POV AUTHORSatu tahun kemudian.Matahari baru saja mulai meninggi saat seorang wanita menyibak gorden jendela kamarnya lalu bergerak kembali ke tempat tidur.Dibelainya pipi lelaki yang masih terlelap di atas ranjang lalu berbisik pelan dan mesra di telinganya."Sayang ... bangun ... hari sudah siang. Katanya pagi ini ada meeting dengan klien. Yuk, bangun. Aku siapin pakaian dan sarapan paginya ya, terus berangkat ke kantor," ucap wanita berwajah cantik dan berseri-seri itu di telinga lelaki tampan yang masih asyik bergelung di bawah selimut.Lelaki itu menangkap manja jemari sang wanita lalu menggenggamnya lama saat tangan halus istrinya itu mengusap pelan kepalanya."Hmm ... rasanya nggak pengen ke mana-mana karena aku sudah menemukan tempat ternyaman dalam hidupku .
POV AUTHOR"Kamu serius, Mas?" tanya Mila seolah masih merasa tak percaya pada Purnomo yang tengah mendekapnya erat.Purnomo menganggukkan kepalanya lalu meyakinkan dengan kata-katanya."Iya, Sayang. Mas akan menebusmu meskipun harus membayar mahal pada mamimu. Sekarang bersiaplah, karena sebentar lagi kita akan pergi dari tempat ini," ujar Purnomo sambil meraih pergelangan tangan Mila lalu menghela tubuh wanita itu agar mengikuti langkahnya.Sebelumnya, Purnomo memang sudah memiliki kesepakatan dengan mucikari di mana Mila bekerja dan mereka sama-sama sepakat untuk melepas wanita itu dengan sejumlah uang.Tentu saja sang mami mendapatkan banyak keuntungan dari lelaki yang akan menebus dan membebaskan Mila dari rumah bordilnya itu.Uang yang besarnya hampir lima kali lipat d
POV AUTHOR"Sayang, mas pulang dulu ya. Kamu baik-baik di rumah. Tenang aja, secepatnya mas akan mengurus izin pernikahan kedua denganmu. Doakan saja semoga Mayang setuju dan tidak keberatan. Oke?" ucap Purnomo sembari membelai kepala Mila yang berada dalam dekapannya.Mila mengangguk lalu tersenyum manis."Aku akan .selalu mendoakan kamu, Mas. Bicaralah baik-baik dengan Mbak Mayang, katakan kalau kamu menginginkan anak yang berasal dari benih dan darah daging kamu sendiri, bukan darah daging orang lain yang kalian angkat sebagai anak.Jadi, tidak ada hak bagi dia untuk melarang kamu menikah lagi," sahut Mila pula dengan nada lirih, namun demikian mampu membuat goyah pertahanan di hati Purnomo.Meski dari awal lelaki itu tak begitu setuju dengan permintaan istrinya, Mayang untuk mengadopsi anak, a
POV AUTHOR"May, tanda tangani ini!" ucap Purnomo sambil menyodorkan berkas di tangannya ke hadapan Mayang yang menatapnya dengan pandangan tidak mengerti.Entah benar-benar tidak tahu, atau masih belum bisa menerima, istrinya itu terlihat bingung menimang berkas di tangannya.Berkas yang didapatkan Purnomo dari pengacaranya untuk ditandatangani istrinya itu sebagai syarat mengajukan permohonan poligami ke pengadilan agama."Apa ini, Mas?" tanya Mayang sambil meneliti berkas itu dan membacanya.Setelahnya wanita itu mengelus dada yang terasa perih saat mengetahui jika berkas yang harus ia tandatangani itu ternyata adalah berkas persetujuan dan permohonan dirinya ke pengadilan agama supaya hakim pengadilan agama memberikan izin pada suaminya itu untuk menikah lagi.
POV AUTHOR"Sayang, coba lihat ini. Kamu pasti sudah nggak sabar menunggu ini keluar, bukan?" ujar Purnomo sambil berjalan cepat menyongsong sosok Mila dan menenteng berkas izin poligami di tangannya.Mila mengernyitkan dahinya lalu menyambut uluran kertas dari tangan Purnomo."Apa ini?" tanyanya."Baca saja!" sahut Purnomo sambil tersenyum lebar.Mila pun membaca dengan cepat dan ikut tersenyum lebar saat mengetahui berkas apa gerangan yang disodorkan Purnomo padanya."Ini berkas izin poligami? Syukurlah, akhirnya keluar juga. Kalau gitu, kapan kita akan menikah, Sayang? Aku sudah nggak sabar lagi ingin segera jadi istri kamu?" sahut Mila sambil melingkarkan tangannya di leher Purnomo dan mengecup pipi lelaki itu dengan manja."Secepatnya. Aku akan mengurus segera berkas-berkas pe
POV AUTHORArga menimang-nimang kertas undangan berwarna krem di tangannya dengan kening mengernyit, membaca nama yang tercetak jelas di kertas dalam genggamannya dengan kening berkerut.Mila dan Purnomo.Nama sang mempelai pria tidaklah asing lagi baginya. Dia adalah rekan bisnis yang selama ini menjadi mitra setia perusahaan.Namun, nama sang perempuan? Nama itu masih cukup asing baginya.Apalagi, setahunya Purnomo telah menikah dan memiliki seorang istri meskipun belum dikaruniai keturunan sampai dengan saat ini.Tentu saja mendapat kartu undangan pernikahan itu, benak Arga diliputi rasa kaget dan tak menyangka.Ya, apa karena tak kunjung mendapatkan keturunan, lantas rekan bisnisnya itu memutuskan untuk menikah lagi dan sekarang hendak menggelar pesta pe
POV AUTHOR"Maaf ... dengan Bapak siapa tadi? Boleh kita berkenalan?"Mila berdiri di hadapan Arga sambil mengangsurkan tangannya. Matanya menatap lekat lelaki di depannya dengan pandangan berbinar-binar, membuat Arga menelan ludah karena perasaan bingung dan tidak mengerti.Mila tak juga menarik jemarinya meski Arga hanya diam saja menanggapi uluran tangan yang ia berikan.Arga teringat perkataan Andin soal wanita ini. Wanita ini pernah membuat rumah tangga mantan istrinya itu hancur berantakan lalu mencampakkan mantan suaminya hingga menjadi gembel di jalanan.Ia tak akan mungkin melakukan hal yang sama. Membiarkan rumah tangga yang ia bina bersama Andin mengalami hal yang sama.Ia tak mungkin membiarkan hal itu terjadi lagi dalam hidup seorang Andin, wanita yang sangat ia cintai setelah mendiang
POV AUTHOR"Nggak jadi deh, Mas! Aku di kamar belakang aja. Mbak Mayang biar di kamar depan. Aku nggak papa di kamar belakang ini aja," ujar Mila saat melihat isi kamar depan dan belakang lalu membandingkan keduanya.Setelah melihat kamar belakang yang saat ini telah ditata dengan apik dan mewah oleh Bi Intan, Mila kemudian memutuskan untuk memilih tidur di sana.Melihat sikapnya itu, Mayang hanya tersenyum sinis di dalam hati.Ia tahu wanita seperti apa Mila. Wanita rakus yang tak akan pernah merasa puas menuntut Purnomo untuk menuruti semua keinginannya, termasuk soal tempat tidur.Bagi Mayang, soal kamar memang tak terlalu menjadi masalah. Di mana pun ia akan tidur, ia tak hendak mempersoalkan itu. Ia tak pernah menyembunyikan rahasia apa pun dalam kamar pribadinya, karena semua barang berharga miliknya telah ia simpan di tempat tersem