Share

Bab 17

Penulis: Nanda
Rudi menarik napas dalam-dalam dan menatap Intan dengan ekspresi mata tidak percaya.

Intan benar-benar menginginkannya atau hanya mengancam? Namun, Rudi tidak akan menceraikan Intan. Jika tidak, orang-orang akan mencemooh dia dan Linda.

Selain itu, para tentara akan jijik pada mereka karena Marko adalah jenderal pahlawan di mata para tentara. Rudi tidak boleh kehilangan kepercayaan para tentara.

"Intan, aku tidak akan menceraikanmu." Rudi merasa jengkel dan galau. "Aku juga tidak akan menindasmu. Aku hanya berharap kamu jangan buat masalah lagi, terutama kali ini kamu mengancamku dengan kondisi penyakit Ibu. Kamu tidak merasa dirimu kejam? Kalau ada permintaan, ada keluhan, kamu bisa lampiaskan semuanya padaku. Jangan sakiti Ibu. Kalau orang-orang tahu kamu durhaka, reputasimu bisa hancur."

Ekspresi Intan menjadi dingin. "Kamu tidak akan menceraikanku atau tidak berani? Menceraikanku hanya berdampak buruk bagimu. Kamu takut dikatai pria bajingan, tapi lebih takut kehilangan dukungan bawahan ayahku. Kamu menginginkan cintamu, juga menginginkan masa depan. Tidak ada solusi yang sempurna di dunia ini. Keluargaku sudah meninggal semua sekarang, tapi aku belum tentu harus mengandalkan Keluarga Wijaya untuk bisa bertahan hidup. Kamu terlalu meremehkanku dan terlalu meninggikan dirimu."

Rudi malu sekaligus marah karena Intan mengetahui pikirannya. "Tidak perlu basa-basi lagi, pernikahan ini telah diberkati oleh Yang Mulia. Aku pasti akan menikahi Linda. Kamu bebas ajukan persyaratan lain, aku setuju apa pun itu."

"Aku tidak punya persyaratan, juga tidak butuh." Intan berdiri dengan angkuh di depan Rudi, sama sekali tidak ada air mata di dalam matanya. Tahi lalat di bawah matanya makin merah dan lebih menonjolkan kulitnya yang seputih salju.

Rudi merasa marah dan galau. "Sejujurnya, Intan, kupikir kamu akan menerima pernikahan ini dengan senang hati. Ayah dan kakakmu juga adalah jenderal. Kupikir kamu tidak akan menyulitkan Linda."

"Cih!" Intan menyeringai sinis. "Suamimu mau menikahi wanita lain, tapi aku harus menerimanya dengan senang hati? Aku terlalu murah hati di dalam hatimu. Rudi, sampai di sini saja."

Melihat Intan bersikeras, Rudi pun nekat. "Baik. Kalau kamu sekejam ini, aku akan masuk ke istana dan minta Yang Mulia menegakkan keadilan. Kamu sengaja menghambat pernikahan yang telah diberkati oleh Yang Mulia, ini pelanggaran. Tunggu saja dekret teguran dari Yang Mulia."

Intan menyeletuk, "Konyol sekali? Aku ini perempuan, bukan pejabat. Bagaimana bisa Yang Mulia menegurku? Lebih baik kamu cari Ibu Suri saja dan bilang aku tidak setuju kamu menikahi Linda. Bukankah Ibu Suri menyukai Linda? Adukan saja ke Ibu Suri."

"Jangan kira aku tidak berani. Kamu sudah durhaka dengan menghentikan pengobatan Ibu. Aku bisa memohon Ibu Suri untuk menghukummu."

"Silakan!" Intan sama sekali tidak peduli.

"Jangan menyesal!"

Setelah itu, Rudi melirik wajah dingin Intan dan langsung pergi.

"Sebaiknya Jenderal tuntaskan masalah maskawin dulu. Apa perlu aku pinjamkan uang padamu?"

Ejekan Intan membuat Rudi berhenti sejenak. Lalu, dia melangkah pergi.

Rudi memang berencana meminjam uang pada Intan, tetapi setelah kejadian ini, dia lebih memilih untuk berdiskusi dengan Linda agar mengurangi nominal mahar. Dia tidak akan meminjam uang dengan Intan.

Mutiara mengeluarkan kepalanya dari balik pintu. "Nona, dia benaran datang untuk pinjam uang, tapi Nona pinjamkan?"

