Begini Pak, istri anda mengalami pendarahan, terlambat sedikit saja ditangani, maka akan fatal akibatnya!" ucap dokter dengan wajah tegas. "Apa pasien melakukan pekerjaan berat atau mengalami tekanan emosi yang berlebihan?" tanya pria berjas putih itu.
Maaf Dok, tadi memang kita ada salah paham yang berakibat pertengkaran. Memangnya apa yang terjadi pada istri saya Dok?""Sebelumnya saya ingin mengucapkan selamat atas kehamilan istri anda." jawab Dokter tersebut."Apa Dok!? Istri saya hamil??""Benar Pak, usia kandungan pasien saat ini memasuki usia empat minggu.""Nisa hamil?.... istri saya hamil Dok? alhamdulillah." tanya Arman lagi dengan wajah bahagia.Tanpa sadar Arman langsung memeluk Dokter paruh baya tersebut."Begini ya Pak, kandungan ibu Nisa sangat lemah, jadi tolong diusahakan, agar bapak lebih extra dalam menjaga pola makan, istirahat dan terutama emosinya. Bagaimana pak?" nasehat dokter tersebut."Baik Dok, saya akan berusaha memberikan yang terbaik untuk istri dan calon anak saya, tapi bagaimana dengan kondisinya? Istri saya baik baik saja kan, Dok?""Kondisi pasien sudah normal, hanya saja banyak yang harus Bapak lakukan.""Emosi bu Nisa harus benar-benar di jaga ya Pak! Biasanya emosi wanita yang sedang hamil sering turun naik, tolong usahakan pasien jangan sampai sedih, khawatir dan takut berlebihan, karena itu akan berdampak pada rangsangan terhadap bayi hingga bisa menyebabkan keguguran.""Untuk saat ini, pasien juga jangan terlalu capek, atau melakukan aktivitas yang berat.""Baik Dok!" Arman dengan yakin menjawab.Tiba-tiba Arman bertanya kembali, dengan ragu ia berkata. "Kalau itu?.....Itu, bagaimana dengan berhubungan suami istri, apa bisa dilakukan Dok?" tanya Arman yang disambut senyuman para perawat."Hehe...! Sebaik nya untuk di trimester awal lebih baik ditahan dulu ya Pak, karena kita harus lihat, dan memastikan perkembangan janin untuk satu Minggu sampai satu bulan ke depan. Goncangan atau gerakan saat berhubungan, di khawatirkan akan berpengaruh pada janin. Nanti saya akan resep kan obat penguat kandungan, juga vitamin untuk pasien."Setelah memberikan arahan panjang lebar, Dokter tersebut pun berlalu meninggalkan tempat.Arman duduk di sisi bed pasien Nisa dan menggenggam tangannya, serta tak henti menciuminya."Terimakasih karena kamu telah menjadikan aku sempurna sebagai lelaki Nisa, bertahanlah demi masa depan dan buah cinta kita. Maafkan aku telah berlaku buruk pada dirimu juga Ahmad. Aku menyesal Nis." Arman mengelus perut Nisa secara perlahan, seolah takut elusannya menyakiti calon anaknya."Sebagai seorang Ibu, kamu begitu luar biasa Nisa.""Janin ini tumbuh karena kasih sayangmu, dan dia ada bersama dirimu di saat orang lain bahkan belum menyadari kehadirannya." Arman terus berkata sambil sesekali ia mengelus dan mencium perut Nisa.Nisa yang tersadar beberapa waktu yang lalu, mendengar semua apa yang dikatakan Arman.Nisa mulai ragu untuk berpisah dengan Arman, ia tak tega dan merasa sebagai ibu yang kejam, jika anaknya akan kembali kekurangan sosok orang tua. Akhirnya Nisa mencoba mengalah dan menerima takdir demi calon buah hatinya."Apakah kau akan membedakan mereka nantinya Mas?" Tangan Nisa mengusap kepala Arman yang berada di atas perutnya.Arman langsung menoleh kearah Nisa "Jangan khawatir sayang, aku nggak akan membedakan mereka, percayalah!" Arman begitu bahagia melihat Nisa mau berbicara padanya, dan dalam keadaan baik-baik saja.Sambil mengelus perut istrinya, Arman berkata, "Mereka terlahir dari rahim yang sama, meminum air susu dari Ibu yang sama, dan dibesarkan oleh Ibu yang sama pula, juga dalam rengkuhan kasih sayang dari satu wanita." Arman memandang wajah Nisa dan tersenyum."Tak ada lagi alasan aku untuk membedakan mereka, karena mereka adalah bagian dari wanita yang aku cintai." Arman langsung memeluk nisa