Ida akhirnya menjadi tenang, ekspresi tidak puas di wajahnya memudar. Dia tersenyum padaku, lalu melepaskan lengan bajuku.Setelah aku meninggalkan bangsal, Steven mengikutiku keluar. "Dokter Raisa.""Ada apa?" Aku berhenti dan berbalik untuk menatapnya.Dokter Galak sudah membawa rekan-rekan lainnya ke bangsal lain. Aku sendirian sekarang, tetapi Steven masih melihat sekeliling. Dia menunggu sampai dua anggota keluarga pasien di sebelah kami lewat, lalu merendahkan suaranya dan berkata dengan nada meminta maaf, "Maaf, Dokter Raisa. Apa aku membuatmu takut tadi malam?""Tadi malam? Apa yang terjadi tadi malam?" Aku tertegun.Kemarin siang, aku, dia dan Rian makan bersama bertiga. Steven sangat perhatian padaku sepanjang makan, kami pun bersenang-senang bersama.Kemudian, dia mengunjungi paman dan bertemu dengan Nyonya Larasati di luar bangsal. Dia memikat Nyonya Larasati dengan kata-katanya yang manis. Meskipun akhirnya aku menemukan alasan untuk mengusirnya, aku sama sekali tidak taku
Aku melihat ke arah suara itu berasal.Seorang gadis berambut pendek sedang berbaring di tempat tidur. Matanya yang besar dan jernih terbuka lebar, dia tersenyum padaku dengan ekspresi ramah dan sopan.Aku terkejut sesaat, lalu menyadari kalau itu Ida.Aku begitu sibuk mengikuti Dokter Galak ke mana-mana dan terus mencatat, sampai aku tidak menyadari kalau kami telah memasuki bangsal Ida.Ini sebenarnya pertemuan pertama kami, jadi aku terkejut Ida mengenaliku dan bahkan berinisiatif untuk menyapaku."Halo, Nona Ida, bagaimana kondisimu hari ini?" Aku segera melangkah maju dan bertanya dengan lembut."Aku rasa semuanya baik-baik saja, selain itu aku juga merasa makin membaik." Senyumannya makin lebar, dua lesung pipit kecil muncul di wajahnya. "Aku dengar dari Kak Steven kalau kamu yang telah melakukan anestesi pada operasiku. Aku selalu ingin berterima kasih, tapi aku selalu tidak punya kesempatan. Hari ini, akhirnya aku bisa bertemu denganmu. Terima kasih, Dokter Raisa. Kamu benar-be
"Buang-buang waktu? Jadi, Dokter Raisa ingin segera bercerai dan mencari pria lain?" Suasana kembali senyap. Senyuman Ardi lenyap sepenuhnya. Rasa tidak puas yang bercampur amarah, perlahan-lahan muncul di tatapan matanya.Ternyata memang benar.Semuanya seperti dugaanku. Ardi memasak untukku, menunjukkan kelembutan dan perhatian yang belum pernah kulihat sebelumnya, semua itu demi mencapai tujuannya.Dia mendengar apa yang dikatakan paman pada Rian kemarin, dia juga sudah mendengar tanggapan Rian. Dia merasa terdesak, khawatir aku akan segera bersama Rian setelah kami bercerai. Dia takut hubungan kami akan menjadi penghalang bagi hubungannya dengan Zelda.Itulah sebabnya dia berusaha keras membujuk Nyonya Larasati, bahkan memanfaatkan Nyonya Larasati untuk menasihatiku agar tidak bercerai dengannya.Sebenarnya wajar saja. Seorang pria yang terbiasa tidak pulang ke rumah, bergegas pulang kemari di tengah malam. Dia sampai menggendongku saat aku tertidur, lalu mencuci pakaian dalamku. D
Sekarang pukul empat pagi, suasana di ruang tamu sangat hening.Aku duduk di tengah kediaman ini, rasa lelah kembali menyelimutiku. Aku meletakkan ponselku dan bersandar di sudut sofa, lalu aku kembali tertidur.Ketika aku terbangun lagi, matahari sudah terbit. Meskipun tirai balkon tertutup, cahaya terang masih dapat menembus dan menerangi ruangan ini.Aku berpikir, 'Oh tidak!' Kupikir aku kesiangan. Tidurku kurang nyenyak akhir-akhir ini. Aku masih mengantuk, tetapi aku merasa gelisah. Sepertinya aku akan terlambat.Namun, saat aku duduk tegak, aku mencium aroma makanan yang menggiurkan.Aroma telur goreng dengan irisan daun bawang.Kemudian, ada sosok yang muncul dari dapur. Ardi berjalan ke arahku sambil membawa piring.Telur goreng dan bubur, hidangan sarapan yang paling umum. Hanya saja, aku melihat hal yang tidak biasa, yaitu Ardi ternyata sedang mengenakan celemek.Celemek itu berwarna merah muda, itu celemek yang selalu kupakai. Aku selalu memakainya saat aku memasak untuknya
"Raisa Larasati."Aku merasa seolah-olah seseorang telah menjentik dahiku, seolah-olah ada peluru tak terlihat telah mengenaiku tepat di antara kedua alisku. Kepalaku seakan terbentur keras, tubuhku seperti membeku dan aku tak mampu bergerak.Seseorang pun membantu menggerakkan tubuhku.Ardi mengulurkan lengannya. Tangannya yang lebar bersandar pada bahuku. Dengan gerakan yang lembut, dia dengan mudah menarikku kembali ke pelukannya.Kepalaku bersandar di lengannya, sedangkan lengannya yang lain melingkari pinggangku dan mendekatkan aku pada dadanya lagi. Dagunya bersandar di bahuku, lalu dia berbisik dengan pelan, "Tidurlah … kamu pasti sangat lelah."Aku memang lelah. Aku tidak bisa tidur nyenyak beberapa hari terakhir ini, tetapi saat ini, aku benar-benar tidak bisa tidur.Aku masih terkejut mendengar kata-kata Ardi barusan, sampai-sampai aku tidak bisa menahan diri dan bertanya-tanya, apakah aku masih sedang bermimpi.Kalau tidak, bagaimana mungkin Ardi bisa berkata seperti itu?Bu
Segalanya terasa begitu tak nyata.Dalam suasana yang remang-remang dan sunyi, Ardi terdengar gelisah dan rapuh. Dia memelukku erat-erat, seolah takut kehilanganku.Benar-benar terasa tak nyata.Namun, kehangatan tubuhnya yang terpancar melalui pakaiannya yang tipis, serta suara detak jantungnya yang terasa di punggungku membuktikan kalau semua ini nyata.Ardi berada tepat di belakangku dan dia memelukku erat-erat.Akan tetapi, kenapa dia memohonku untuk tidak pergi dengan suara yang begitu rapuh dan tak berdaya?Ardi tidak seperti ini, dia tidak akan pernah seperti ini. Di depan orang lain, dia bagaikan pisau belati yang tajam, yang sulit didekati oleh orang-orang. Di belakang, dia hanya akan bersikap lembut dan toleran pada Zelda, sang kekasih hatinya.Kalau Ardi memohon pada seseorang untuk tidak meninggalkannya, orang itu sudah pasti Zelda.Itu pasti bukan aku.Dia memperlakukanku seperti Zelda lagi sekarang. Dia memelukku, tetapi hatinya sedang memikirkan Zelda. Sebutan sayang itu