Share

Aku Lebih Cantik dari Gundik Suamiku
Aku Lebih Cantik dari Gundik Suamiku
Penulis: Dianti W

Bab 1

AKU LEBIH CANTIK DARI GUNDIK SUAMIKU

“Jadi ini alasanmu dulu begitu kekeuh menyuruhku untuk tak lagi membantu pekerjaanmu di kantor, Mas? wanita ini yang kau pilih jadi sekretaris sekaligus istri kedua?” kutunjuk wanita perebut suamiku yang kini tertunduk sambil memegangi perutnya yang membuncit.

“Maaf, Wid. Mas akui, Mas dan Frisca khilaf. Tapi, semua ini sudah terjadi. Lagipula, bukan cuma kamu di dunia ini yang dimadu. Jadi, terima sajalah! Kalau secara ekonomi, Mas pastikan akan bersikap adil pada kalian berdua.” Mas Khalid dengan entengnya berbicara tanpa merasa bersalah sedikitpun.

“Adil? Mas yakin bisa bersikap adil? Aku ini kurang apa, Mas? dari awal kita mulai semuanya, dari nol! Sekarang kamu seenaknya menikah lagi tanpa seizinku, dengan wanita yang sudah kita angkat dari lembah nista ini? Frisca! Dimana letak hati nuranimu?” Meski dengan suara bergetar, tetap kutahan air mata ini agar jangan sampai tumpah.

“Maaf, Mbak Widya. Aku terlanjur mencintai Mas Khalid.” Frisca masih sanggup menjawab meskipun ia tahu emosiku sedang memuncak.

“Cinta kau bilang? Dan kau, Mas? kau juga mencintai dia?” hardikku tanpa ampun.

“I-iya. Kalau gak cinta tak mungkin Mas menikahi dia.”

“Jadi, sudah sejak kapan kalian menikah?” tanyaku, masih dengan emosi membuncah yang terpaksa kutahan. Aku tak sudi menangis di hadapan wanita ini.

“Sejak dua bulan yang lalu, Mbak!” Frisca menjawab ragu.

“Dua bulan? Dan perutmu sudah buncit sebesar ini? Artinya jauh sebelumnya kau adalah gundik suamiku?” ujarku sinis sambil melipat tanganku di dada.

“Widya! Kamu jangan menghina Frisca! Memang kami menikah baru dua bulan.” Mas Khalid terlihat emosi dengan tampang sinisku.

“Artinya apa, Mas? kalian sudah lebih dulu berzina, to?”

“Mas, aku mundur saja. Mbak Widya gak akan bisa terima aku sebagai madu.” Frisca berlagak bicara merengek sambil menggoyangkan tangan Mas Khalid, menjijikkan!

“Jangan, Fris! Kamu sah istriku. Kamu juga sebentar lagi akan melahirkan anakku. Anak yang sejak lama kutunggu kehadirannya, dan Widya tak bisa memberikannya. Sekarang terserah kamu, Wid! Kalau kamu gak suka ada Frisca di rumah ini, kamu boleh pergi!”

“Pergi? kamu gak salah, Mas? rumah ini milik siapa? Kok aku yang harus pergi?” Aku terkekeh meski batinku sakit.

“Mas, emangnya rumah besar ini punya siapa? Bukan milik kamu?” Kali ini Frisca bertanya sambil berkerut dahi.

“Rumah ini peninggalan orang tua Widya,” sahut Mas Khalid, lemah!

“Bukannya kamu bilang semua harta kamu itu milikmu, Mas?” Frisca masih saja merengek. Jelas sekali, wanita ini hais akan harta.

“Emm … tidak semuanya!”

“Frisca, gimana rasanya dengar kenyataan pahit? Laki-laki yang kamu goda ini awalnya gak punya apa-apa. Dia miskin, dan aku rela ikut hidup miskin dan membangun usaha dari bawah. Sekarang kamu mau ambil semuanya setelah Mas Khalid punya harta? Cih! Perempuan rendahan!”

“Widya!” Mas Khlaid berteriak kasar, telapak tangannya mengepal bersiap melayang ke arah wajahku. Hal yang tak pernah sekalipun dia lakukan sejak kami berumah tangga.

“Apa, Mas? mau tampar? Sini! Tampar yang keras!” tantangku tanpa rasa gentar. Kisodorkan pipiku padanya.

“Jangan pancing emosiku, Widya! Mau tidak mau, suka tidak suka, kamu harus terima kehadiran Frisca di rumah ini! Kalau kamu masih tetap ingin menyandang status sebagai istri, bukan janda!” bentaknya dengan rahang mengeras.

“Baik, kalau begitu sekarang statusnya kalian berdua menumpang di rumahku. Jadi kalian ikut aturanku! Jangan pikir aku akan mengalah pada perempuan gatal ini!”