dengan erat.Sejenak sepasang suami isteri itu hanyut dalam pikiran masing-masing. Hanya perasaan mereka yang bersatu dan terjalin dalam sebuah ikatan cinta."Tapi bagaimana dengan Ibu dan Bella Mas?" Nisa masih merasa ragu, jika ibu mertuanya akan menerima dirinya hanya karena keadaan dan kehamilannya saat ini."Kamu harus tenang ya, jangan berpikir hal yang akan memancing emosi mu, masalah Mama dan Bella akan menjadi urusanku." Sebenarnya Arman pun berpikir sama, ia tau bagaimana mama dan adiknya sangat tak menyukai istrinya itu."Jika nantinya, Ibu meminta kita untuk berpisah bagaimana Mas? Apa kamu akan meninggalkan kami?" Nisa masih belum bisa menghilangkan kekhawatirannya saat ini untuk menghadapi keluarga suaminya itu."Itu nggak mungkin terjadi sayang, aku nggak mungkin meninggalkan kalian hanya sekedar keinginan Mama.""Semoga saja Mas!" ujar Nisa sambil menggenggam tangan suaminya."Ahmad mana Mas?" Melihat sekeliling, Nisa baru menyadari jika anaknya tidak ada di situ."Ahmad di rumah sayang. Maaf ya, tadi malam saat kita akan berangkat, aku panik, sampai melupakannya."Sejak menyadari kesalahannya dan mengetahui kehamilan istrinya, Arman selalu memberikan panggilan sayang pada Nisa seperti perasaannya."Apaan sih Mas, dari tadi sayang sayang terus, kalau di dengar orang, aku malu tau Mas!" ucap Nisa sambil memanyunkan bibirnya. Menjadikan wajah Nisa terlihat lucu."Kenapa harus malu sayang, 'kan aku memang sayang sama kamu." Arman mencium pipi Nisa gemas yang langsung mendapatkan pelototan mata.Mereka pun berbincang dan tertawa membahas masa depan, terutama saling memaafkan. Terlihat harmonis, sangat jauh dibandingkan kemarin yang selalu di sertai dengan kata kata kasar, sampai ketika."Mas Arman!""Apa sayang, apa kamu lapar? Atau ada yang kamu sakitkan? Tunggu sebentar ya, aku akan memanggil Dokter!" Arman beranjak dari tempat duduknya, dan berjalan ke arah pintu."Kamu mau kemana Mas?? Aku nggak apa apa kok, sini duduk, aku mau bicara." Panggilan Nisa menghentikan langkah suaminya.Perhatian dan kekhawatiran Arman mengurangi sedikit demi sedikit kekecewaan hati Nisa."Udah sayang jangan bicara dulu, aku nggak mau kamu sakit lagi! Udah dulu ya bicaranya, lain kali kita bahas lagi. Tapi kumohon jangan meminta sesuatu yang nggak mungkin aku lakukan." Kecemasan Arman tentang pembicaraan yang di maksud Nisa, membuatnya takut."Apa sih Mas, orang aku cuma mau bicara tentang sahabat aku, kok kamu sampai panik gitu sih?" Nisa tersenyum melihat tingkah suaminya."Oh...Maaf, aku pikir kamu mau membahas masalah tadi malam!..Hehe..!" Arman nyengir sambil menggaruk kepalanya berjalan kembali ke sisi istrinya."Sahabat kamu yang mana sayang?" Arman merasa lega saat Nisa tak membahas masalah dirinya."Dinda, teman aku yang datang di pernikahan kita waktu itu. Apa kamu ingat Mas?""Maaf aku nggak ingat yank. Waktu itu aku hanya fokus sama kamu, jadi ngak sempat lihat wanita lain." Arman baring di sisi istrinya, sambil sesekali kali memainkan ujung hijab Nisa."Iya, dulu Mas fokusnya ke aku, sekarang...?" pancing Nisa."Udah dong yank, kok bahas aku lagi sih, 'kan kita lagi bahas sahabat kamu. Sekarang dia di mana?" Arman segera mengalihkan pembicaraan mereka."Iya..iya..! Pinter benar ngeles," gumam Nisa, "Gini lho, sahabat aku itu tinggalnya di kota ini juga. 