Share

Bab 9

Author: Nanda
Rudi menghela napas lega, tetapi tetap berkata dengan nada dingin, "Ini kutukar dengan jasaku. Kalau Yang Mulia benar-benar menarik kembali dekretnya, itu pasti akan membuat para tentara kecewa. Hari ini, Yang Mulia panggil aku ke Istana, tapi tidak menemuiku. Mungkin karena kamu mengeluh pada Yang Mulia. Intan, aku tidak akan perhitungan denganmu, tapi aku sudah cukup baik padamu."

"Kuharap kamu bisa sadar diri dan jangan membuat masalah lagi. Setelah aku dan Linda menikah, aku akan memberimu anak agar kamu punya sokongan di hari tua."

Intan menunduk ke bawah dan memberi perintah dengan cuek, "Mutiara, antar tamu keluar!"

Mutiara maju seraya berkata, "Jenderal, silakan!"

Rudi mengibaskan tangan dan langsung pergi.

Sebelum Intan bisa berbicara, Mutiara sudah meneteskan air mata tanpa henti.

Intan menghampirinya, lalu bertanya, "Kamu kenapa lagi?"

"Aku merasa sedih untuk Nona. Nona tidak sedih?" tanya Mutiara dengan suara bindeng.

Intan tersenyum saat menjawab, "Sedih, tapi apa gunanya? Lebih baik pikirkan bagaimana cara memperbaiki kehidupan kita untuk ke depannya. Keturunan Keluarga Belima bukan orang lemah!"

Mutiara menyeka air matanya dengan saputangan dan mengerenyotkan bibirnya. "Kenapa semuanya menindas Nona? Nona sudah sangat baik pada orang-orang di Kediaman Jenderal."

"Karena aku sudah tidak penting lagi di mata mereka," jawab Intan sambil tersenyum. Sebenarnya, dia sama sekali tidak penting, tetapi harta bawaannya yang penting.

Mutiara makin menangis karena Nona Intan adalah yang terpenting di dalam hatinya.

"Sudah, jangan menangis, lanjutkan saja kesibukanmu. Hidup ini tetap harus kita jalani." Intan mengelus pipi Mutiara. "Pergi sana!"

"Nona!" Mutiara berusaha menyeka air matanya. "Orang-orang yang dibawa saat Nona menikah ke sini juga akan Nona bawa pergi semua?"

"Aku memegang akta jual mereka. Kalau aku pergi, Linda pasti akan menindas mereka. Tentu saja kalian harus pergi bersamaku."

Saat menikah, Ibu menunjuk Dayang Ita, Dayang Irna, empat pelayan laki-laki dan empat pelayan perempuan untuk ikut bersamanya.

Dalam setahun ini, Diana sakit kronis sehingga Intan-lah yang mengurus Kediaman Jenderal dan orang-orang yang dia bawa saat menikah menduduki posisi penting. Alasan pertama adalah kurangnya pelayan di Kediaman Jenderal. Honorarium Ayah mertua dan Rudi tidak tinggi, mereka juga tidak melakukan bisnis untuk mencari uang sehingga Keluarga Wijaya tidak mampu membiayai terlalu banyak pelayan.

Alasan kedua adalah akan lebih lega dengan mempercayakan pelayan sendiri, tidak perlu membangun kewibawaan untuk menggetarkan orang lain. Intan juga bisa meluangkan lebih banyak waktu untuk merawat Diana yang sedang sakit.

Adapun harta bawaan Intan, telah digunakan sebagian untuk meringankan pengeluaran Keluarga Wijaya karena obat yang dikonsumsi oleh Diana sangat mahal.

Untungnya, Intan hanya menggunakan profit toko, biaya sewa rumah, serta sebagian pemasukan dari ladang, sawah dan vila.

Keesokan hari, Intan pergi merawat Diana seperti biasa.

Namun, Intan pergi ke sana hari ini karena kedatangan Tabib Riel.

Melihat Intan datang, Diana merasa senang karena mengira Intan sudah paham. "Linda akan datang nanti, kalian ketemu dulu. Ke depannya, kalian adalah saudari dan harus hidup bersama dengan rukun."

