Share

Bab 9

"Masuk mbak." Daniel membukakan pintu mobil. 

"Saya duduk di belakang saja ya Mas," ucapku tak enak hati. 

Bukan niat tak sopan, aku hanya takut menimbulkan fitnah. Terlebih statusku sekarang adalah seorang istri, meski tak diakui Mas Adam. 

"Lho, kenapa mbak? Saya bukan sopir lho." Daniel menatapku, seakan keberatan jika aku duduk di belakang. 

"Takut jadi fitnah Mas, Mas Daniel kan bukan mahram saya. Kalau Mas Daniel tidak mau, saya bisa naik tadi online kok Mas." Kutundukkan kepala. Sungguh aku benar-benar tak enak hati. 

"Oke, baiklah." Daniel membuka pintu bagian belakang. 

"Terima kasih Mas."

"Kembali kasih." Sulas senyum tergambar di wajahnya. 

Sepanjang perjalanan Daniel terus saja bercerita. Dari status lajangnya sampai kesibukannya sehari-hari. Daniel, tipe orang yang mudah bergaul dengan siapapun. Termasuk orang yang baru dia kenal, seperti diriku ini. 

"Mbak Aisyah benar sepupunya Adam?" tanyanya sambil terus menyetir. 

"Em, i-iya Mas." jawabku tergagap. 

Ya Allah maafkan hambamu ini yang harus berbohong. 

Aku tahu satu kebohongan akan menimbulkan kebohongan yang lainnya. Tapi aku bisa apa? Kalau aku jujur, Mas Adam pasti akan marah besar. 

"Kamu sudah punya pacar?"

Uhuk... Uhuk... 

Aku tersedak ludahku sendiri, harus bagaimana ini Ya Robb. Aku memang tak punya  pacar.Bahkan pacaran pun aku tak pernah.Tapi kini sudah memiliki seorang suami. 

"Kamu kenapa mbak?" Daniel menepikan mobil dan memberiku sebotol air mineral padaku. 

"Terima kasih Mas." Kuminum air dalam botol sampai menyisakan setengahnya. 

"Haus banget ya mbak? he he he..." ledek nya. 

Aku hanya tersenyum, jujur aku masih bingung mau menjawab apa. Karena memang statusku sekarang istri orang. Kalau aku bilang sudah memiliki suami. Pasti Daniel bertanya di mana suamiku, sampai aku harus tinggal di rumah Mas Adam. Itu yang aku takutkan, kalau aku menjawab suamiku adalah Mas Adam. Mas Adam pasti akan mengamuk. 

Mobil melaju membelah padatnya jalanan kota. Hening, suasana canggung mendera kami. Untung saja Daniel tak bertanya lagi tentang statusku.Aku tak ingin berbohong lagi  tapi aku juga belum berani menjawabnya. 

Sepuluh menit dalam suasana canggung membuat perjalanan terasa sangat lama. Mobil Daniel berhenti di butik ternama di kota ini. Butik muslimah yang baru buka dua tahun yang lalu. Aku tahu butik ini,karena aku sering lewat di jalan ini sewaktu kuliah dulu. 

"Ayo turun mbak." Daniel keluar dari mobil. 

"Iya Mas..." Kuikuti langkah kaki Daniel yang berjalan memasuki butik tersebut. 

"Butik ini di buka dua tahun yang lalu oleh kakak saya mbak. Tepatnya setelah dia berhijrah mbak," terang Daniel. 

Aku memang sempat mendengar desas-desus kalau pemilik butik muslimah ini dahulunya seorang nasrani dan berpindah keyakinan menjadi muslim. 

"Iya Mas, saya juga pernah mendengar Mas saat saya masih kuliah dulu. Kebetulan kan saya sering lewat sini. Eh, ternyata pemilik butik ini kakaknya Mas Daniel."

"Ternyata sudah tahu sebelumnya ya mbak. he he." Lagi-lagi Daniel menggaruk kepalanya. 

Kami berjalan ke lantai dua, sepanjang kaki melangkah semua mata tertuju pada kami. Ada yang memandang dengan sinis, ada yang penuh penasaran,ada pula yang acuh tak acuh. Apa memang seperti ini tatapan orang-orang dengan calon karyawan baru? Membuatku tak nyaman saja. 