'Kan kita udah lama nggak ketemu, jadi dia mau main ke rumah kamu, apa boleh Mas?""Yank, kok ngomongnya gitu sih yank!Rumah aku itu rumah kamu juga! Siapapun tamu kamu boleh datang kok, asalkan dia seorang wanita!""Kok aturannya gitu??""Ya jelas dong, asalkan dia seorang wanita jangankan main, nginap juga boleh. Kalau dia laki laki, jangankan nginap, mendatangi kamu juga nggak boleh, paham!" Bukan ingin membatasi pergaulan istrinya, Arman hanya merasa tak rela jika istrinya didekati laki-laki lain."Memangnya aku punya teman laki-laki ya, Mas?" Nisa memandang ke arah suaminya, tiba tiba..."Eh...! Tunggu, aku mau jujur kalau aku, punya satu teman laki-laki Mas!" ucap Nisa tersenyum smirk.Mendengar jika istrinya mempunyai teman laki-laki, Arman merasa tak terima jika istrinya nanti lebih akrab dengan laki-laki itu dan merasa nyaman, maka bisa saja Nisa pergi meninggalkan dirinya."Memangnya udah lama kenal yank?kenal di mana? Udah pernah ketemuan ya?" Arman segera memberikan rentetan pertanyaan.Nisa yang melihat rona merah menahan emosi di wajah suaminya, semakin semangat bercerita. "Hmm.! Sebenarnya aku baru sih kenal sama dia Mas, yaa..! Walaupun awal kenal lewat aplikasi sih, tapi dia enak diajak ngobrol, ngobrolnya nyambung lagi! Malah nih Mas ya? Dia itu udah kabulkan apa pun permintaan aku lho Mas, hehehe.""Mana, sini nomor handphone nya?" ucap Arman sambil menadahkan tangan meminta."'Kan handphone aku di rumah Mas, emang nya kamu mau ngapain? Mau hubungin dia? Ayo...!Jangan usil deh Mas."Nisa berusaha menahan tawanya, saat melihat wajah suaminya yang merah seperti kepiting rebus menahan emosi."Yank, please jangan nekad deh, jangan pernah hubungi dia lagi ya
Brak..!""Arman! Ngapain kamu bawa dia ke rumah sakit, jika hanya sakit biasa begitu sih! Buang-buang uang saja." Melihat putranya memperlakukan istrinya dengan baik, bu Susy pun meradang."Ma! Mama apaan sih Ma! Datang ke Rumah Sakit teriak-teriak begitu. Mama mau kalau sampai Mama diusir sama security?" "Mengenai Nisa yang dirawat di sini, itu bukan keinginan dia. Tapi itu semua salah aku, gara-gara keegoan aku, aku hampir kehilangan calon anak aku, Ma."Bu Susy yang mendengar kabar kehamilan menantunya nampak tak suka dan tak rela."Apa!! Wanita itu hamil?" "Wanita itu istriku Ma, dia punya nama. Please, demi anak aku, hargai dia Ma." Arman memohon pada mamanya."Cukup dulu kamu memohon untuk menikahi dia Arman! Jangan pernah kamu memohon pada Mama, untuk menerima dia sepenuhnya hanya karena dia hamil. Mama gak sudi punya cucu dari wanita seperti dia!" ujar bu Susy sambil melototkan matanya.Kata-
Arman yang melihat raut kecewa di wajah istrinya, langsung menolak panggilan dan menyimpannya kembali."Maaf, aku akan menyelesaikan permasalah ini secepatnya sayang!" ungkap Arman sambil memegang tangan istrinya."Itu adalah hak kamu Mas, dan aku hanya tidak ingin, jika pernikahan kita dimasuki orang ketiga." Tanpa berkata lagi, Nisa langsung membaringkan tubuhnya, dan membelakangi suaminya."Jika aku tahu kalian masih menjalin hubungan, maka jangan salahkan aku, jika aku inginkan perpisahan, Mas!" lanjut Nisa.Arman yang mendengar ultimatum istrinya hanya diam. Begitu masuk kedalam rumahnya, bu Susy langsung duduk dengan kasar dan meletakkan tasnya begitu saja. Nampak wajah penuh kemarahan, dan hembusan napas kasar pun berulang ulang ia lakukan.Semua itu membuat Bella, yang dari tadi duduk santai sambil menikmati cemilan di depan tv merasa heran dengan kelakuan ibunya."Mama kenapa sih? Datang-datang bukannya ucap salam k
Bu Susy langsung merogoh tasnya mengambil handphone. Ia langsung menghubungi seseorang. Tak lama terdengar suara dari seberang."Halo, Sherly ini Tante! Kamu ada waktu nggak? Ada yang ingin Tante bicarakan!" ucap Bu Susy pada seseorang.Terdengar obrolan panjang lebar antara bu Susy, dan seseorang di seberang sana. Entah apa yang dibicarakannya tak ada ada yang tahu. Muslihat dan taktik apa yang di rencanakan pun tak diketahui.Bahkan Bella yang saat itu berada di luar kamar ibunya pun, tak dapat mendengar jelas apa isi percakapan ibunya dengan Sherly. Yang ia ketahui bahwa ibunya sedang merencanakan sesuatu."Hm...! Moga aja Mama punya rencana bagus untuk mengusir perempuan itu dari keluargaku!" Gumam Bella sendiri.Tak terasa dua hari sudah Nisa dirawat di Rumah sakit. Hari ini Nisa sudah diperbolehkan pulang.Setelah menyelesaikan administrasi dan keperluan lainnya, Arman membawa istrinya pulang ke rumah mereka.Begit
