Aluna menatap wajah mertuanya. “Lantai dua, bukannya kamar tamu ada di bawah?” tanya Aluna bingung.“Iya tapi saya mau dia di kamar atas. Lagian banyak kamar di sini, kan, kamu keberatan?” sindir Bu Rini dengan senyuman merendahkan.“Ma, tapi ini sangat berat dan Luna enggak ...“Kenapa? Enggak bisa begitu, ayolah Luna membawa koper itu tidak akan memakan waktu sampai semalaman kan, katanya kamu wanita yang kuat, kalau begitu buktikan dong jangan hanya omongan saja. Oh ya satu lagi jangan membuat alasan karena kamu cacat sehingga tidak mau mengangkat koper itu,” lanjut Bu Rini menekankan.Aluna menghela napas panjang, dia tidak mau berdebat lagi toh hasilnya tidak ada yang mendukungnya selalu dia yang harus mengalah. Mau tak mau Aluna menyeret dengan perlahan untuk bisa sampai dianak tangga. Ardan melihat sekilas dan ada sedikit rasa empati tapi karena Delia mengajaknya mengobrol sehingga pria tampan itu kembali mendengarkan ocehan Delia.Namun, sesekali hatinya terusik saat istrinya perlahan-lahan menyeret koper itu lagi. “Apakah dia bisa membawa koper besar itu? Apa saja sih isinya? Dasar wanita,” tanyanya dalam hati.“Mas, besok temani aku belanja ya,” rengek Delia dengan manja membuyarkan lamunan Ardan.“Oh ya, terserah kamu saja,” sahutnya bersikap peduli dengan Delia.“Terima kasih ya Mas, kamu memang sangat mencintaiku.” Delia tidak tanggung-tanggung memberikan ciuman hangat di bibir Sulthan. Lagi-lagi Aluna melihatnya. Sorot matanya begitu sayu apalagi mendengar hal itu, hal kecil baginya tapi tidak pernah terlaksana. Jangankan belanja Ardan bahkan sangat kesal jika bertatap muka setiap hari dengannya.“Ya Allah, apakah aku harus bertahan di rumah ini? Mereka tidak menghormatimu dan sekarang Mbak Delia, dia tidak mempunyai rasa malu berciuman dengan suami orang,” gerutunya dalam hati dan kemudian berpaling ke samping.Sudah hampir dua tahun tinggal di rumah besar itu tapi tidak sedikit pun Ardan atau yang lainnya peduli dengan kehadiran Aluna. Hanya Tuan Ardin, Raina dan para pelayan yang selalu ada untuknya, menghibur dan mendengarkan keluh kesah seorang Aluna meskipun wanita cantik itu jarang mengeluh dengan apa yang mereka lakukan kepadanya bahkan banyak yang penasaran apakah cacat yang diderita oleh dirinya apakah dari lahir atau tidak. Banyak orang yang tidak mengetahuinya karena permintaan Aluna sendiri untuk merahasiakannya. Tidak ada yang tahu bahkan Bu Rini dan Sari tidak mengetahuinya.“Sayang kita duluan ke kamar, aku capek banget,” ucap Delia manja. Ardan pun mengangguk dan tersenyum lalu berdiri dan menggandeng tangan Delia melangkah pergi meninggalkan Luna dengan dua koper besar itu.“Luna, semangat ya, maaf aku pinjam suamimu dulu,” ucapnya Delia saat melewati Aluna. Ingin marah dan berteriak rasanya tapi apalah daya dia pun tak mampu. Kadang ingin melawan mereka tapi Luna selalu mengingat kebaikan Tuan Ardin sehingga tidak ingin menyakiti keluarganya.Merasa tidak ada pergerakan Bu Rini kembali menjentikkan jemarinya agar Aluna tersadar dari lamunannya. “Apa yang kamu lihat? Cepat kerjakan jangan membuat tensi saya naik hanya karena kamu!” bentaknya lagi.Aluna kembali melanjutkan langkahnya untuk bisa berhasil menaiki anak tangga. Bu Rini dan Sari begitu bersemangat mengerjai wanita cantik itu. Delia dan Ardan sudah sampai di atas, tapi tiba-tiba saja Delia memutuskan untuk melihat Aluna berusaha naik dengan membawa koper milik Delia.