Kami telah sampai di depan ruangan. Sepertinya ini ruangan pemilik butik ini. Tanpa mengetuk pintu Daniel masuk begitu saja ke dalam. Aku hanya mematung di tempat, rasanya enggan masuk karena aku belum dipersilahkan masuk ke dalam. 

"Mbak Aisyah, ayo masuk." Daniel menoleku yang masih diam terpaku. 

"Iya Mas." Kulangkahkan kaki perlahan memasuki ruangan. 

Seorang wanita berhijab syar'i menatapku penuh tanda tanya.Mungkin ini kakaknya Daniel, dari wajahnya pun ada kemiripan dari mata dan hidungnya. Anggun dan cantik, itu kesan pertama untuknya. 

"Kebiasaan kamu ini, masuk ruangan orang tanpa mengetuk pintu." ucap wanita itu. 

"Gak papa dong mbak," jawab Daniel sambil duduk di sofa tak jauh dari meja. Kini tinggal aku yang berdiri. Keterlaluan memang si Daniel ini. 

"Silahkan duduk Aisyah." ucap wanita itu sambil tersenyum padaku. 

Dari mana dia tahu namaku Aisyah. Ah, mungkin Daniel sudah menceritakannya. Dia kan yang membawaku kemari. 

"Iya Bu" Kujatuhkan bobot ini tepat di kursi depannya. 

"Perkenalkan nama saya Bella, kakaknya Daniel." Ucapannya sambil mengulurkan tangan. 

"Aisyah..." Kami pun berjabat tangan. 

"Kemarin Daniel sudah cerita kok. Boleh minta berkas lamarannya."

"Baik Bu." Kuberikan berkas lamaran di atas meja. Segera Bu Bella membaca seksama berkas yang ku serahkan. 

"Masih single ternyata," ucapnya saat membaca fotokopi KTP ku. 

Kutelan saliva yang terasa mengganjal di tenggorokan. Bagaimana ini Ya Allah. Semua orang pasti mengira kalau aku belum menikah. Karena aku memang belum menikah secara negara. Jadi di KTP pun masih tertulis belum kawin. Akta nikahpun aku tak punya. Ya beginilah akibatnya kalau menikah siri. Pihak wanitalah yang sangat di rugikan. 

Abi dan Umi memang pernah bilang akan menikahkan ulang aku dan Mas Adam secara negara. Tapi aku belum tahu kapan, karena kedua orang tua Mas Adam menginginkan pesta meriah untuk pernikahan kami. Tanggal pernikahannya pun akan di atur Abi dan Umi. Dulu aku hanya mengiyakan saja, karena ku pikir Mas Adam perlahan akan mencintaiku. Tapi kalau seperti ini, mana mungkin Mas Adam mau menikahiku secara negara.Sampai detik ini pun pernikahan kami masih di rahasiakan dari teman-teman Mas Adam. 

Aku harus bagaimana Ya Allah.? 

Aku tak mau semua orang menganggap diriku belum menikah.Padahal kenyataannya aku telah memiliki suami. 

Aku tak ingin berdosa Ya Robb. 

"Oke, Aisyah, kamu saya terima bekerja disini sebagai asisten saya. Selamat bergabung di butik kami" ucap Bu Bella mantap. 

"Terima kasih Bu, tapi..." Mulut ini menjadi kelu tak mampu melanjutkan ucapanku. 

"Tapi apa Aisyah? Ada yang ingin kamu katakan?" Bu Bella menatapku penuh tanda tanya. 

Ku atur nafasku, Bu Bella dan Daniel menatapku, seakan menunggu setiap kata yang akan kuucapkan. 

Ya Allah, apa aku harus jujur sekarang juga? 

Bagaimana kalau Mas Adam marah? 

Aku harus bilang apa? 

Kira-kira Aisyah akan berkata jujur atau tidak ya?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
baca novel ini ada sedih nya ada kesel nya klo bc tentang Adam ..tapi klo bc soal Danil ada ronantis nya ..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status