-kataku tidak mengarah ke sana! Apa kamu memang punya selingkuhan, Mas?" Nisa masih tampak tenang, sama sekali tidak terlihat emosi."Kamu jangan bicara seperti itu Nisa, itu sama saja kamu menuduh suamimu selingkuh. Hati-hati! Ucapan itu adalah do'a!" Arman begitu lihai mengolah kata-kata, hingga terkesan menyudutkan Nisa."Sebagai istri kamu, nggak mungkin aku menginginkan kamu selingkuh Mas, apalagi untuk mendo'akan!" Nisa mulai merasa yakin dengan kecurigaannya, jika telah ada kebohongan dalam rumah tangganya."Itu makanya, kalau suami pulang itu jangan ditanya yang bukan-bukan, kamu itu harus selalu percaya pada suami." Arman pun memutus obrolan dengan masuk ke kamar mandi meninggalkan istrinya."Huft....! Sebenarnya siapa wanita itu Mas?" gumam Nisa pelan, jelas tak terdengar oleh suaminya.Nisa pun bangkit dan menyiapkan pakaian untuk suaminya.Tak lama, Arman keluar dari kamar mandi dan memakai pakaiannya yang telah di siapkan.Melihat Arman yang akan berjalan ke tempat tidur, Nisa langsung melanjutkan obrolannya yang tertunda."Kita belum selesai bicara Mas, Jangan tidur dulu ya! Aku nggak mau masalah di biarkan berlarut-larut begini!""Kamu nggak lihat ini jam berapa? Apa kamu nggak tau jika suamimu ini capek kerja seharian? Dan itu juga untuk kamu, dan anak kamu Nisa! Selama ini kamu nggak pernah bantu aku cari uang kan? Jadi tolong.....!""Cukup.....! Mas Arman!"Arman kaget saat mendengar Nisa membentaknya, hal yg tak pernah dilakukan Nisa selama ini.Arman yang mendengar bentakan dari istrinya, membatalkan niatnya yang ingin tidur."Cukup sudah kamu menghina posisi aku dan anakku dalam hidupmu, Mas!Bukankah sedari awal, kamu mengetahui statusku. Apa pernah aku menipumu Mas?" Kekecewaan yang selama ini terhadap sifat suaminya, tumpah sudah!"Nisa...." Arman tak mampu berkata-kata.Melihat air muka Nisa yang tampak penuh kekecewaan, ada penyesalan yang muncul dalam hatinya."Ahmad adalah darah dagingku Mas, dan aku adalah Ibu kandung Ahmad." "Jika untuk membuat kamu bahagia, harus memisahkan aku dan Ahmad. Itu nggak mungkin Mas, aku nggak akan bisa!" Sedih dan kecewa itulah perasaan Nisa saat ini."Mengapa kamu bicara begitu Nisa?" tanya Arman heran."Kamu menikahiku, tapi kamu gak bisa menerima kehadiran Ahmad dalam rumah tangga kita. Itu namanya apa, Mas?""Aku nggak pernah memisahkan kamu dan anakmu, Nisa." Arman mencoba membela diri."Ini....!! Apa kamu sadar Mas? Kata-kata ini yang telah memisahkan antara aku dan Ahmad! Apa ha
"Nggak Nisa, nggak! kumohon jangan kau ucapkan kata terkutuk itu lagi!" jawab Arman semakin merengkuh tubuh istrinya.Takut merasa akan kehilangan, membuat Arman pun langsung berkata "Jangan tinggalkan aku, jangan pernah capek berdiri di sisiku, Nis, aku mohon...!Temani aku, untuk menaklukkan bahtera ini, seperti cita-cita kita dulu Nisa, please...!" Arman merasa tak sanggup mendengar rintih kepedihan dalam diri istrinya, yang begitu ia cintai."Percuma aku bertahan Mas, jika aku sendiri tak tau lagi ke mana arah bahtera ini akan di bawa!" jawab Nisa lemah."Cukup kamu bertahan di sisiku Nis, biarkan aku berjuang sendiri di temani semangat cinta yang kau berikan." Arman begitu takut, jika harus kehilangan wanita yang ia perjuangkan, walau harus melawan orang tuanya saat itu."Siapa dia Mas?""Si..siapa? Kamu mengigau 'kan Nis? Tidurlah." Arman dengan susah payah menyelesaikan ucapannya yang hanya beberapa kata."Jawab jujur Mas, siapa dia? Biarkan aku melepas mu jika itu membuat mu te
