Setelah Purnomo menutup kembali pintu kamarnya, Mila membuka matanya lalu bangkit dari tempat tidur.
Tadi saat ia mendengar langkah kaki suaminya itu mendekati kamarnya, wanita itu memang buru-buru naik ke atas tempat tidur dan menarik selimut, pura-pura sudah terlelap.Ia berencana membuat suaminya dan Yuni mengira ia sudah tidur. Ia ingin kedua orang itu menganggapnya tak melihat dan lantas berbuat yang tak seharusnya mereka lakukan di belakangnya. Nanti saat dua orang itu tengah terlena, ia akan mengabadikan apa yang mereka lakukan dan menjadikan itu sebagai senjata untuk mengancam mereka. Setelah lewat setengah jam dan aktivitas di dapur yang dilakukan Purnomo dan Yuni sepertinya sudah selesai, Mila pun buru-buru membuka pintu kamarnya dengan gerakan hati-hati.Dengan langkah kaki perlahan, ia kemudian mendekat ke arah kamar tidur Yuni. Semakin mendekat semakin jelas ia bisa mendengar suara-suara khas sepasang manusia yan"Yuni, apa yang kamu lakukan?" tanya Purnomo kaget saat melihat tubuh Mila yang jatuh tersungkur di atas lantai. Lelaki itu spontan memeriksa bagian belakang kepala Mila yang barusan dipukul Yuni dan menemukan bagian belakang kepala istrinya itu ternyata terluka cukup dalam hingga mengeluarkan darah segar yang langsung merembes ke atas lantai."Maaf, Mas aku spontan. Habis Mila menyebalkan! Buat apa sih dia merekam video kita segala? Mau meras? Nggak bisa selagi aku masih hidup!" tukas Yuni tak merasa menyesal telah melukai Mila hingga tak sadarkan diri."Tapi ini gimana? Kepala Mila luka ini. Kita harus segera membawanya ke rumah sakit kalau masih mau menyelamatkan dia," ucap Purnomo panik dan merasa kesal pada Yuni yang terlihat tidak peduli pada kondisi wanita yang barusan ia aniaya itu.Ia tak mau Mila meregang nyawa karena perbuatan mereka bisa-bisa membawa mereka masuk penjara.
Memang jalan yang mereka lalui masih merupakan jalan umum, tapi bukan jalan lintas melainkan jalan menuju desa yang lokasinya terpencil.Purnomo tak menjawab tapi menurut saja dengan menghentikan laju roda empatnya, lalu memarkirkannya di jalan yang agak menjorok ke dalam hutan.Setelah selesai memarkirkan mobilnya, Purnomo gegas membuka pintu belakang mobil lalu menggendong tubuh Mila yang tak bergerak menuju ke dalam hutan, diikuti Yuni yang mengekor dari belakang.Setelah berjalan beberapa saat, Yuni pun kemudian memberi isyarat pada Purnomo untuk berhenti."Mas, gimana kalau di sini saja kita tinggalkan mayat Mila?" ujar Yuni sambil menunjuk sebuah pohon besar yang sisi kanan dan kirinya dipenuhi rerimbunan perdu. Kalau mayat Mila diletakkan di sana, sudah barang tentu tak akan ada orang yang melihatnya."Oke!" Purnomo pun
Wisnu menyahut dengan menganggukkan kepalanya."Apa kemungkinan dia masih bisa diselamatkan ya, dokter?" tanya Septian, asisten Wisnu yang berdiri di sebelah laki-laki itu."Semoga bisa selamat. Berdoa saja," jawab sang dokter lagi.Wisnu dan Septian kembali mengangguk kemudian memandang sosok Mila yang tampak belum juga sadarkan diri. Hanya saja sekarang keadaannya terlihat sudah jauh lebih baik setelah tubuhnya dibersihkan dan pakaiannya sudah diganti oleh perawat.*****Mila membuka matanya perlahan. Seketika dirasanya bagian kepalanya terasa berat dan sakit tak kepalang. Netranya pun begitu susah untuk dibuka.Namun, dipaksanya juga untuk terus membukanya, mengalahkan rasa sakit yang terasa di sekujur tubuhnya, terutama di bagian kepala dan kening yang terluka itu.
POV MILAAku membuka mata saat mendengar pintu ruang perawatan di mana aku terbaring sakit ini dibuka dari luar.Saat pintu itu terbuka, aku menemukan seraut wajah lelaki dewasa seumuran Mas Purnomo masuk ke dalam.Begitu melihatku telah siuman, lelaki itu tersenyum dengan wajah berbinar."Syukurlah, akhirnya kamu sudah sadar kembali, Dik. Oh ya, adik masih ingat namanya siapa? Saya Wisnu. Saya yang kemarin bawa adik ke rumah sakit ini," tutur lelaki itu menjelaskan dengan suara tenang.Aku mengulas senyum manis. Jadi ini dia laki-laki yang sudah menyelamatkan aku dari kematian? Cukup tampan, meski sudah berumur, batinku gembira."Saya Mila, Mas. Makasih ya, sudah nyelamatin saya dari kematian. Jasa Mas begitu besar pada saya. Entah gimana caranya saya bisa membalasnya?" Aku menundukkan kepala.