“Sayang, Ayuk kita ke kamar aku sudah capek nih,” ucap Ardan berusaha membawa kekasihnya itu pergi dari sana.“Kenapa, aku ingin lihat sampai mana wanita cacat itu bisa sampai di atas dengan membawa dua koper besar milikku,” jawab Delia dengan tersenyum jahat.Ardan jadi ikut memperhatikan Aluna yang sudah payah memindahkan koper itu satu per satu ke anak tangga. Delia melihat Ardan yang begitu tegang. Tangannya mengepal kuat di penyangga tangga.“Kamu sudah mulai ada rasa dengan wanita cacat itu?” sindir Delia dengan wajah cemberut.“Aku mau balik ke kamar, jika kamu mau di sini melihatnya, silakan.”“Sayang, sebentar lagi aku mohon ...“Ada apa denganku, kenapa aku mempunyai rasa kasihan sama wanita itu? Aneh sekali,” batin Ardan bingung sekaligus penasaran.Ardan masih bingung dengan perasannya. Sedangkan Delia masih fokus melihat Aluna yang kewalahan bahkan air keringat sudah membanjiri badannya.“Rasakan kamu Aluna, untung saja dia tidak mengenal aku jika tidak tamatlah riwayatku untuk masuk di keluarga ini. Kamu tidak bisa menang dari aku, selama aku tinggal di sini akan aku pastikan kamu keluar dari rumah ini dan akulah yang akan menggantikan kedudukan kamu sebagai seorang istri Ardan,” gerutu Delia dalam hati sambil menyeringai dengan jahat.“Sepertinya Delia sangat menikmati penderitaan Luna, dan wanita bodoh itu masih saja mau melakukannya, kenapa sih tidak melawan, mau saja menuruti Mama? Sangat menyebalkan,” pikir Ardan dalam hati.Aluna sudah sampai di tengah anak tangga. Dia kembali beristirahat sejenak untuk mengatur napasnya yang mulai ngos-ngosan.“Ayuk dong Luna yang semangat gitu , buktikan kalau kamu bisa,” teriak Bu Rini dari bawah sehingga Ardan kembali memperhatikan Aluna.“Apa yang dikatakan Mama benar Lun, kamu pasti bisa. Orang cacat juga bisa melakukan lebih loh, aku selalu mendukungmu dari belakang!” teriak Sari tak kalah hebohnya sehingga para pelayan ikut memperhatikan apa yang dilakukan majikannya itu, terutama Mbok Asih dan Sarah. Mereka tidak tega melihat Luna melakukan pekerjaan itu.“Ya Allah Neng Luna, kasihan banget disuruh bawa koper gede gitu, Den Ardan juga hanya bisa menjadi penonton,” protes Mbok Asih saat mengintip dan melihat apa yang terjadi saat itu.“Sarah juga kasihan Mbok, tapi kita hanya pelayan nggak mungkin kita menolong Mbak Luna kalau enggak mau kita dipecat, cari kerja yang halal susah apalagi Sarah hanya tamatan SMP,” jawab Sarah dengan linangan air mata.“Betul juga sih lagian kalau kita dipecat kasihan Neng Luna sendirian di sini toh, enggak ada teman ngobrol meskipun dia juga sedikit tertutup, kita aja belum tahu kenapa kaki Neng Luna cacat, setahu Mbok sih enggak deh,” pikir Mbok Asih mengingat-ingat.“Coba tanya Mbok Darmi toh?”“Kamu kayak enggak tahu Mbok Darmi saja dia itu pelupa sudah pikun, makanya kadang enggak nyambung kalau diajak bicara, mana ingat dia kejadian yang baru apalagi yang lama?” sahut Mbok Asih ikutan bingung.