Nisa mendudukkan dirinya di sofa yang ada di ruang keluarga rumahnya. Ia duduk menyandarkan punggungnya di sandaran sofa, dan terdiam menatap ke langit-langit rumah. Ia masih kesal dan sakit hati, melihat bagaimana wanita tadi yang ternyata adalah selingkuhan suaminya, yang dengan percaya diri meminta ia menceraikan suaminya demi bisa menikahi dirinya.Sementara Arman masih berdebat dengan Sherly yang masih tak mau pergi saat disuruh pulang nampak emosi."Sher...! Please jangan ganggu rumah tanggaku lagi. Aku sudah menyesali semua kesalahanku selama ini." Arman pun berusaha memberi pengertian, agar tak menimbulkan masalah ke depan bagi rumah tangganya."Apa Mas? Kamu meminta aku meninggalkan kamu, hanya untuk dia Mas! Bukankah kamu sendiri yang bilang akan menikahi aku setelah menceraikannya, Mas!" Sherly yang tak terima dengan penjelasan Arman pun marah."Cukup Sherly..! Memang aku pernah bicara seperti itu, tapi aku menyesal Sher! Aku gak mungki
Apa-apaan ini Nisa? Kalian mau kemana?" tanya Arman sambil menurunkan tas dari tangan istrinya.Nisa yang menyadari keberadaan putranya di antara mereka pun memandang anaknya "Ahmad bisa tunggu di luar nggak, sebentar aja ya?" pinta Nisa pada putranya."Iya Bun!" Ahmad pun berjalan keluar rumah menunggu di teras.Arman yang hanya melihat interaksi antara anak dan istrinya pun hanya diam. "Mas..! Aku memberikan waktu untukmu berpikir sekali lagi! Dan untuk saat ini, aku akan pergi membawa putraku!" ujar Nisa sambil mengambil tasnya kembali.Arman jelas tak menerima permintaan istrinya, hingga tanpa sadar Arman pun berkata dengan keras "Jangan bodoh Nisa! Kamu gak bisa bertindak semaumu begini!" "Kenapa nggak bisa, Mas?" tanya Nisa membalas tatapan tajam suaminya."Aku gak bakal mengijinkan kamu pergi dari rumah ini walau hanya sejengkal, titik!" ucap Arman lagi."Oh....! Apa aku harus menunggu kamu mengusir aku
Arman langsung mengangkat tubuh Nisa ke dalam kamarnya yang diikuti putra sambungnya."Yah, Bunda kenapa Yah?" tanya Ahmad sambil menangis mengikuti langkah ayahnya ke kamar.Sampai ke kamar, Arman pun meletakkan tubuh istrinya secara perlahan. Ia menyelimuti tubuh Nisa, dan menyetel ulang setelan AC yang tak di pakai beberapa hari ini."Bunda kamu cuma capek kok, Ahmad nggak usah khawatir ya! Bentar lagi juga Bunda sehat lagi!" Arman berusaha memberi penjelasan yang menenangkan bagi putra sambungnya itu."Kok Bunda bisa capek Yah? Bunda kan baru pulang dari Rumah Sakit?" tanya Ahmad lagi."Itu karena Bunda ingin pergi, makanya Bunda jadi sakit lagi! Nanti kalau Bunda udah sadar, Ahmad harus bujuk Bunda untuk tidak pergi lagi ya?" Arman pun berusaha menahan istrinya pergi melalui anak sambungnya."Iya Yah, Bunda biar istirahat di rumah aja." Ahmad pun mendukung rencana Ayahnya.Di sebuah rumah..."Gimana....! Ka
Nisa yang mendengar pertanyaan suaminya sontak memandang kaget.Melihat putranya ada di antara mereka, merasa tak nyaman.Ia pun meminta putranya pergi ke kamarnya "Sayang..! Kamu masuk ke kamar dulu ya? Ada yang ingin Ayah dan Bunda bicarakan!" pinta Nisa pada putranya. "Iya Bun..! Tapi, Bunda jangan sakit lagi ya?" ucap Ahmad penuh harap."Iya sayang..! Terimakasih ya udah perhatian sama Bunda!" jawab Nisa sambil mencium pipi anaknya.Ahmad pun berlalu meninggalkan kedua orang tuanya dan kembali ke kamarnya."Mas? Aku belum segila itu untuk pergi menemui laki-laki lain, di saat statusku masih sebagai istrimu!" jawab Nisa kesal sambil memandang suaminya.Arman pun segera menyadari kesalahannya "Maafkan aku, Nisa!""Aku hanya ingin menjaga kenyamanan bayi dalam kandunganku! Dari itu aku mohon, ijinkan aku pergi!" jelas Nisa lagi. Arman yang mendengar permintaan istrinya pun tak terima. Ia langsung ban