Share

Bagian 4

Seran. Gadis itu telah mengenal Radinya sejak kecil. Mereka selalu bermain bersama. Seran dan Radinya seperti soulmate yang tidak bisa dipisahkan. Seran adalah orang yang menyelamatkannya.

Ibunya Seran mengelola rumah makan. Radinya dan Resian selalu mampir untuk makan di sana. Orang tua Seran sudah menganggap mereka sebagai anaknya sendiri.

Ibunya Seran mengharapkan Radinya akan menjaga Seran saat mereka tidak ada. Awalnya semua baik-baik saja sampai kejadian buruk itu terjadi.

Malam itu hujan turun dengan deras. Radinya dan Resian makan bersama keluarga Seran. Namun, Radinya pulang ke rumah sebentar untuk memanggil ibunya.

Saat dia sampai di depan rumah. Dia mendengar suara keributan. Dia berlari ke arah ruang tamu dan mendapati ayahnya sedang memukuli ibunya.

Radinya tidak tinggal diam. Dia berusaha memukul ayahnya. Namun, dia malah terpental dan membentur meja. Saat Radinya sedang kesakitan, seorang pria masuk dan berusaha menolong ibu Radinya.

Perkelahian terjadi antara pria itu dan ayahnya Radinya. Radinya dan ibunya mengambil kesempatan itu untuk kabur. Namun, saat mereka mau keluar, suara teriakan terdengar.

Walau petir bergemuruh sangat kencang. Radinya tahu teriakan itu berasal dari pria yang menolongnya. Kaki Radinya gemetar. Dia mendorong ibunya ke luar rumah. Lalu dia mengunci pintu.

Ibunya panik. Dia berteriak minta tolong pada tetangga.

"Apa yang terjadi? Suamiku? Di mana suamiku?," tanya ibu Seran pada ibu Radinya.

Saat mereka menoleh. Mereka melihat Radinya berlumur darah.

"Ra...din?," ujar Resian.

"Aku...aku...telah...membunuh," ujar Radinya.

Ibunya Seran terkejut dengan pernyataan Radinya. Kemudian dia memeluk Radinya dengan erat.

"Maafkan aku, paman...paman," ujar Radinya.

"Tidak apa-apa. Semua bukan salahmu," ujar ibu Seran.

Saat polisi datang, mereka mengamankan TKP. Seran mulai menangis saat polisi mengeluarkan ayahnya dari tempat kejadian. Sementara itu, ayahnya Radinya masih kritis.

Resian memeluk adiknya. Dia tidak tahu kejadian buruk apa disaksikannya. Setelah kejadian itu, Radinya menerima rehabilitasi dari psikiater.

Hampir 3 tahun Radinya tidak bicara pada siapapun. Sementara ayah Radinya sudah mendekam di penjara. Sayangnya, dia tidak dihukum mati.

Sejak itu, Resian dan Radinya diasuh oleh bibi mereka. Rumah mereka ditinggalkan begitu saja. Ibu mereka juga menjalani pengobatan.

Resian berusaha kuat. Dia merelakan semua impiannya. Dia mulai bekerja sebagai pegawai toko. Dia mengambil semua pekerjaan yang dia bisa. Saat dia sudah mengumpulkan uang yang cukup, dia membiayai pendidikan Radinya.

Tanpa dia ketahui, Radinya sudah kuat kembali. Dia mulai bicara dengan orang-orang dan memiliki banyak teman.

"Kak, aku rasa kakak bisa gunakan uang ini untuk kuliah," ujar Radinya.

"Aku? kuliah? aku rasa tidak. Umurku sudah,"

"Apa yang kakak katakan, bahkan nenek-nenek saja masih bisa kuliah,"

Mendengar pernyataan Radinya, Resian tertawa. Dia tidak menyangka adiknya bisa berpikir seperti itu.

Akhirnya Resian memutuskan kuliah. Dia mengambil jurusan manajemen. Sementara saat lulus SMA, Radinya mulai bekerja. Dia bekerja di bagian mesin pesawat. Resian yakin kalau Radinya berbakat di tehnik mesin. Dia mengumpulkan uang untuk membiayai sekolah adiknya. Untungnya Resian adalah mahasiswa yang pintar sehingga dia tidak mengeluarkan biaya kuliah.

"Kak," ujar Radinya.

Resian menatap adiknya. Tidak biasanya Radinya hanya memanggilnya hanya "kak".

"Ada apa?,"

Radinya mengeluarkan sebuah kertas. Air mata Resian tidak tertahankan. Dia menatap adiknya dan kertas itu bergantian. Lalu dia memeluk Radinya.

"Terima kasih. Terima kasih," ujar Resian.

Resian mengantar Radinya. Dia merapihkan baju adiknya berulang kali.