“Jadi kita nonton aja nih?”“Saya sih berharap saat Neng Luna terjatuh ada seorang pria yang datang menyelamatkannya kayak film-film gitu, yang jelas bukan Den Ardan,” gerutu Mbok Asih.“Aamiin, Sarah setuju,” sahutnya sambil memperhatikan mereka kembali.“Cepatan Luna, sudah sepuluh menit kamu di sana, buruan!” teriak Delia dari atas.“Iya, jawab Luna singkat. Dia pun segera melanjutkan langkahnya. Namun, saat ingin menaiki anak tangga berikutnya tiba-tiba saja tongkat penyangganya belum sempurna benar untuk sebagai tumpuan tubuhnya sehingga tubuh wanita cantik itu mulai goyah dan akibatnya tubuh Aluna tak mampu mengatur keseimbangan.Aluna!” teriak Ardan saat tubuh istrinya hampir terjatuh tapi ternyata tidak sampai kecelakaan itu terjadi.Aluna sudah pasrah jika tubuh terjatuh dan dia belum menyadari kalau ada sebuah tangan kekar itu menarik dan memeluknya seketika. Wanita cantik itu mengatur napasnya dan masih menutup mata. Beberapa detik kemudian dia baru menyadari ada yang telah memegang tubuhnya.Kedua matanya terbuka lebar saat melihat Ardan masih berada diatas dengan wajah yang sulit diartikan.“Kamu tidak apa-apa?” tanya pria itu. Kedua mata mereka bersisi tatap. Sedikit lama karena jarak mereka sangat dekat. Sadar bukan suaminya yang menyentuhnya Aluna langsung bangkit dari kembali mengatur posisinya.Entah kenapa Ardan melihatnya sangat marah. Dia pun memutuskan untuk menuruni anak tangga dengan cepat untuk menghampiri mereka berdua.Delia pun terkejut saat melihat wajah Ardan berubah merah padam.
“Maaf saya tidak sengaja dan siapa .... Ucapan Aluna terhenti saat pria tampan itu mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan. “Kenalkan saya Rayhan, saya sahabatnya Ardan,” jawab pria tampan itu dengan wajah tersenyum.“Ray?” panggil Ardan dari atas dan langsung menjabat tangan Rayhan.“Halo apa kabar, kenapa kamu tidak memberitahukan sama aku sih kalau kamu akan datang? Bagaimana dengan bisnismu di sana apa semuanya lancar?” tanya Ardan basa basi.Rayhan membalas pelukan sahabatnya itu tapi setelahnya dia langsung melepaskan pelukan itu karena kembali fokus dengan apa yang ada di depan matanya. “Dan dia?” “Rayhan kami juga sudah kangen sama kamu, betul kata Ardan kenapa enggak kabari kami sih?” Kini Sari ikutan naik ke atas anak tangga di mana Luna ingin mengangkat koper besar itu.“Maaf Mbak sebuah kejutan dan ini apakah dia istrimu?” Lagi-lagi Rayhan masih penasaran meskipun dia sudah tahu kalau wanita yang ada dihadapanya adalah istri Ardan.Saat pernikahan Ardan terjadi mema
“Dasar menyebalkan, berani sekali dia mengatakan seperti dan apa yang aku lakukan, menggendongnya? Pasti sekarang dia loncat kegirangan saat ini di kamar, dan .... Entah kenapa pikiran Ardan malah ke istrinya sendiri padahal tadi sangat membencinya ditambah lagi kedatangan Rayhan yang langsung menyentuh tubuh istrinya.Rasa kesal pun masih ada, dia langsung ingin menemui Rayhan dan memarahinya. Dengan langkah lebar dan tergesa-gesa untuk sampai di hadapan Rayhan yang duduk santai di ruang keluarga sambil menikmati teh hangat dan beberapa camilan yang disuguhkan oleh Sarah.Ardan menghempaskan bokongnya di samping Rayhan. “Kenapa kamu enggak bilang kalau sudah mau pulang ke Jakarta?” tanya Ardan yang berusaha menenangkan hatinya sendiri.Rayhan masih memegang cangkir teh itu. Sesekali menyasapi minuman itu dengan nikmat. “Kenapa? Apakah kamu takut aku bisa melihat apa yang terjadi barusan? Ayolah Ar, kamu tahu kan selain menjadi sahabatmu aku juga sebagai mata-mata papamu dan kamu t
