“Berhenti menangis, Nayra! Tolong!” ucapnya masih dengan nada pelan.Diminta jangan menangis, malah membuat tangis itu gadis makin kencang.“Aku gak suka Abang berencana mengalihkan jodoh aku! Aku mau Bang Al! Yang aku tahu, tunanganku itu Bang Al, bukan Bang Andre!” ungkapnya di antara isak sesegukannya.“Aku mohon berhenti menangis, Nayra!” Suara Alva mulai meninggi. Tetapi gadis itu tak peduli. Sedu sedannya makin menjadi.“Lagian kata Om Zul tadi, Om Zul sebenarnya sangat menyanyangi Bang Alva. Tapi, Om tidak bisa berkata lemah lembut seperti yang lain. Karena Om Zul tidak mau Bang Alva menjadi laki-laki cengeng!”“Ok, tapi nangisnya berhenti, Nay! Lihat, orang-orang mulai memperhatikan kita! Jangan sampai mereka curiga aku nyakitin kamu!” Suara Alva makin meninggi lagi beberapa oktaf. Sepertinya sudah hampir sampai di ambang batas kesabaran. Wajah kakunya berubah merah padam.“Dan kata Kakek dan Om Zul, perusahaan akan tetap di serahkan ke Abang! Abang akan diangkat menja
Sudahlah, yang penting Elma aman, anak-anak juga aman. Tetapi, kenapa mesti ke kos-an Titian lagi? Kenapa Alva mesti merepotkan gadis itu lagi. Padahal Alva tak ingin berhutang budi pada gadis itu lagi. Tapi, bukankah mulai besok Titian akan bekerja di toko induk milik Elma? Artinya, Alva tak perlu merasa berhutang budi, benar, kan?Alva merasa bebannya berkurang. Masalah besar ini sudah terselesaikan. Sekarang dia harus ke rumah sakit. Bukankah dia sudah berjanji akan segera menemui Elma setelah menjenguk ibunya? Bu Elma aku datang. Segera pria itu memacu motornya menuju rumah sakit Matern******“Eh, Bang Arfan mau ke mana?” sapa Alva saat berpapasan dengan Arfan di koridor lantai satu. Arfan terlihat sangat buru-buru.“Kebetulan kau datang, Al! Tolong jagakan Elma malam ini! Aku ditelpon oleh orang tua Rosa. Sepertinya mereka belum terima karena Rosa kupulangkan ke rumah Bapak Udanya. Aku buru-buru ini, titip Elma malam ini, ya!”“Baik, Bang! Tapi, Abang hati-hati nyetirnya! Ya
“Ya, entah apa maksud si Alva berengsek itu. Sepertinya dia ingin menghancurkan kita semua, Sayang! Sekarang Bang Arfan yang menalak Kak Rosa. Aku khawatir, kamu juga akan minta cerai dariku, Sayang, bila kamu melihat video itu.”Elma membisu. Alva mengepalkan kedua tangan menahan geram. Binsar rupanya mencuri start. Sebelum yang lain membongkar tentang video mesum itu, dia duluan yang mempengaruhi pikiran Elma agar tak percaya.“Abang mohon padamu, El. Tolong jangan mau melihat video editan itu! Dan kalau si Alva ANJ*NG itu menunjukkan padamu, jangan kamu percaya! Itu asli editan dia. Video orang lain, dia edit wajahnya sehingga mirip Kak Rosa dan aku, Sayang!”Elma menelan ludah dengan susah payah. Wanita itu kini paham, apa sebenarnya yang menjadi penyebab kakaknya menalak sang kakak ipar. Saat Elma menanyakan, Arfan tak mau berterus terang. Nanti saja kalau kamu sudah keluar dari rumah sakit aku ceritakan, begitu alasan sang kakak.Kini Elma sudah tahu. Ternyata karena suaminya
“Apa maksud kamu, Elma! Kau menelpon pengacara?” teriak Binsar melotot tajam.Elma bergeming. Menarik selimut dan menutup tubuhnya hingga batas kepala. Memejamkan mata menikmati luka yang kian menganga.“Elma! Kau tetap berkeras mau gugat cerai aku? Kau tidak malu jadi janda, abangmu juga duda! Dalam watu bersamaan kau dan abangmu jadi janda dan duda!” ejek Binsar menarik kasar selimut yang menutup tubuh Elma dan mencampakkannya ke lantai.“Ok, aku sudah berusaha membujuk dan merayumu sejak tadi! Ternyata kau tidak peduli sedikitpun! Yang kau pikirnya aku cinta kali sama kau, hah? Kau itu perempuan paling jelek yang pernah kukenal Elma! Aku mau nikahi kau dulu itu karena bujukan bibikmu si Rudang itu! Mamaku kasihan ngeliat kau jadi perawan tua! Udah dua puluh lima tahun tidak kawin-kawin! Tapi kek gini balasanmu padaku? Hah? Kau pikir kalau kau jadi janda, apa ada laki-laki yang suka sama kau? Sadar kau Elma! Kau itu perempuan terjelek di dunia! Apa yang kau andalkan, tokomu itu
