Note : Appa = ayah / papa untuk sapaan akrab / non formal Eomma = ibu / mama untuk sapaan akrab / non formal Nae adeul-a! = Putraku!
Ghea sangat terkejut saat suaminya pulang lebih awal dari biasanya. Beruntung Ghea sudah mengantisipasi pintu rumah sehingga tidak bisa dibuka sembarang dari luar. Sehingga apa yang perlu disembunyikan dari Hari Hardana tetap bisa disembunyikan dengan baik. Walaupun dengan itu, Ghea jadi terlambat membuka pintu dan tentu saja mendapatkan amukan dari sang suami seperti biasa. Pipi Ghea memerah saat tangan kasar Hari memukulnya hanya karena dibuat menunggu beberapa menit sebelum dibukakan pintu oleh Ghea. "M-maaf, Mas. Aku tadi sedang di kamar mandi, jadi gak bisa buka pintu dengan cepat." "Makanya kalau mau kunci pintu, kuncinya dicabut aja biar aku bisa buka sendiri pakai kunci cadangan yang kubawa." "A-aku lupa, Mas," jawab Ghea beralasan. Padahal dia memang sengaja melakukannya. Hari mendengus dan melewatinya begitu saja. Tidak lupa dengan tas kerja yang dilempar asal kepada istrinya untuk dibawakan ke kamar mereka. Ghea
"A-apa?" panik Ghea mendengar permintaan Hana — ibu mertuanya. Ghea melirik ke arah suaminya yang tidak menunjukkan ekspresi berlebihan. Tapi uluran tangan yang menerima botol jamu pemberian ibunya tetap diterima keduanya dengan satunya segera dioper kepada sang istri yang masih menatapnya dengan was-was. 'Maksudnya aku harus beneran minum jamu ini?' batin Ghea jelas bertanya dalam tatapan lebarnya. Hari segera meminum bagiannya, kemudian memberikan anggukan kecil sebagai kode kepada Ghea untuk mengikuti apa yang dilakukannya. Bukan hanya tidak menyukai jenis minuman yang akan masuk ke tubuhnya, tapi karena tahu sedikit banyak tentang efek samping minuman yang diberikan ibu mertuanya lah yang membuat Ghea ragu melakukannya. Sayangnya dia tidak punya pilihan selain menurut apalagi Hana sudah memaksanya dengan mendekatkan botol itu ke bibirnya untuk segera diteguk. "Jangan rewel deh! Cuma disuruh minum jamu aja, kayak udah ma
Mendengar Ghea meminta tolong dengan wajah merah berkeringat di seluruh permukaannya, membuat Abimanyu terpaku sesaat. Tapi tidak lama, karena begitu kesadarannya kembali, Abimanyu segera membukakan pintu mobilnya untuk dinaiki Ghea yang dikiranya hanya kelelahan setelah berlari-lari. "Kurang kerjaan banget sih olahraga lari malam-malam begini? Kalau memang niatnya olahraga kan bisa pakai treadmill di rumah aja, ngapain lari-lari di jalanan? Mana masih pakai dres lagi!" Abimanyu mengomel sendiri karena belum menyadari ada yang berbeda dari diri Ghea yang sejak tadi diam saja. Abimanyu bahkan tidak sadar jika dirinya sudah keluar dari kebiasaannya yang tidak banyak berkomentar. Tiba-tiba dia jadi cerewet hanya untuk memarahi Ghea yang menurutnya bertingkah konyol. "Aku gak tahan lagi, Pak. Tolong saya," ujar Ghea membuat Abimanyu yang sedang fokus menyetir menoleh bingung. "Maksudnya? Kamu kenapa, Ghe?"Ghea terlihat bergerak tidak ny
'Ini pasti karena tadi aku sempat gendong Ghea dari mobil ke apartemen. Secara gak sengaja parfum Ghea jadi ikut nempel ke bajuku,' batin Abimanyu sambil mengurai pelukan dengan Zahera. Abimanyu mengambil satu langkah mundur, sedikit membuat jarak supaya aroma yang membuat Zahera curiga sedikit tersamarkan. Abimanyu mengusap belakang lehernya saat tidak punya dalih untuk membuat pembelaan. Sedangkan Liam yang penasaran, justru merangsek ikut mendekati putranya hanya demi membuktikan ucapan istrinya. "Ho-hoooo… Ternyata diam-diam ada yang udah bisa meruntuhkan balok es di hati seorang Abimanyu?" goda Liam dengan seringai yang menyebalkan. Abimanyu berdecak sambil mengelak. "Apa sih, Ma, Pa. Orang ini tadi karena Abi habis nolongin orang di jalan kok. Makanya Abi telat sampai rumahnya," dalih Abimanyu tidak sepenuhnya berbohong. "Oh, ya? Apa kamu percaya, Yeobo?" tanya Liam kepada istri tercintanya. Zahera yang masih mengamati gerak gusar dari sang putra hanya bisa tersenyum tanpa m
Kedatangan Frans yang tiba-tiba membuat wajah Ghea pucat. Dia tidak ingin masalah keluarganya semakin diketahui banyak orang. Abimanyu saja sudah membuat Ghea resah, bagaimana jika Frans ikut-ikutan tahu. Berbeda dengan Ghea yang terlihat gugup, Abimanyu yang ditanya Frans justru terlihat santai. Kemudian merogoh saku jas snelli yang masih dipakainya karena sebelumnya baru saja melakukan kunjungan pasien. "Cuma mau ngasih ini," katanya sambil mengeluarkan dua lembar amplop kecil berwarna hitam dengan variasi warna gold yang menghiasi lembarnya. Satu lembar amplop ditaruh di meja kerja Ghea, sedangkan satu lagi diulurkan kepada Frans yang berjalan mendekatinya. "Tadinya aku mau kasih ini ke ruanganmu setelah ngasih punya Ghea. Tapi kamu lebih dulu ke sini," terangnya lagi memperjelas alibinya. Frans justru terkekeh karena niatnya untuk mengajak istirahat Ghea ke kantin jadi ketahuan Abimanyu. "Aku cuma mau ajak Ghea makan siang bersama di kantin rumah sakit," akunya dengan jujur.