Ardan masuk dan menghampiri Aluna yang sedang tertidur dengan masih memakai mukena berwarna putih. Pria tampan itu melirik jam yang terpasang di dinding menunjukkan pukul tiga dini hari. Ada perasaan yang aneh yang tidak bisa digambarkan oleh dirinya. Entah saat Rayhan menyentuh tubuh Aluna saat dia hampir terjatuh di anak tangga itu.Dengan sangat hati-hati Ardan menggendong Aluna pindah ke tempat tidur. Dia lalu berusaha membuka mukena yang masih dia pakai. Ardan memperhatikan sosok wajah itu yang tak pernah dia lihat secara detail. “Cantik!” Kata yang pertama dia ucapkan saat melihat wajah polos itu masih memejamkan matanya. Rambut hitam bergelombang tergerai indah sepanjang bahu. Alis hitam bagaikan barisan semut hitam yang berbaris rapi dengan bulu mata lentik dan tebal. Hidung yang mancung dan bibir mungil berwarna pink muda. Tanpa sadar pria tampan itu mendaratkan sebuah kecupan di kening Aluna. Ardan lalu mengambil ponselnya dan mengabadikan wajah istrinya dalam posisi terp
Setelah menyiapkan air hangat Aluna kembali ke kamar dan membangunkan sang suami untuk segera bangun. Meskipun biasanya Ardan sangat sulit dibangunkan dan pasti akan terbawa emosi dia tetap membangunkannya. “Mas, bangun sudah jam enam pagi, semua sudah aku siapkan, segeralah mandi dan sarapan pagi juga sudah ada di meja makan,” ucap Aluna tanpa jeda. Tidak ada pergerakan dari Ardan, wanita cantik itu kembali mendekat. Wajahnya sedikit dicondongkan dan menatap wajah tampan itu. “Apakah dia sakit?” gumamnya seraya menempelkan telapak tangannya ke kening Ardan. “Tidak panas, tapi biasanya sudah bangun meskipun dengan omelan. Kenapa ya?” Aluna masih bingung sementara Ardan malah sengaja berpura-pura masih terlelap tidur. Aluna kembali menggoyangkan tubuh Ardan tapi pria tampan itu tidak juga bangun. “Kenapa hari ini sangat sulit dibangunkan sih?” ucapnya sedikit kesal. Masih penasaran Aluna masih berusaha untuk membangunkan sang suami. Namun, dengan sengaja Ardan malah menarik tubu
“Aku yakin tidak salah orang, wanita itu yang ada di tempa kejadian. Dia yang menolong Ardan. Mas, aku takut kalau Aluna sampai mengatakan sesuatu kepada orang lain atau dengan Ardan tamat riwayatku, Mas,” ucapnya dalam ketakutan.“Ayolah Sayang jangan takut seperti , kalau pun memang Aluna memang ingin menindasmu dia tidak akan bisa karena aku sendiri yang akan menyingkirkannya. Seharusnya yang mati adalah Ardan tapi dia seperti kucing saja mempunyai sembilan nyawa. Mungkin kita tidak akan melakukan rencana itu lagi karena sangat berbahaya pastinya mereka sudah lebih berhati-hati, kita akan pakai halus dan aku merasa yakin kalau kamu bisa menikah dengan Ardan,” jelas Om Ardi begitu bernafsu untuk mencumbu tubuh Delia yang begitu seksi. Dengan cepat Ardi menaikkan gairah Delia sehingga dalam hitungan menit saja mereka melakukannya. Napas mereka masih terdengar tersengal-sengal. Delia dengan cepat merapikan pakaiannya yang sudah berantakan akibat ulah Om Ardi. Begitu juga pria paru