Begini Pak, istri anda mengalami pendarahan, terlambat sedikit saja ditangani, maka akan fatal akibatnya!" ucap dokter dengan wajah tegas. "Apa pasien melakukan pekerjaan berat atau mengalami tekanan emosi yang berlebihan?" tanya pria berjas putih itu.Maaf Dok, tadi memang kita ada salah paham yang berakibat pertengkaran. Memangnya apa yang terjadi pada istri saya Dok?" "Sebelumnya saya ingin mengucapkan selamat atas kehamilan istri anda." jawab Dokter tersebut."Apa Dok!? Istri saya hamil??" "Benar Pak, usia kandungan pasien saat ini memasuki usia empat minggu." "Nisa hamil?.... istri saya hamil Dok? alhamdulillah." tanya Arman lagi dengan wajah bahagia.Tanpa sadar Arman langsung memeluk Dokter paruh baya tersebut."Begini ya Pak, kandungan ibu Nisa sangat lemah, jadi tolong diusahakan, agar bapak lebih extra dalam menjaga pola makan, istirahat dan terutama emosinya. Bagaimana pak?" nasehat dokter tersebut."Baik Dok, saya akan berusaha memberikan yang terbaik untuk istri dan ca
Mendengar jika istrinya mempunyai teman laki-laki, Arman merasa tak terima jika istrinya nanti lebih akrab dengan laki-laki itu dan merasa nyaman, maka bisa saja Nisa pergi meninggalkan dirinya."Memangnya udah lama kenal yank?kenal di mana? Udah pernah ketemuan ya?" Arman segera memberikan rentetan pertanyaan.Nisa yang melihat rona merah menahan emosi di wajah suaminya, semakin semangat bercerita. "Hmm.! Sebenarnya aku baru sih kenal sama dia Mas, yaa..! Walaupun awal kenal lewat aplikasi sih, tapi dia enak diajak ngobrol, ngobrolnya nyambung lagi! Malah nih Mas ya? Dia itu udah kabulkan apa pun permintaan aku lho Mas, hehehe.""Mana, sini nomor handphone nya?" ucap Arman sambil menadahkan tangan meminta."'Kan handphone aku di rumah Mas, emang nya kamu mau ngapain? Mau hubungin dia? Ayo...!Jangan usil deh Mas."Nisa berusaha menahan tawanya, saat melihat wajah suaminya yang merah seperti kepiting rebus menahan emosi."Yank, please jangan nekad deh, jangan pernah hubungi dia lagi ya
Brak..!""Arman! Ngapain kamu bawa dia ke rumah sakit, jika hanya sakit biasa begitu sih! Buang-buang uang saja." Melihat putranya memperlakukan istrinya dengan baik, bu Susy pun meradang."Ma! Mama apaan sih Ma! Datang ke Rumah Sakit teriak-teriak begitu. Mama mau kalau sampai Mama diusir sama security?" "Mengenai Nisa yang dirawat di sini, itu bukan keinginan dia. Tapi itu semua salah aku, gara-gara keegoan aku, aku hampir kehilangan calon anak aku, Ma."Bu Susy yang mendengar kabar kehamilan menantunya nampak tak suka dan tak rela."Apa!! Wanita itu hamil?" "Wanita itu istriku Ma, dia punya nama. Please, demi anak aku, hargai dia Ma." Arman memohon pada mamanya."Cukup dulu kamu memohon untuk menikahi dia Arman! Jangan pernah kamu memohon pada Mama, untuk menerima dia sepenuhnya hanya karena dia hamil. Mama gak sudi punya cucu dari wanita seperti dia!" ujar bu Susy sambil melototkan matanya.Kata-
