Home / Romansa / Aku Ingin Kau Jadi Milikku / Bab 47 - Panas Yang Membekas

Share

Bab 47 - Panas Yang Membekas

Author: Faw faw
last update Last Updated: 2025-10-21 20:17:56

Vero menangkap isyarat itu, dan hanya mendengus sinis sambil memalingkan wajah.

"Nah, benar! Kopi kalau dibuat oleh perempuan, rasanya memang lebih nikmat," seru Haruto, tertawa kecil sambil menepuk pahanya.

"Bilang saja kau malas, Haruto," sindir Eric spontan.

"Hei! Jangan asal ngomong, ya!" Haruto membalas cepat, nada suaranya sedikit tersinggung. "Kalau perlu, aku juga bisa buat pisang goreng sekalian untuk teman minum kopi. Tapi kan dia sudah bilang mau membuatkan kopi, jadi... ya sudah. Mau bagaimana lagi." Ia mengangkat kedua bahunya, berusaha terlihat santai.

"Sudah. Sudah. Jangan ribut!" tegur Vin akhirnya, suaranya terdengar sedikit geram sambil menghentak kecil meja kerjanya. Suasana kembali hening.

Sementara itu, Felisha sudah melangkah jauh menuju pantry untuk membuatkan kopi.

Tangannya bergerak perlahan memasukkan kopi instan ke dalam lima cup kertas satu per satu. Setelahnya, Felisha menuangkan air panas dari dispenser ke tiap cup itu. Namun pikirannya justr
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Aku Ingin Kau Jadi Milikku   Bab 118 - Hukuman Yang Nikmat

    Usai menarik uang, Felisha berdiri di halte menunggu bus. Langit sore tampak muram, awan menggantung berat seperti cerminan hatinya yang belum tenang. Ia tahu, seharusnya ia pulang bersama Ace—seperti biasanya. Tapi hari ini, ia ingin menyendiri. Ia butuh waktu untuk menenangkan diri dari rasa takut dan beban pikiran yang terus menindih dadanya.Ia mendekap tas di pelukannya, menghela napas panjang. Bus tujuannya belum juga datang, dan angin sore berhembus lembut menyingkap sedikit rambut pirangnya.Namun tiba-tiba, seseorang mendorong pundaknya dari belakang cukup keras hingga tubuhnya hampir kehilangan keseimbangan. Felisha nyaris terjatuh dari halte yang cukup tinggi ke aspal jalanan, tapi tangan itu dengan cepat menariknya kembali.Refleks, Felisha menjerit kecil. Jantungnya seperti mau copot.Begitu ia menoleh, wajah yang muncul di belakangnya membuat darahnya mendidih — Ace.Pria itu berdiri santai dengan senyum lebar di wajahnya, seolah baru saja melakukan hal sepele.“Apa-apaa

  • Aku Ingin Kau Jadi Milikku   Bab 117 - Uang dan Luka

    Siang itu, Rosie baru saja selesai mencuci pakaian dan menjemurnya di tiang jemuran depan rumah. Matahari begitu terik, membuat peluh menetes deras di wajah dan lehernya. Tubuhnya letih, tapi pekerjaannya belum selesai-masih ada dapur yang menunggu.Rutinitas rumah tangga memang tak pernah ada habisnya. Yang paling membuatnya kesal adalah kenyataan bahwa suami dan anaknya sama sekali tidak membantu. Dua-duanya hanya tahu makan dan tidur."Bu, aku lapar. Hari ini masak apa?"Daniel muncul dari dalam kamar dengan rambut acak-acakan, wajah kusut, dan suara serak baru bangun tidur. Ia berjalan santai menuju teras, duduk di kursi dekat pintu yang terbuka lebar, lalu menguap panjang.Pemandangan itu membuat darah Rosie langsung naik."Jam segini baru bangun? Mau jadi apa kau, hah?! Sudah tidak pernah membantu, taunya cuma makan dan minta uang! Dasar anak tidak berguna!"Daniel sama sekali tidak tersinggung. Baginya, suara ibunya yang melengking itu sudah seperti musik latar sehari-hari-kera

  • Aku Ingin Kau Jadi Milikku   Bab 116 - Luka Yang Tak Terlihat

    Ace memandangi layar ponselnya dengan gelisah di sela rapat malam yang belum juga usai. Beberapa jam lalu, ia sempat mengirim pesan pada Felisha.--Pestanya sudah selesai? Aku jemput kau, ya.--Namun hingga setengah jam berlalu, pesan itu tak kunjung dibalas. Bahkan belum dibaca. Sampai rapat berakhir pukul sepuluh malam pun layar ponselnya masih menampilkan tanda yang sama — pesan terkirim, tapi tak tersentuh.“Apa dia mabuk di pesta?” gumam Ace, nyaris tak terdengar. “Tapi harusnya tidak apa-apa. Ada Viola bersamanya.”Kegelisahan itu tak luput dari perhatian Theo yang tengah membereskan berkas-berkas rapat. Ia melirik Ace yang masih termenung di kursinya.“Kau harusnya senang, Ace,” ujar Theo, bermaksud menyemangati. “Rapat kali ini akan membuka lembaran baru yang cerah untuk divisi kita. Tuan Edward juga setuju dengan proposal Real Human Stories-mu itu. Untuk pertama kalinya, aku melihat rasa bangga di wajah ayahmu.”Tapi tak ada reaksi dari Ace. Wajahnya tetap tenang, tapi matany