Di dalam mobil Ardan tampak diam, dia hanya fokus untuk menyetir padahal sedari tadi Delia sudah panjang lebar bercerita tentang kegiatan yang akan menyita waktunya. Ardan masih bergeming dia malas untuk menanggapi semua ocehan Delia, karena entah kenapa semenjak kehadiran Rayhan semut menjadi rumit. Di tambah ucapan Rayhan yang seakan-akan ingin mengambil Aluna dari sisinya. Mobil mewah itu berhenti tepat di sebuah gedung tinggi. Tempat di mana Delia akan bekerja sebagai model. Hari ini jadwal Delia sedikit padat karena banyak pemotretan yang harus dia kerjakan. “Sayang, aku sudah sampai tapi wajahmu sepertinya tidak suka dengan kehadiran aku, apa ada? Apakah kamu tidak mencintaiku lagi?” tanya Delia lembut sembari mengecup pipi Ardan. “Aku enggak apa-apa, turunlah jangan sampai kamu terlambat, nanti siang aku jemput untuk makan siang,” jawab Ardan dan membalas ciuman hangat untuk Delia.Wanita seksi itu pun turun dari mobil dan segera masuk ke gedung. Sedangkan Ardan kini melaju
“Cepatan Mbok, apa perintah saya kurang jelas?” bentak Ardan terlihat kesal. “Bu—bukan begitu Den cuma aneh saja, permisi Den,” sahut Mbok Asih segera melangkah pergi mencari Aluna. Untung saja dia tahu keberadaan wanita cantik itu dan segera menghampirinya.“Nyonya Lun?” panggil Mbok Asih sedikit nyaring sehingga Luna menoleh. Wanita cantik itu sedang asyik membaca buku agam sebelum masuk waktu Zuhur. Dia pun menutup bukunya dan berusaha menghampiri Mbok Asih yang terlihat berlari kecil menuju ke arahnya.“Jangan panggil Nyonya, kesannya ketuaan Mbok, memang ada apa sih Mbok, kok sepertinya ada yang penting?” tanya Aluna penasaran.“Itu ada Den Ardan pulang, sekarang dia ada di meja makan,” jawab Mbok Asih sambil mengatur napasnya yang terdengar masih tersengal-sengal tapi membuat Aluna heran.“Mas Ardan pulang, kok tumben ini kan jam makan siang bukannya dia bilang mau makan siang bersama Mbak Delia?” tanyanya penasaran.“Nggak tahu Neng, cepatan Neng ke sana dia mau Neng Luna y
“Lepaskan aku Mas! Apa yang kamu lakukan?” Aluna semakin berontak ingin terlepas dari pelukan Ardan, tapi pria tampan itu malah semakin mengeratkan pelukannya sehingga membuat Aluna sulit bernapas. Tongkat penyangga kakinya pun terlepas dari tangannya karena berusaha mendorong badan Ardan tapi tetap saja Aluna tidak mampu menggeser tubuh kekar itu.“Kenapa kamu berontak, bukankah kamu ingin aku sentuh walaupun sebenarnya aku sangat jijik denganmu, bahkan aku tidak pernah ingin mempunyai anak darimu. Kamu tahu kenapa karena kamu cacat dan bagaimana jika keturunanku juga cacat sepertimu, penerus generasi keluarga Batara tidak sempurna?” ejek Ardan dengan menyeringai jahat. Seketika wajah Aluna memerah, terlalu sakit untuk di dengar tapi wanita cantik itu berusaha bersikap untuk tidak mengeluarkan air matanya.“Baik, jika kamu memang menganggapku sampah, aku juga sudah tidak peduli lagi! Kamu ingin kita pisah, aku sudah siap tidak perlu menunggu setahun lagi, bahkan kamu sudah terang-t