‘Tenang Alva! Tenang! Astaga, perasaan apakah ini namanya? Kenapa saat berdekatan seperti ini aku bagai kesetrum saja. Aku kehilangan tenaga. Aku lemas.’Batin Alva bergejolak.“Maaf, Pak Alva! Tubuh saya bau obat, ya? Sudah dua hari tidak mandi, cuma dielap air hangat saja!” tutur Elma merasa tak enak.“Bu-bukan! Bukan karena Ibu bau obat! Sama sekali bukan!” sergah Alva gugup.“Lantas kenapa? Ya, sudah, panggil suster saja kalau begitu, tidak usah dipaksakan!”“Jangan! Baik, ayo, pelan-pelan, ya!” Alva kembali mencoba memeluk Elma di punggung, lalu membantu wanita itu menggeser tubuhnya agar bisa bersandar.“Ok, begini saja! Bagaimana perut Ibu? Sakit?” tanya Alva khawatir/“Tidak, begini saja.”“Ya. Kalau sakit bilang!”Alva lalu menuju tiang infus, menurunkan botol lalu mendekatkannya ke arah Elma. “Ayo, ganti bajunya pelan-pelan!” titahnya membelakangi wanita itu.Pelan-pelan Elma melepas sebelah lagi tangan blues yang dikenakannya. Menutup tubuh polosnya dengan selimut.“Pak
“Cih! Kau pikir aku akan ngemis sama kau buat balikan, iya! Asal kau tahu, aku jijik sama kau! Anak dua-duanya untukmu! Ambil! Pelihara samapi besar! Setelah mereka besar, menghasilkan uang, pasti mereka balik ke aku! Mereka pasti akan mencari mamanya! Paham kau!” Puah!”Arfan memejamkan mata. Merasakan sakit yang kuar biasa sambil menikmati bau ludah Rosa. Sikasaan dilanjutkan oleh Rizal. Terjangan beberapa kali mendarat di dada dan pinggang pria itu. Tak ada yang melerai, semua hanya menonton seolah itu adalah pertunjukan untuk hiburan.Arfan yang semula menjaga adab dan kesopanan. Kalimbubu tak boleh dilawan. Kini mulai hilang kesabaran. Pria itu mulai mebalas pukulan Rizal. Keduanya saling serang. Seisi rumah langsung turun tangan. Ramai-ramai mengeroyok Arfan. Rosa bahkan ibunya yang ikut memukulinya.Tak lagi pikir panjang. Untuk menjaga keselamatan, Arfan meraih apa saja yang terjangaku tangan. Menjadikannya sebagai tameng juga senjata untuk pertahanan.Tiba-tiba Rosa menj
“Tolong matikan, Pak!” perintah Pak RT tak sanggup lanjut menyaksikan adegan tak pantas itu.“Huuuuuuu!” teriak warga bersamaan. Berbagai kalimat keluar dari mulut mereka. Beberapa orang malah langsung meminta maaf kepada Yogi dan Arfan. Lalu semua membubarkan diri setelah melontarkan caci maki kepada keluarga besar Rosa.Pak RT terlihat tengah menenangkan Rizal, dibantu oleh Bapak Tuanya.“Rupanya kau yang anj*ng! Perempuan sund*l! Lont*!” teriaknya kepada Rosa. “Tak menyesal aku telah salah menggores wajahmu itu! Kalau bsia aku ingin mencincang tubuhmu yang kotor itu, Rosa! Lepaskan aku! Biar kubun*h saja pelac*r murahan itu! Lepaskan aku!”Pria itu menjerit-jerit bagai kesetanan. Lalu tuhunya luruh ke lantai karena lemas dibakar murka.Rosa bersembunyi di dalam pelukan ibunya. kini ketakutan yang menguasai hatinya, sejenak dia lupa akan perih karena luka gores parah di wajahnya.“Maafkan sikap warga kami, Pak! Untung Bapak segera menjelaskan, kalau tidak tindak anarkis tak ak
“Bukan untuk saya tonton. Tapi untuk barang bukti, dasar saya menggugat cerai suami saya.”“Oh, Ibu akan segera bercerai?”“Ya.”“Syukurlah!”“Bapak senang saya bercerai?”Saya akan mendukung apapun yang terbaik buat Ibu.”“Terima kasih, Pak!”“Ya, Bu! Tapi, Ibu tak perlu menunggu Bang Arfan. Saya akan kirim video itu ke nomor Ibu.”“Bapak masih menyimpannya?” Bola mata Elma menukik tajam di manik mata Alva. “Buat apa Bapak simpan video itu? Pria single tak baik menonton adegan menjijikkan seperti itu! Kalau Bapak terangs*ng bagaimana? Istri belum punya? Gimana, coba?” Elma terlihat kecewa.“Bu Elma, saya hanya merekam, lalu menyimpan. Sama sekali tidak saya tonton. Sengaja belum saya hapus, untuk jaga-jaga, siapa tahu kelak dibutuhkan. Kalau di ponsel Bang Arfan terhapus, kita akan kehilangan barang bukti itu, iya, kan?”“Janji, Bapak tidak akan menontonnya?” tuntut Elma.“Janji! Sumpah bila perlu. Lagi pula aku juga jijik melihat video itu. Apa yang menarik di situ coba? Mau li