"Kak Resian, bajuku sudah rapih," ujar Radinya.

"Ah iya iya," ujar Resian.

Resian merasa seperti orang tua yang melepas anaknya pergi. Dia tidak menyangka adiknya sudah tumbuh besar.

***

Seran membuka matanya. Dia melihat Radinya membaca buku.

"Kau mau makan siang?," tanya Radinya.

Seran mengangguk. Kemudian mereka pergi ke kantin. Radinya membelikan Seran makanan kesukaannya, nasi goreng.

Seran menatap Radinya. Mereka berhadapan. Namun, tidak ada kata-kata yang meluncur dari mulut keduanya.

"Kau tidak perlu merasa bersalah," ujar Seran. 

"Terima kasih," ujar Radinya.

"Bagaimana keadaan Ansara?"

"Aku belum menemuinya,"

"Kenapa?"

"Aku tidak bisa melakukan apapun,"

Seran tahu bahwa Radinya sangat mencintai Ansara. Namun, dia tidak menyangka Radinya akan merasa dirinya tidak berguna.

"Profesor Maron menanyakanmu," ujar Seran.

"Ah, dia ingin membahas beasiswa itu. Aku sudah membatalkannya,"

"Bukankah itu impianmu?"

"Aku tidak mau meraih impian dengan membuang semuanya,"

Seran tidak bisa membantah kata-kata Radinya.

Setelah makan, Radinya berpisah dengan Seran. Dia pergi ke perpustakaan.

***

Resian mulai burn out. Dia merasa tumpukan pekerjaannya terus menggunung. Baginya, bekerja dari rumah seperti neraka. Waktu tidurnya kurang. Dia juga tidak bisa menghubungi Radinya.

"Huh, apa mereka berniat membunuhku?" 

Resian membereskan berkas di mejanya. Dia menatanya sesuai daftar pengumpulan. Kemudian dia membeli sebuah kopi. Baru mau memesan, bel apartemennya berbunyi.

Saat dia membuka pintu. Seorang wanita berdiri di sana. Wanita itu membawa makanan dan kopi.

"Apa aku tidak boleh masuk?" 

Resian memberikan jalan untuknya. Resian mengambil makanan dan kopinya sementara wanita itu melepas sepatu hak dan menaruhnya di rak sepatu.

"Wah, ruangan ini seperti kena perang," ujarnya.

Resian menatapnya. Dia hanya menghela nafas. Lalu dia membereskan kertas yang bertebaran.

"Untungnya kau membeli apartemen studio. Jadi ruangan yang berantakan hanya segini," ujarnya.

"Ada perlu apa kau ke sini?"

"Di mana ucapan terima kasihmu?" ujar wanita itu.

"Terima kasih. Ada apa?" 

"Aku dengar Radinya pindah jurusan,"

Resian menatapnya.

"Ayolah, aku memiliki jaringan ke seluruh bagian universitas. Kau tahu itu," ujar wanita.

"Bukan kau. Ayahmu,"

Wanita itu tertawa. Kemudian dia duduk di kursi. Dia menatap tumpukan pekerjaan Resian.

Wanita itu bernama Atasya. Dia adalah mantan pacar Resian. Namun, dia masih berharap Resian kembali padanya. Atasya selalu merasa Resian memiliki brother complex sehingga hubungan mereka tidak langgeng.

Resian menaruh makanan di meja. Kemudian dia melanjutkan pekerjaannya. Atasya menatap Resian. Dia merasa Resian sangat tampan. Namun, Atasya mengetahui sesuatu yang Resian tidak ketahui terkait Radinya.

"Apa aku harus memberitahunya?" gumam Atasya.

***

Radinya melihat jam di tangannya. Dia merasa suasananya sangat sepi. Kemudian dia meninggalkan perpustakaan.

Langkahnya berhenti di sebuah taman. Ingatan tentang Ansara kembali berterbangan di sana. Saat dia ingin beranjak. Dia melihat seorang mahasiswa berdiri di sana. Mahasiswa itu seperti bingung mencari arah.

"Ada yang bisa aku bantu?," 

"Ah, saya ingin ke asrama putra," ujar mahasiswa itu.

"Oh, kau bisa jalan lurus aja. Asrama putra ada di ujung,"

Mahasiswa itu menatap Radinya.

"Ada apa?"

"Kau mirip dengannya"

"Siapa?" tanya Radinya.

"Gadis itu. Dia juga memberitahuku,"

Kalau dia sudah tahu. Kenapa dia bertanya. Radinya menoleh ke belakangnya. Dia terkejut saat dia melihat beberapa pria bergelombol. Mereka menariknya secara bersamaan.

"Ah, jadi dia kekasih wanita itu,"

Radinya membuka matanya. Gadis itu? Apakah yang mereka maksud Ansara.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status