Share

Bab 5. Kecurigaan Abimanyu

"Aku beneran disuruh resign?" tanya Frans mulai pucat mendengar candaan Abimanyu yang sama sekali tidak terdengar lucu baginya. 

Bagaimana akan terasa lucu jika tampang Abimanyu saat mengatakan dua kalimat tersebut terlihat begitu kaku dan lurus tanpa ada senyum sedikitpun? 

"Emang aku tadi nyuruh resign?" 

"Sial!" umpat Frans dengan dengkusan yang khas. 

Dia sudah terpancing dengan permainan kata-kata dari pemilik rumah sakit terbesar di negaranya. Jelas-jelas Abimanyu tidak menyuruh, hanya mempersilakan jika Frans memang berkeinginan untuk resign. Jika Frans tidak ingin, maka seharusnya dia tidak perlu kepikiran apalagi takut kehilangan pekerjaan. 

Jika tidak sedang berada di acara formal, sudah pasti Frans akan menendang bokong Abimanyu atau bahkan memukul kepalanya. Sayangnya meski seakrab itu dengan sang direktur rumah sakit, tapi Frans tidak mungkin melakukan itu di depan umum. 

Lagi-lagi tingkah mereka mengundang tawa yang lain. Hanya Ghea yang tidak merasa senang karena harapannya untuk benar-benar bisa bekerja di Medica Center hanya menjadi gurauan semata. 

'Sekalipun Pak Abi serius memberikan tawaran pekerjaan, belum tentu Mas Hari akan menyetujuinya,' batin Ghea tidak sadar melamun hingga diperhatikan oleh Abimanyu yang menatapnya dalam diam. 

'Dia terlihat kecewa. Apa sebenarnya dia berharap sungguhan bisa bekerja di Medica Center?' batin Abimanyu kemudian.

Obrolan pun berganti saat istri Jeremy menegur saat melihat tanda merah di bagian leher Ghea yang memang diminta suaminya untuk tidak ditutupi make up sepenuhnya. 

"Wah, gairah anak muda pasti lagi membara-membaranya ya? Sampai kelewatan ditutupi make up loh bekasnya," candanya membuat yang lain ikut memperhatikan tanda merah yang dimaksud. 

Ghea miris sekali rasanya mendengar candaan tersebut. Apalagi hanya dia yang tahu jika sebenarnya tanda merah itu adalah memar bekas cekikan suaminya semalam. Belum lagi saat mendengar jawaban Hari yang seakan membenarkan.

Frans terlihat patah hati saat dibuat sadar jika wanita yang dipujanya sudah tidak sendiri lagi. Sedangkan Abimanyu justru merasa ada yang janggal. Keahliannya dalam hal forensik membuat matanya 7 kali lebih jeli dari orang lain untuk menilai sebuah luka di tubuh seseorang. 

Meskipun terlihat sama-sama berupa bekas memar berwarna merah keunguan, tapi Abimanyu menyangsikan jika tanda merah itu merupakan bekas percintaan. Tidak ada alasan yang mendukung, itu murni pemikiran impulsive seorang Abimanyu semata. 

'Mungkin instingku kali ini salah,' batin Abimanyu meski selama ini instingnya tidak pernah salah. 

Sejak kecil Abimanyu sudah sering mendapatkan firasat di luar nalar jika berhubungan dengan keluarganya. Dia seperti diberikan kemampuan khusus untuk merasakan sesuatu jika ada yang lain. Tapi kemudian Abimanyu tidak memikirkan lebih jauh karena Ghea pun bukan bagian dari keluarganya. 

Saat keadaan semakin seru karena yang dibahas menjurus ke arah pembahasan dewasa, Hari didatangi sang asisten yang menepuk bahu dan berbisik singkat. Hari pun dengan terpaksa harus meninggalkan obrolan karena ada hal yang perlu dilakukannya. 

"Aku tinggal sebentar ya?" ijin Hari sambil mengusap lengan istrinya dengan lembut. 

Tidak biasanya Hari membiarkan Ghea lepas darinya di saat berada di jamuan seperti ini. Wajahnya juga terlihat tegang. Sebenarnya Ghea penasaran dengan apa yang dibisikkan Jodi kepada suaminya. Tapi Ghea memilih tidak peduli dan tidak mau ikut campur karena mungkin hanya untuk urusan pekerjaan. 

"Iya, Mas, aku juga mau ke toilet dulu." 