Arman yang melihat raut kecewa di wajah istrinya, langsung menolak panggilan dan menyimpannya kembali."Maaf, aku akan menyelesaikan permasalah ini secepatnya sayang!" ungkap Arman sambil memegang tangan istrinya."Itu adalah hak kamu Mas, dan aku hanya tidak ingin, jika pernikahan kita dimasuki orang ketiga." Tanpa berkata lagi, Nisa langsung membaringkan tubuhnya, dan membelakangi suaminya."Jika aku tahu kalian masih menjalin hubungan, maka jangan salahkan aku, jika aku inginkan perpisahan, Mas!" lanjut Nisa.Arman yang mendengar ultimatum istrinya hanya diam. Begitu masuk kedalam rumahnya, bu Susy langsung duduk dengan kasar dan meletakkan tasnya begitu saja. Nampak wajah penuh kemarahan, dan hembusan napas kasar pun berulang ulang ia lakukan.Semua itu membuat Bella, yang dari tadi duduk santai sambil menikmati cemilan di depan tv merasa heran dengan kelakuan ibunya."Mama kenapa sih? Datang-datang bukannya ucap salam k
Bu Susy langsung merogoh tasnya mengambil handphone. Ia langsung menghubungi seseorang. Tak lama terdengar suara dari seberang."Halo, Sherly ini Tante! Kamu ada waktu nggak? Ada yang ingin Tante bicarakan!" ucap Bu Susy pada seseorang.Terdengar obrolan panjang lebar antara bu Susy, dan seseorang di seberang sana. Entah apa yang dibicarakannya tak ada ada yang tahu. Muslihat dan taktik apa yang di rencanakan pun tak diketahui.Bahkan Bella yang saat itu berada di luar kamar ibunya pun, tak dapat mendengar jelas apa isi percakapan ibunya dengan Sherly. Yang ia ketahui bahwa ibunya sedang merencanakan sesuatu."Hm...! Moga aja Mama punya rencana bagus untuk mengusir perempuan itu dari keluargaku!" Gumam Bella sendiri.Tak terasa dua hari sudah Nisa dirawat di Rumah sakit. Hari ini Nisa sudah diperbolehkan pulang.Setelah menyelesaikan administrasi dan keperluan lainnya, Arman membawa istrinya pulang ke rumah mereka.Begit
Nisa mendudukkan dirinya di sofa yang ada di ruang keluarga rumahnya. Ia duduk menyandarkan punggungnya di sandaran sofa, dan terdiam menatap ke langit-langit rumah. Ia masih kesal dan sakit hati, melihat bagaimana wanita tadi yang ternyata adalah selingkuhan suaminya, yang dengan percaya diri meminta ia menceraikan suaminya demi bisa menikahi dirinya.Sementara Arman masih berdebat dengan Sherly yang masih tak mau pergi saat disuruh pulang nampak emosi."Sher...! Please jangan ganggu rumah tanggaku lagi. Aku sudah menyesali semua kesalahanku selama ini." Arman pun berusaha memberi pengertian, agar tak menimbulkan masalah ke depan bagi rumah tangganya."Apa Mas? Kamu meminta aku meninggalkan kamu, hanya untuk dia Mas! Bukankah kamu sendiri yang bilang akan menikahi aku setelah menceraikannya, Mas!" Sherly yang tak terima dengan penjelasan Arman pun marah."Cukup Sherly..! Memang aku pernah bicara seperti itu, tapi aku menyesal Sher! Aku gak mungki