POV AUTHORPria bertopi lebar dengan jaket hitam dan ransel yang tersandang di punggung itu menghembuskan nafas lega lalu mendongakkan kepalanya ke atas, menantang sinar matahari yang terik saat akhirnya keluar dari pintu gerbang lembaga pemasyarakatan.Tak lama setelah itu, lelaki itu menoleh saat mendengar deru mobil berhenti di depan jalan. Dua orang pria dengan kacamata hitam dan jaket hitam tebal yang sama kemudian turun dari mobil dan mendekatinya."Bos, syukurlah. Akhirnya Bos bebas juga," ucap pria bertubuh besar yang tadi membawa mobil dan memarkir di tepi jalan depan lembaga permasyarakatan itu.Laki-laki yang barusan keluar dari penjara menyeringai tipis lalu menyerahkan ransel di punggungnya pada pria satu lagi."Gimana bisnis kita selama aku di dalam sana, Lex?" ujar pria itu sambil melangkah lebar men
POV AUTHOR"Mas, mau ke mana? Kok sudah rapi lagi? Katanya di kantor lagi nggak ada kesibukan?" tanya Andin saat melihat suaminya tengah merapikan kemeja yang dikenakan. Bersiap pergi."Mau jalan sebentar, Sayang. Ke rumah Om Wisnu. Mau nawarin kerjasama proyek. Ada proyek baru, bikin taman. Siapa tahu Om Wisnu tertarik buat ambil," jawab Arga sambil menoleh pada istrinya dan tersenyum."Oh. Boleh ikut nggak? Pengen ketemu Oma soalnya. Sudah lama nggak ketemu?" tanya Andin lagi.Oma adalah ibu dari Wisnu yang berarti nenek dari Arga. Beliau sudah sangat renta tapi hingga sekarang masih diberi umur panjang meski usianya sudah hampir sembilan puluh tahun, sementara ibu Arga sendiri malah sudah berpulang di usia lima puluhan tahun kemarin. Andin cukup dekat dengan Oma sehingga ingin ikut berkunjung saat Arga hendak ke sana."Memangnya kamu sudah kuat jalan keluar, Sayang? Sean gimana?" 
POV AUTHORUsai dokter mengizinkan Mila keluar dari rumah sakit sebab kondisinya sudah semakin membaik, sesuai perkataannya kemarin, Wisnu pun membawa perempuan itu pulang ke rumahnya.Mila senang luar biasa sebab merasa yakin kalau Wisnu sudah jatuh ke dalam jerat pesonanya. Selangkah lagi ia akan bisa menguasai hidup Wisnu yang seorang lelaki kaya. Meski lelaki itu lebih cocok menjadi ayahnya, tetapi ia bisa jadi batu loncatan kesuksesannya kelak, pikir Mila gembira.Perempuan itu semakin merasa senang saat mobil yang dikemudikan oleh Wisnu memasuki halaman sebuah rumah besar dan mewah berlantai dua lalu menghentikannya tepat di halaman depan."Ini rumah Mas Wisnu?" tanya Mila saat mobil berhenti.Wisnu mengangguk lalu tersenyum. "Iya, Dik. Ayo kita turun. Tapi nggak papa ya, ada keponakan Mas datang sepertinya," ucap lelaki itu saat matanya tertumbuk pada mobil Arga yang terparkir tak jauh dari mobilnya."Nggak papa, Mas. Saya malah
POV AUTHOR"Dik Mila, bener yang dibilang Andin? Kamu pernah merebut suaminya? Iya?" tanya Wisnu pada Mila dengan nada seolah tak percaya jika Mila ternyata mampu melakukan hal seburuk itu."Itu nggak benar, Mas. Itu fitnah!" jawab Mila menyangkal dengan wajah sendu, seolah tak merasa bersalah sedikit pun.Melihat itu, Andin makin geram. "Apa kamu bilang? Fitnah! Dasar perempuan nggak tahu malu, bisa-bisanya kamu nggak mau mengakui kesalahan yang sudah kamu perbuat dulu padaku! Apa maksud kamu? Heh!" teriak Andin lagi penuh emosi."Maaf, Bu Andin. Saya tidak mengerti apa yang ibu bicarakan. Kapan saya merebut suami Bu Andin? Saya saja baru bertemu Pak Arga sekarang. Kenal sama ibu pun baru hari ini. Jadi kapan saya merebut suami ibu? Tolong, Bu. Saya hanya ingin numpang tinggal sementara saja di sini, bukan mau merebut suami orang! Jadi jangan fitnah saya seperti ini," jawab Mila dengan nada tenang, berusaha menguasai diri.