“Widya, cukup!” bentak Mas Khalid sekali lagi.

“Oke! Selamat menikmati masa pengantin baru di rumah istri pertama yang megah ini. Tapi jangan harap kau akan bisa merebut hartaku!” Kujentikkan jari di depan muka Frisca, kemudian berlalu menuju kamar pribadiku.

Inilah aku, Widya Atmawinata. Sembilan tahun pernikahan, aku belum juga dikaruniai zuriat di dalam rahimku. Wanita yang dulu pernikahannya dengan Mas Khalid sempat ditentang oleh kedua orang tuaku. Ternyata ini jawabannya. Mas Khalid tega mendua.

Susah payah aku membantu usahanya, yang dulu hanya mampu berjualan perak di pasar-pasar tradisional, menyewa kios kecil untuk sekedar makan. Perlahan berkat kegigihanku, yang memang punya banyak teman dari kalangan berada, usaha Mas Khalid merambah jual beli emas, sampai akhirnya masuk ke bisnis berlian. Bukan setahun dua tahun, sembilan tahun aku berjuang membuktikan pada Papa dan Mama, kalau pilihanku tidaklah salah. Kami sudah meraih kesuksesan bersama. Hingga Papa Mama mempercayakan rumah mewah ini untuk kami tinggali.

Hanya satu kurangnya, dalam kurun waktu sembilan tahun, aku belum juga bisa hamil. Awalnya Mas Khalid tak mempermasalahkan. Dia percaya kalau nanti waktunya tiba, aku pasti akan mengandung anaknya.

Kini semua berubah, memasuki usia pernikahan ke-sepuluh, Mas Khalid memintaku untuk tak lagi perlu membantu bisnis kami di kantor. Alasannya agar aku bisa lebih fokus untuk menjalankan program hamil. Tapi ternyata diam-diam dia selingkuh dengan Frisca.

Aku menemukan Frisca di pinggir jalan di pagi hari sekitar satu tahun yang lalu. Entah siapa yang tega membuangnya, wajahnya lebam, pakaiannya robek. Dia menolak melapor ke polisi, tapi malah menangis dan memohon perlindungan padaku.

Aku membawanya pulang karena kulihat dia gadis yang baik, tak banyak bicara, dan menyimpan trauma. Ternyata ia wanita panggilan yang dibuang pacarnya sebab dia meminta bayaran setelah kencan. Baginya pacar ataupun pelanggan adalah sama, gak ada yang gratisan.

Aku bertanya dimana keluarganya, barangkali aku bisa mengantarnya pulang. Namun ia mengaku tak lagi punya keluarga, tangisnya membuatku iba. Janjinya untuk bertaubat membuat hatiku luluh. Kukontrakkan ia sepetak rumah untuk tempat tinggal, kuajari dia cara berbisnis. Memang prestasinya bagus. Dalam beberapa bulan ia berhasil menjual banyak perhiasan pada bos-bos kaya kenalannya. Bodohnya aku, menolong seekor ular yang justru sekarang menancapkan bisa paling mematikan dalam rumah tanggaku.

Wanita yang kuyakini telah berubah, aku berikan ia pekerjaan yang layak, kini menusukku dari belakang. Tapi aku sadar, ini semua bukan murni kesalahannya. Suamiku juga bersalah, tak bisa menjaga hatinya. Melihat tubuh molek Frisca, imannya goyah.

Kutatap wajahku di depan cermin besar di kamar ini. Wajahku ayu, kulitku putih bersih. Jika dibandingkan dengan Frisca, aku yakin Mas Khalid pun akan mengakui bahwa aku jauh lebih cantik. Tapi namanya setan sudah menguasai hati suamiku itu, ia akan mendekatkan yang haram, dan memisahkan yang halal. Itulah prestasi tertinggi para setan. Bergemeletuk rahangku menahan geram.

‘Widya, kamu jangan kalah! Kamu bukan wanita lemah!’ demikian bisik hati kecilku. Aku sadar, sebagian besar aset dalam bisnisku masih dikuasai Mas Khalid. Aku bisa kehilangan lebih dari separuh harta kekayaan kalau aku memilih cerai. Bagaimanapun, aku harus mendapatkan apa yang seharusnya jadi milikku, sebelum membalaskan rasa sakit hatiku. Aku cantik, aku kaya, hanya saja kurang beruntung belum mampu mengandung bayi untuk Mas Khalid.

Bukannya aku tak berusaha, aku sudah mengajak Mas Khalid untuk program bayi tabung, tapi ia selalu menolak dengan alasan dia sabar menanti hadirnya bayi secara alami. Bulshit! Kini ia menelan lidahnya sendiri. Kini dengan mudahnya ia berucap, aku yang dipersalahkan dan memaksaku menerima Frisca sebagai maduku. Dunia belum berakhir, Mas!

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
laki-laki asu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status