Intan tidak menjawab, hanya menunggu Riel di samping. Setelah Riel menuliskan resep obat, Intan berkata, "Paman Riel, biar aku antar ke luar."

"Baik, kebetulan ada yang ingin kukatakan denganmu." Riel menyuruh pelayannya membawa kotak medis, lalu berjalan keluar bersama Intan tanpa berpamitan dengan Diana.

Saat berjalan di koridor, Riel berkata, "Anak bodoh, tidak ada orang baik di rumah ini. Mereka tidak pantas untuk kamu perlakukan dengan baik. Ke depannya, jangan suruh orang undang aku ke sini lagi. Aku tidak akan datang lagi."

Intan berkata, "Paman Riel, aku mengerti. Aku tidak akan suruh orang undang Paman Riel ke sini lagi. Aku sudah berencana untuk cerai."

Barulah Riel tersenyum. "Anak baik! Anak Keluarga Belima harus tegas begini. Aku tidak butuh orang mereka. Kalau bukan karena kamu, aku tidak akan mau mengobatinya."

Riel yang telah banyak berpengalaman tentu tahu Diana adalah orang yang serakah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 690

    Dayang Erika segera mengejar Tuan Putri setelah mendengar Jihan akan dimasukkan ke dalam penjara bawah tanah, "Tuan Putri, apakah Anda berubah pikiran?"Putri Agung merasa isi pikirannya sangat kacau, "Kurung dia di penjara bawah tanah dulu dan nanti baru bicarakan hal ini lagi.""Baik, Anda jangan marah dan melukai tubuh Anda sendiri," bujuk Dayang Erika."Tidak ada seorang pun yang bisa dibandingkan dengan Marko, Jihan tetap bukan Marko meski punya tampang yang sama. Jihan sama sekali tidak bisa membuatku menyukainya dan aku malah marah saat melihat wajahnya."Putri Agung kembali ke kamarnya dengan amarah di matanya dan tetap merasa kesal meski sudah duduk, "Pelayan, bawakan air dan sabun. Aku mau cuci tangan."Semua pelayan sedang sibuk bekerja pada saat ini, Putri Agung mencuci tangan bekas menyentuh Jihan berulang kali, seperti setiap kali dia sehabis berhubungan badan. Putri Agung akan merendam dirinya di dalam ember yang berisi dengan air panas untuk menghilangkan aroma yang men

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 689

    Jihan berusaha untuk berdiri, tapi Jihan sama sekali tidak memiliki kekuatan di dalam tubuhnya seolah-olah dia sedang sakit parah.Jihan segera menoleh setelah mendengar suara pintu terbuka dan terdapat seseorang yang berjalan masuk setelah melewati pembatas ruangan.Rambutnya disanggul dan dihiasi oleh pita, wanita ini mengenakan pakaian berbahan satin yang berwarna putih dan hijau. Wanita ini terlihat berusia sekitar 40 tahun yang tidak terdapat kerutan apa pun di wajahnya. Tapi ekspresi wanita ini sangat serius dan memiliki aura intimidasi dari seseorang yang berkuasa.Terdapat seseorang yang mengikuti di belakang wanita dan memindahkan kursi ke samping tempat tidur. Wanita itu duduk dengan perlahan dan menatap mata Jihan yang terlihat cemas serta curiga."Si ... siapa kamu?" Jihan tidak pernah melihat Putri Agung, tapi mengetahui identitasnya pasti tidak sederhana.Putri Agung melihat kepanikan di mata Jihan dan hatinya berada di tingkat ekstrim, seolah-olah terdapat air yang menyi

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 688

    Sebuah kereta kuda meninggalkan kota dan Jihan sedang bergegas untuk pergi ke Jinbaran karena terdapat masalah pada pabrik di Jinbaran. Ayahnya menyuruh Jihan untuk pergi ke sana secara pribadi meski masalahnya tidak terlalu serius.Sebenarnya Jihan telah tinggal di Jinbaran untuk waktu yang lama, tapi Jihan mengantar istrinya ke ibu kota untuk melakukan persalinan karena istrinya sedang hamil. Jihan bisa menyerahkan masalah di sana pada pengurus toko setelah masalah di Jinbaran diselesaikan, selain itu Jihan juga berencana untuk melakukan bisnis yang lain dalam perjalanannya kembali ke ibu kota.Jihan sudah lama menjadi seorang ayah, karena dia menikah saat masih berusia 20 tahun dan sudah memiliki dua putra pada saat ini. Jadi dia berharap istrinya bisa melahirkan seorang anak perempuan untuknya.Tidak terlalu banyak orang yang memiliki selir di keluarga mereka dan Jihan juga tidak memiliki satu pun selir. Jihan memiliki hubungan yang sangat harmonis dengan istrinya dan selalu membaw