Intan menggosok rahangnya yang agak pegal karena berbicara terlalu banyak.

Sesaat kemudian, Intan baru menjawab pertanyaan Mutiara. "Tentu saja. Kalau dia merendahkan diri, aku bisa pinjamkan uang padanya dengan bunga seperti pada umumnya. Nanti, modal dan bunganya harus dibayar semua."

"Nona tidak takut dia tidak mau bayar?"

"Tidak mau bayar? Kalau begitu, tagih setiap hari." Melihat sup biji teratai yang dibuang di pojok, Intan bertanya dengan kasihan, "Mutiara, masih ada sup biji teratai tidak? Aku mau makan."

"Ada, aku buatkan sepanci tadi. Ada sup sarang burung walet juga. Nona mau yang mana?"

Intan langsung bergembira. "Dua-duanya. Kamu makan juga, lalu sisanya antarkan untuk Dayang Irna dan Dayang Ita. Oh, ya, mereka sudah selesai mengemas barang?"

"Sudah selesai. Kita bisa langsung pergi setelah dekretnya turun." Mutiara menjadi senang, tidak lagi murung seperti beberapa hari sebelumnya.

"Ya, sekarang sudah bertengkar seperti ini, hanya tunggu dekretnya turun. Mungkin Rudi akan pergi ke Keluarga Ismail dan bernegosiasi untuk kurangi nominal maskawin. Linda yang murah hati pasti setuju. Bagaimanapun, dia berbeda dengan wanita lain."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 690

    Dayang Erika segera mengejar Tuan Putri setelah mendengar Jihan akan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah, "Tuan Putri, apakah Anda berubah pikiran?"Putri Agung merasa isi pikirannya sangat kacau, "Kurung dia di penjara bawah tanah dulu dan nanti baru bicarakan hal ini lagi.""Baik, Anda jangan marah dan melukai tubuh Anda sendiri," bujuk Dayang Erika."Tidak ada seorang pun yang bisa dibandingkan dengan Marko, Jihan tetap bukan Marko meski punya tampang yang sama. Jihan sama sekali tidak bisa membuatku menyukainya dan aku malah marah saat melihat wajahnya."Putri Agung kembali ke kamarnya dengan amarah di matanya dan tetap merasa kesal meski sudah duduk, "Pelayan, bawakan air dan sabun. Aku mau cuci tangan."Semua pelayan sedang sibuk bekerja pada saat ini, Putri Agung mencuci tangan bekas menyentuh Jihan berulang kali, seperti setiap kali dia sehabis berhubungan badan. Putri Agung akan merendam dirinya di dalam ember yang berisi dengan air panas untuk menghilangkan aroma yang men

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 689

    Jihan berusaha untuk berdiri, tapi Jihan sama sekali tidak memiliki kekuatan di dalam tubuhnya seolah-olah dia sedang sakit parah.Jihan segera menoleh setelah mendengar suara pintu terbuka dan terdapat seseorang yang berjalan masuk setelah melewati pembatas ruangan.Rambutnya disanggul dan dihiasi oleh pita, wanita ini mengenakan pakaian berbahan satin yang berwarna putih dan hijau. Wanita ini terlihat berusia sekitar 40 tahun yang tidak terdapat kerutan apa pun di wajahnya. Tapi ekspresi wanita ini sangat serius dan memiliki aura intimidasi dari seseorang yang berkuasa.Terdapat seseorang yang mengikuti di belakang wanita dan memindahkan kursi ke samping tempat tidur. Wanita itu duduk dengan perlahan dan menatap mata Jihan yang terlihat cemas serta curiga."Si ... siapa kamu?" Jihan tidak pernah melihat Putri Agung, tapi mengetahui identitasnya pasti tidak sederhana.Putri Agung melihat kepanikan di mata Jihan dan hatinya berada di tingkat ekstrim, seolah-olah terdapat air yang menyi