  • Aku Ingin Kau Jadi Milikku   Bab 115 - Malam Yang Tak Pernah Tenang

    “Kena sial?” ulang Eric, heran.Felisha yang mendengar itu menggigit bibir, tak terima. Di dadanya masih tersimpan trauma dari Vero — pria bejat yang hampir merusak harga dirinya. Namun kali ini ia tak bisa diam saja.“Apa maksudmu?!” gerutu Felisha, menatap Vero dengan tatapan tajam. “Kau yang punya sifat buruk, kenapa malah menyalahkanku?!”“Apa katamu?” Vero mengernyit, merasa terhina. Ia melangkah maju, hendak berhadapan langsung dengan Felisha. Namun Haruto segera pasang badan, menutupi tubuh Felisha dengan tubuh besarnya.“Hei, kau mau apa?” tanya Haruto serius. Untuk pertama kalinya, ia menatap Vero dengan tatapan tajam — tak seperti biasanya yang bersahabat.Melihat perubahan sikap pria itu, Vero mendengus lalu tertawa pahit. Ia berpaling sebentar dengan gaya angkuh sebelum kembali menatap Haruto dengan raut meremehkan.“Menggelikan sekali,” gumamnya sinis. “Kau yang dulu paling keras menghina dia, sekarang malah jadi pahlawan, ya?”“Itu masa lalu,” balas Haruto datar. “Sebelu

  • Aku Ingin Kau Jadi Milikku   Bab 114 - Sendirian

    Pesta kemenangan tim Kreatif 1 digelar oleh Vin di sebuah restoran Cina yang juga berfungsi sebagai bar karaoke. Di sana tentunya sudah ada Vin, Haruto, dan Eric. Namun Felisha tidak menyangka, para kru syuting juga ikut bergabung dalam pesta itu. Suasananya jauh lebih meriah dibanding pesta kecil-kecilan di bar beberapa waktu lalu—pesta yang berakhir dengan dirinya yang tak sadarkan diri karena mabuk.“Wah, ramai sekali, ya,” ujar Viola sambil tersenyum kaku.“Aku pikir cuma tim kita saja,” sahut Felisha pelan. Jujur saja, ia merasa tidak nyaman dengan keramaian seperti ini. Terlebih ketika ia memergoki beberapa kru wanita saling berbisik-bisik sambil menatap ke arahnya. Felisha bisa merasakan jelas pandangan itu—dingin, menyelidik, dan membuatnya risih.“Ayo duduk di sini!” seru Eric bersemangat, melambaikan tangan ke arah Felisha dan Viola yang masih berdiri di ambang pintu.Viola segera menggandeng lengan Felisha dan mengajaknya maju. “Ayo, Fel. Kita duduk.”Setidaknya, keberadaan

  • Aku Ingin Kau Jadi Milikku   Bab 113 - Manisnya Hadiah, Pahitnya Ancaman

    Mobil Ace berhenti dengan gagah di depan kafe kecil di sudut jalan Orchard. Felisha melepaskan sabuk pengamannya, lalu menoleh pada Ace dengan senyum lembut.“Terima kasih sudah mengantarku,” ucapnya sopan. “Kau pulanglah dengan hati-hati, ya.”Ace tersenyum hangat, matanya tak lepas dari wajah Felisha. “Tidak,” katanya santai. “Aku mau kembali ke kantor dulu.”“Kembali ke kantor?” Felisha menatapnya heran. “Kenapa? Ada yang ketinggalan?”Ace menggeleng ringan. “Masih ada yang harus kuurus.”Seketika dahi Felisha mengerut. Ada nada bersalah di suaranya ketika ia berkata, “Kalau begitu, kenapa repot-repot mengantarku? Kau tinggal bilang saja. Aku bisa pulang sendi—”Namun kata-katanya terputus saat Ace tiba-tiba mencondongkan tubuh dan mengecup pipinya dengan lembut.Felisha membeku di tempat karena terkejut.“Kalau cium pipi tidak apa-apa, kan?” bisik Ace pelan, wajahnya masih sangat dekat. Nafas hangatnya menyentuh kulit Felisha.Felisha memalingkan wajah dengan cepat, pipinya mema

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status