Satu pekan terasa damai sejak Ghea bekerja di Medica Center. Seperti mendapatkan berkah tersendiri, Ghea dibuat tenang dengan suaminya yang tidak lagi main tangan kepadanya. Setidaknya dalam lima hari terakhir. Selain karena Ghea mulai tahu cara mengendalikan suaminya supaya tidak sampai terpancing emosi, sepertinya Hari juga menahan diri karena tidak mau meninggalkan bekas luka yang akan membuat orang-orang yang bekerja dengan istrinya menjadi curiga. Hari juga lebih banyak tidak pulang dan entah menghabiskan malam dimana dan bersama siapa. Ghea sekalipun tidak pernah bertanya. Ghea bersikap tidak peduli dan ternyata itu lebih baik daripada dia penasaran dan pertanyaannya membuat sang suami murka. "Karena Mas Hari sering gak pulang, lukisanku jadi selesai tepat waktu," gumam Ghea sambil mengemas lukisan yang akan diantar Mak Ijah ke Galeri milik Bara. Sabtu pagi ini Ghea sudah menjanjikan Bara akan diantarkan lukisan tersebut. Karena sore nanti, si pemilik lukisan katanya akan me
"Hah?" "Ada masalah, Apoteker Ghea?" ulang Abimanyu yang justru menyeringai tipis saat melihat Ghea bertingkah semakin konyol saat disapa.Abimanyu baru saja kembali dari pertemuan dengan beberapa direktur rumah sakit lain. Dia menghadiri undangan dari Kepala Dinas Kesehatan dalam rangka Pertemuan Sosialisasi Standar Akreditasi Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) Rumah Sakit. Tiba-tiba saat akan menuju ruang kerjanya, Abimanyu justru melihat Ghea melintas dengan tingkah absurdnya yang memukul kepalanya sendiri entah untuk alasan apa. Apalagi wajah gugup yang diperlihatkan saat tidak siap disapa olehnya. Bisa menjadi hiburan tersendiri bagi Abimanyu yang cukup lelah di akhir pekan ini. "Eng-, t-tidak. Tidak ada masalah apa-apa Pak Direktur," jawab Ghea dengan terbata-bata. "Apa kepalamu sakit? Kenapa dipukul berulang seperti tadi?" Ghea hanya bisa meringis sambil menggelengkan kepala karena baru menyadari kebodohannya yang tertangkap basah oleh orang lain yang sialn
Abimanyu menatap kepergian Frans bersama Ghea dalam satu kendaraan yang sama. Dia bisa menebak jika Frans pasti berniat untuk mengantar Ghea pulang ke rumahnya. Gelengan kepala cepat dilakukan untuk mencegah pemikiran-pemikiran yang tidak seharusnya. Kemudian berjalan cepat menuju kuda besinya untuk dibawa melaju menuju tempat pulang. Abimanyu membelah jalanan yang ramai dengan kecepatan sedang. Lajunya ditemani dengan lagu As It Was by Harry Styles yang mengalun lembut. Sejak diam-diam Abimanyu menyimak dan mendengar lagu itu di ruangan Ghea senin lalu, Abimanyu menjadi sering sekali memutar ulang lagu tersebut. Lagu yang bercerita tentang penerimaan atas perubahan hidup dengan tetap melangkah ke depan, meski banyak halangan dan tantangan. Abimanyu bisa merasakan rasa kesepian yang tertahan dalam lagu yang didengar. "Kayaknya aku terlalu berlebihan jika sudah memikirkan wanita itu. Bahkan hanya sebuah lagu yang tidak sengaja kudengar bisa membuatku berpikir sejauh ini. Padahal mun