Hari mengangguk dan tidak mempersulit Ghea seperti biasanya. Dia benar-benar bisa bersandiwara dengan baik untuk menjaga citranya di depan orang-orang penting di sekitarnya. 

"Nanti aku kembali ke sini kalau urusanku sudah selesai. Gak akan lama kok." 

"Iya," balas singkat Ghea meski dalam hati dia justru berharap suaminya meninggalkannya lebih lama. 

Jika tidak bersama dengan suaminya, Ghea bisa lebih leluasa mencari relasi yang mungkin lain waktu bisa dimintakan pertolongan jika memang dalam keadaan mendesak. 

Hari pun pergi menjauh bersama Jodi dari kumpulan orang-orang penting yang mengobrol dengannya. Sedangkan Ghea meneruskan niatan ke kamar kecil untuk menuntaskan hajatnya. 

Setelah kembali dari kamar mandi, Ghea kembali ke tempat sebelumnya karena jujur saja Ghea tidak punya orang yang dikenal selain yang sudah dipertemukan dan dikenalkan oleh suaminya. 

Di tempat itu hanya tersisa Abimanyu dan Frans yang belum berpindah tempat. Sedangkan Jeremy beserta istri sudah berpindah tempat dengan menyapa pengusaha lain. 

Frans sangat senang berkesempatan mengobrol dengan pujaan hatinya tanpa adanya Hari. Abimanyu lebih banyak diam dan menyimak bagaimana Ghea menanggapi obrolan Frans dengan santun tanpa berlebihan. 

"Kamu kok udah nikah aja sih, Ghe? Padahal baru lulus S2 dan aku yakin karir kamu bakalan bagus kalau kamu bekerja atau ikut mengurus perusahaan Gauta Farma. Itu perusahaan yang dikelola suamimu sebenarnya milik keluargamu kan?" 

"Perusahaan itu dibangun berdua antara papa dan Om Hardana. Meskipun awalnya saham papa memang lebih besar dan menjadikannya sebagai pemimpin perusahaan. Tapi setelah papa gak ada…" Ghea terlihat sedih saat mengingat papanya yang sudah berpulang. 

Frans dan Abimanyu bisa melihat kesedihan itu dengan jelas. Tapi Ghea lekas menggelengkan kepala karena tidak mau berlarut memperlihatkan kelemahannya di depan orang lain. 

"Tapi setelah Mas Hari jadi suamiku, aku rasa gak ada masalah kalau Mas Hari yang pimpin perusahaan. Karena apa yang dimiliki dia, sama saja punyaku juga kan?" sambung Ghea seperti cara berpikirnya di awal menerima permintaan pengalihan saham milik keluarganya menjadi milik suaminya. 

"Tapi gak harus kasih semua saham juga kali, Ghe! Itu bahaya kalau sewaktu-waktu dia berkhianat. Sorry maksud aku bukan mau nakut-nakutin atau jelek-jelekin suamimu, tapi-" 

"Aku punya kepercayaan yang besar, Kak," sahut Ghea memotong penjelasan Frans yang sudah tahu kemana ujungnya. 

"Kamu percaya sebesar itu sama suamimu?" tanya Frans tidak terima. 

"Aku percaya Tuhan tidak akan meninggalkan hamba-Nya. Kalau suamiku berkhianat, maka Tangan Tuhan yang akan menarikku keluar dari belenggunya," ('Dan itu yang sedang aku tunggu, Kak. Pertolongan Tuhan yang entah dengan tangan siapa yang akan menjadi perantaranya,' imbuhnya dalam hati).

Frans dan Abimanyu terdiam. Ghea terlihat sangat serius saat mengatakan hal itu. Seperti ada pesan tersirat yang diam-diam membuat Abimanyu kembali kepikiran. 

Kejadian tidak terduga terjadi saat pelayan pesta hendak mengisi ulang gelas-gelas kosong di meja mereka. Karena tersandung, minuman justru menumpahi paha hingga kaki Ghea. 

Ghea mengibas gaun bagian bawah hingga tersingkap dan memperlihatkan bekas cambukan suaminya di atas betisnya yang putih. 

"Itu-?" lirih Abimanyu terkejut bukan main dengan apa yang dilihatnya.

Ghea hanya menggeleng tidak mau menjelaskan apa-apa. Sedangkan Frans yang merespon cepat dengan memarahi pelayan sampai tidak memperhatikan Ghea dan Abimanyu yang sama-sama berwajah tegang. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status