Mag-log in"Aku tidak akan ikut denganmu. Aku bahkan tidak tahu kamu ini manusia atau hantu. Bagaimana mungkin aku akan ikut denganmu?" Nada suaraku sangat dingin, tidak menyembunyikan kebencian dan kemarahanku padanya."Wanita bajingan, sudah cukup! Adikku ini sudah sangat baik padamu. Awalnya Ayah kami memerintahkannya mendekatimu untuk menyelidiki dan mengawasimu. Kali ini Ayah kami langsung memerintahkan untuk membunuhmu. Adikku yang bodoh ini tidak tega, jadi mengambil risiko dihukum untuk memberimu kesempatan hidup!" Pria pendek gemuk yang dipanggil Kak Anton itu sepertinya tidak tahan lagi. Dia langsung menendangku.Anton menatapku dengan mata kecilnya yang seperti manik-manik. "Jangan berpikir hanya kamu yang meninggalkan kehidupanmu kalau pergi ke luar negeri. Adikku juga akan meninggalkan kehidupannya. Kamu seharusnya bersyukur sudah bertemu dengan pria yang romantis seperti dia!""Apakah Tommy adalah ayahmu?" Aku menerima tendangan itu tanpa bersuara. Tiba-tiba aku mengangkat kepala un
Steven masih duduk di kursi pengemudi. Wajahnya penuh kesedihan, seolah mengalami pukulan besar. Seluruh tubuhnya memancarkan aura keputusasaan.Begitu aku menatapnya, dia seperti merasakan sesuatu, lalu mengangkat kepala untuk menatapku juga.Sepasang mata indahnya yang dalam kembali menyala dengan cahaya harapan. "Raisa, apa kamu berubah pikiran? Belum terlambat bagimu untuk mundur sekarang. Aku masih bisa menyelamatkan nyawamu. Kamu bisa bersamaku, hidup dengan baik di dunia ini.""Semua sudah di sampai tahap ini, tapi kamu masih tidak menyerah? Sudahlah, Steven, aku sudah memberimu kesempatan karena dulu kamu pernah menerima hukuman untukku, juga memohon dengan sangat. Kamu tahu sendiri, kalau Ayah sudah memberikan perintah hukuman mati, wanita ini harus mati!" Pria pendek gemuk itu menghentikan langkah Steven.Nada suaranya penuh ejekan, "Jangan membuat keributan lagi. Dia tidak menyukaimu, tidak ada harapan untukmu.""Tidak, Kak Anton, Raisa tidak menolakku. Dia tidak pernah meng
"Raisa, apa kamu benar-benar tidak mau pergi bersamaku?" Steven kembali mencengkeram jari-jariku dengan lebih kencang.Dia tidak lagi membicarakan Weina atau aula emas, tetapi menatapku dengan sepasang mata yang tampak menyedihkan. Nada suaranya mendesak, "Ardi sama sekali tidak mencintaimu. Kalau dia mencintaimu, dulu dia tidak akan bersama Zelda. Kenapa kamu harus bersikeras bersama dengannya? Bukankah kamu ingin bercerai dengannya? Segera ceraikan dia sekarang juga, lalu hiduplah bersama denganku, oke? Kita tinggalkan Nowa, lalu pergi ke Arpian, atau ke Jayana juga boleh. Aku memiliki kemampuan untuk memberimu kehidupan yang stabil dan nyaman ....""Dia mencintaiku." Aku tidak tahan lagi mendengarkannya.Steven lagi-lagi mengatakan hal-hal yang tidak berguna ini.Namun, aku tidak mau mendengarkan lagi, juga tidak bisa menolaknya dengan halus lagi. Nada suaraku tegas dan serius, "Dokter Steven, aku yakin Ardi mencintaiku. Saat itu dia hanya salah paham padaku, Zelda hanyalah kedok. D
Steven hari ini ingin mengajakku menonton konser musik. Lokasi konsernya adalah di gedung teater besar di distrik timur Nowa.Butuh waktu setidaknya satu jam perjalanan dari apartemen tempatku tinggal ke sana. Namun, Steven hanya memerlukan waktu setengah jam.Sekarang mobilnya sudah tidak di jalan lagi.Melainkan berhenti di depan sebuah vila.Vilanya tidak besar, hanya setinggi tiga lantai. Tempat ini terlihat sangat biasa, tetapi jendela dan pintunya tampak gelap gulita, memancarkan aura dingin yang misterius.Jantungku berdetak kencang. Dugaan mengerikan muncul dari hatiku. Aku mendengar suaraku sendiri yang gemetaran, "Dokter Steven, kenapa kamu membawaku ke sini? Bukankah kita akan ke gedung teater?"Tempat yang gelap, lembab, serta sepi seperti ini adalah sumber ketakutanku. Yang lebih penting lagi, ini adalah sebuah vila.Aku tidak lupa bahwa saat usiaku lima tahun, orang tuaku dibawa dan dikurung oleh iblis bernama Tommy di sebuah vila berlantai tiga.Di vila itu, aku melihat
Aku terdiam. Pertanyaan ini sama sekali berbeda dengan yang aku bayangkan, juga tidak ada hubungannya sama sekali dengan pertanyaan sebelumnya.Kenapa Steven tiba-tiba menanyakan hal ini?Namun, aku tetap mengangguk. "Ya, sebelumnya aku tidak pernah berpacaran, juga tidak pernah tinggal bersama dengan siapa pun. Sebelum menikah aku selalu tinggal di rumah."Sebenarnya, satu-satunya pria yang pernah aku cintai dalam separuh hidupku hanyalah Ardi.Sebelum menikah dengan Ardi, aku sudah mencintainya sejak lama."Lalu, selama 17 tahun kamu di tinggal di Keluarga Larasati, apakah Keluarga Larasati memperlakukanmu dengan baik?" Steven tiba-tiba bertanya lagi.Kali ini, aku akhirnya menyadari satu poin penting dalam pertanyaannya.Bagaimana dia tahu aku tinggal di rumah Keluarga Larasati selama 17 tahun?Kenapa dia bertanya apakah Keluarga Larasati memperlakukanku dengan baik?Aku menatapnya dengan terkejut, sementara bibirku bergerak-gerak, tetapi pertanyaan di hatiku tidak bisa aku ucapkan.
Pada saat ini, wajah tampan Steven seolah diselimuti lapisan es. Sepasang mata indahnya tampak dipenuhi dengan kegelapan.Penampilannya ini membuatku terkejut.Wajahnya benar-benar terlihat muram. Sepertinya dia benar-benar marah.Apakah karena tadi Axel mengatakan "Paman ini tidak setampan Paman yang itu"?"Dokter Steven, jangan marah. Kata-kata anak kecil hanya main-main saja. Ardi memberinya permen, makanya dia lebih memihak Ardi. Sebenarnya, orang yang jeli bisa melihat kalau kamu yang paling tampan. Kamu adalah dokter pria paling tampan di seluruh Mogowa." Aku segera menghibur Steven.Aku tidak menyangka bahwa Steven akan semarah ini karena satu kalimat Axel. Aku tidak ingin dia marah, juga tidak ingin Axel dibenci olehnya."Tidak apa-apa, aku tidak peduli dengan itu." Steven segera tersadar. Kegelapan di wajahnya menghilang dengan cepat, digantikan dengan senyuman yang hangat. "Jadi, Paman yang dimaksud anak itu adalah Ardi. Kalau begitu, aku tidak terima. Aku jelas-jelas lebih t