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 688

    Sebuah kereta kuda meninggalkan kota dan Jihan sedang bergegas untuk pergi ke Jinbaran karena terdapat masalah pada pabrik di Jinbaran. Ayahnya menyuruh Jihan untuk pergi ke sana secara pribadi meski masalahnya tidak terlalu serius.Sebenarnya Jihan telah tinggal di Jinbaran untuk waktu yang lama, tapi Jihan mengantar istrinya ke ibu kota untuk melakukan persalinan karena istrinya sedang hamil. Jihan bisa menyerahkan masalah di sana pada pengurus toko setelah masalah di Jinbaran diselesaikan, selain itu Jihan juga berencana untuk melakukan bisnis yang lain dalam perjalanannya kembali ke ibu kota.Jihan sudah lama menjadi seorang ayah, karena dia menikah saat masih berusia 20 tahun dan sudah memiliki dua putra pada saat ini. Jadi dia berharap istrinya bisa melahirkan seorang anak perempuan untuknya.Tidak terlalu banyak orang yang memiliki selir di keluarga mereka dan Jihan juga tidak memiliki satu pun selir. Jihan memiliki hubungan yang sangat harmonis dengan istrinya dan selalu membaw

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 687

    Pangeran Rafael bersedia bekerja sama demi hal ini, karena anak ini akan memiliki nama belakang Gunawan dan pasti akan berada di pihak Keluarga Bangsawan Gunawan."Aku akan memberi tahu mereka saat kembali," ujar Pangeran Rafael.Putri Agung bertanya, "Sebentar lagi upacara pemberkatan orang meninggal sudah tiba, apakah kamu sudah mengundang Guru Boni?""Sudah aku undang, ada 8 biksu yang datang bersama Guru boni. Aku akan jemput mereka secara pribadi pada hari pertama."Putri Agung mengangguk kecil dan berkata, "Panggil ibumu datang, tapi kamu harus bilang kalau ibumu harus bergadang dan tidak perlu datang kalau tidak bisa melakukannya.""Tentu saja ibuku bisa melakukannya, ibuku telah menjadi penganut Buddha selama bertahun-tahun dan selalu ingin mengikuti upacara ini," ujar Pangeran Rafael dengan cepat. Terdapat Nyonya Clara, Nyonya Thalia, Nyonya Besar Arni, Nyonya Besar Mila dan lain-lain yang mendatangi upacara pemberkatan orang meninggal. Mereka semua adalah nyonya atau nyonya b

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 686

    Keluarga Salim masih tidak memberi jawaban apa pun, tapi desakan berulang kali dari Putri Agung membuat Nyonya Mirna mau tidak mau harus mendatangi Kediaman Keluarga Salim secara pribadi.Nyonya Mirna baru mengetahui jika Vincent sedang pergi ke Cunang dan berada di Perkemahan Pengintai Tujuvan karena terjadi sesuatu pada Waldy, jadi Vincent pergi ke sana untuk mengunjunginya bersama dengan Charles, yang merupakan anak angkat Keluarga Akbar.Viona berkata dengan nada meminta maaf, "Seharusnya masalah ini sudah diputuskan sejak awal, tapi Vincent bersikeras mau pergi menemui teman seperjuangannya dan baru memutuskan hal ini. Aku sama sekali tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan, tapi aku sangat menyukai Nona Reni. Kamu sendiri juga tahu kalau aku sangat menyukainya pada pertemuan pertama kami dan sangat ingin segera menjadikannya sebagai menantuku."Viona berkata dengan tulus dan Nyonya Mirna percaya karena Viona memang menunjukkan kesukaannya pada Reni pada hari itu, kemudian berkata

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 685

    Merpati milik Paviliun Prumania terus beterbangan untuk bertukar pesan dan tiba di ibu kota pada dua malam sebelum upacara pemberkatan orang meninggal setelah beterbangan selama beberapa hari. Surat-surat itu baru dibawa ke Kediaman Aldiso setelah Metta dan yang lain menyusunnya menjadi sebuah surat yang lengkap di malam hari.Metta memberi surat ini pada Marsila, tapi Marsila tidak membukanya, melainkan memanggil semua orang ke ruang kerja dan menyerahkan surat itu pada Tuan Axel, karena hal ini berhubungan dengan Jenny dan sebaiknya membiarkan Tuan Axel membukanya terlebih dahulu.Terdapat urat yang menonjol di dahi Tuan Axel setelah membaca ini, "Sungguh tidak masuk akal. Ini benar-benar merupakan sebuah konspirasi, apa itu utang budi karena telah menyelamatkannya, ini semua adalah rencana yang dibuat dengan teliti."Alfred mengambil surat itu dan berkata secara garis besar setelah membacanya, "Pembuat onar itu adalah preman lokal yang buat masalah setelah terima uang dari orang lai

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status