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 687

    Pangeran Rafael bersedia bekerja sama demi hal ini, karena anak ini akan memiliki nama belakang Gunawan dan pasti akan berada di pihak Keluarga Bangsawan Gunawan."Aku akan memberi tahu mereka saat kembali," ujar Pangeran Rafael.Putri Agung bertanya, "Sebentar lagi upacara pemberkatan orang meninggal sudah tiba, apakah kamu sudah mengundang Guru Boni?""Sudah aku undang, ada 8 biksu yang datang bersama Guru boni. Aku akan jemput mereka secara pribadi pada hari pertama."Putri Agung mengangguk kecil dan berkata, "Panggil ibumu datang, tapi kamu harus bilang kalau ibumu harus bergadang dan tidak perlu datang kalau tidak bisa melakukannya.""Tentu saja ibuku bisa melakukannya, ibuku telah menjadi penganut Buddha selama bertahun-tahun dan selalu ingin mengikuti upacara ini," ujar Pangeran Rafael dengan cepat. Terdapat Nyonya Clara, Nyonya Thalia, Nyonya Besar Arni, Nyonya Besar Mila dan lain-lain yang mendatangi upacara pemberkatan orang meninggal. Mereka semua adalah nyonya atau nyonya b

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 686

    Keluarga Salim masih tidak memberi jawaban apa pun, tapi desakan berulang kali dari Putri Agung membuat Nyonya Mirna mau tidak mau harus mendatangi Kediaman Keluarga Salim secara pribadi.Nyonya Mirna baru mengetahui jika Vincent sedang pergi ke Cunang dan berada di Perkemahan Pengintai Tujuvan karena terjadi sesuatu pada Waldy, jadi Vincent pergi ke sana untuk mengunjunginya bersama dengan Charles, yang merupakan anak angkat Keluarga Akbar.Viona berkata dengan nada meminta maaf, "Seharusnya masalah ini sudah diputuskan sejak awal, tapi Vincent bersikeras mau pergi menemui teman seperjuangannya dan baru memutuskan hal ini. Aku sama sekali tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan, tapi aku sangat menyukai Nona Reni. Kamu sendiri juga tahu kalau aku sangat menyukainya pada pertemuan pertama kami dan sangat ingin segera menjadikannya sebagai menantuku."Viona berkata dengan tulus dan Nyonya Mirna percaya karena Viona memang menunjukkan kesukaannya pada Reni pada hari itu, kemudian berkata

  • Aku Juga Keturunan Jenderal   Bab 685

    Merpati milik Paviliun Prumania terus beterbangan untuk bertukar pesan dan tiba di ibu kota pada dua malam sebelum upacara pemberkatan orang meninggal setelah beterbangan selama beberapa hari. Surat-surat itu baru dibawa ke Kediaman Aldiso setelah Metta dan yang lain menyusunnya menjadi sebuah surat yang lengkap di malam hari.Metta memberi surat ini pada Marsila, tapi Marsila tidak membukanya, melainkan memanggil semua orang ke ruang kerja dan menyerahkan surat itu pada Tuan Axel, karena hal ini berhubungan dengan Jenny dan sebaiknya membiarkan Tuan Axel membukanya terlebih dahulu.Terdapat urat yang menonjol di dahi Tuan Axel setelah membaca ini, "Sungguh tidak masuk akal. Ini benar-benar merupakan sebuah konspirasi, apa itu utang budi karena telah menyelamatkannya, ini semua adalah rencana yang dibuat dengan teliti."Alfred mengambil surat itu dan berkata secara garis besar setelah membacanya, "Pembuat onar itu adalah preman lokal yang buat masalah setelah terima uang dari orang lai

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status