Share

Bab 9

last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-08 15:39:30

"Masuk mbak." Daniel membukakan pintu mobil. 

"Saya duduk di belakang saja ya Mas," ucapku tak enak hati. 

Bukan niat tak sopan, aku hanya takut menimbulkan fitnah. Terlebih statusku sekarang adalah seorang istri, meski tak diakui Mas Adam. 

"Lho, kenapa mbak? Saya bukan sopir lho." Daniel menatapku, seakan keberatan jika aku duduk di belakang. 

"Takut jadi fitnah Mas, Mas Daniel kan bukan mahram saya. Kalau Mas Daniel tidak mau, saya bisa naik tadi online kok Mas." Kutundukkan kepala. Sungguh aku benar-benar tak enak hati. 

"Oke, baiklah." Daniel membuka pintu bagian belakang. 

"Terima kasih Mas."

"Kembali kasih." Sulas senyum tergambar di wajahnya. 

Sepanjang perjalanan Daniel terus saja bercerita. Dari status lajangnya sampai kesibukannya sehari-hari. Daniel, tipe orang yang mudah bergaul dengan siapapun. Termasuk orang yang baru dia kenal, seperti diriku ini. 

"Mbak Aisyah benar sepupunya Adam?" tanyanya sambil terus menyetir. 

"Em, i-iya Mas." jawabku tergagap. 

Ya Allah maafkan hambamu ini yang harus berbohong. 

Aku tahu satu kebohongan akan menimbulkan kebohongan yang lainnya. Tapi aku bisa apa? Kalau aku jujur, Mas Adam pasti akan marah besar. 

"Kamu sudah punya pacar?"

Uhuk... Uhuk... 

Aku tersedak ludahku sendiri, harus bagaimana ini Ya Robb. Aku memang tak punya  pacar.Bahkan pacaran pun aku tak pernah.Tapi kini sudah memiliki seorang suami. 

"Kamu kenapa mbak?" Daniel menepikan mobil dan memberiku sebotol air mineral padaku. 

"Terima kasih Mas." Kuminum air dalam botol sampai menyisakan setengahnya. 

"Haus banget ya mbak? he he he..." ledek nya. 

Aku hanya tersenyum, jujur aku masih bingung mau menjawab apa. Karena memang statusku sekarang istri orang. Kalau aku bilang sudah memiliki suami. Pasti Daniel bertanya di mana suamiku, sampai aku harus tinggal di rumah Mas Adam. Itu yang aku takutkan, kalau aku menjawab suamiku adalah Mas Adam. Mas Adam pasti akan mengamuk. 

Mobil melaju membelah padatnya jalanan kota. Hening, suasana canggung mendera kami. Untung saja Daniel tak bertanya lagi tentang statusku.Aku tak ingin berbohong lagi  tapi aku juga belum berani menjawabnya. 

Sepuluh menit dalam suasana canggung membuat perjalanan terasa sangat lama. Mobil Daniel berhenti di butik ternama di kota ini. Butik muslimah yang baru buka dua tahun yang lalu. Aku tahu butik ini,karena aku sering lewat di jalan ini sewaktu kuliah dulu. 

"Ayo turun mbak." Daniel keluar dari mobil. 

"Iya Mas..." Kuikuti langkah kaki Daniel yang berjalan memasuki butik tersebut. 

"Butik ini di buka dua tahun yang lalu oleh kakak saya mbak. Tepatnya setelah dia berhijrah mbak," terang Daniel. 

Aku memang sempat mendengar desas-desus kalau pemilik butik muslimah ini dahulunya seorang nasrani dan berpindah keyakinan menjadi muslim. 

"Iya Mas, saya juga pernah mendengar Mas saat saya masih kuliah dulu. Kebetulan kan saya sering lewat sini. Eh, ternyata pemilik butik ini kakaknya Mas Daniel."

"Ternyata sudah tahu sebelumnya ya mbak. he he." Lagi-lagi Daniel menggaruk kepalanya. 

Kami berjalan ke lantai dua, sepanjang kaki melangkah semua mata tertuju pada kami. Ada yang memandang dengan sinis, ada yang penuh penasaran,ada pula yang acuh tak acuh. Apa memang seperti ini tatapan orang-orang dengan calon karyawan baru? Membuatku tak nyaman saja. 

Kami telah sampai di depan ruangan. Sepertinya ini ruangan pemilik butik ini. Tanpa mengetuk pintu Daniel masuk begitu saja ke dalam. Aku hanya mematung di tempat, rasanya enggan masuk karena aku belum dipersilahkan masuk ke dalam. 

"Mbak Aisyah, ayo masuk." Daniel menoleku yang masih diam terpaku. 

"Iya Mas." Kulangkahkan kaki perlahan memasuki ruangan. 

Seorang wanita berhijab syar'i menatapku penuh tanda tanya.Mungkin ini kakaknya Daniel, dari wajahnya pun ada kemiripan dari mata dan hidungnya. Anggun dan cantik, itu kesan pertama untuknya. 

"Kebiasaan kamu ini, masuk ruangan orang tanpa mengetuk pintu." ucap wanita itu. 

"Gak papa dong mbak," jawab Daniel sambil duduk di sofa tak jauh dari meja. Kini tinggal aku yang berdiri. Keterlaluan memang si Daniel ini. 

"Silahkan duduk Aisyah." ucap wanita itu sambil tersenyum padaku. 

Dari mana dia tahu namaku Aisyah. Ah, mungkin Daniel sudah menceritakannya. Dia kan yang membawaku kemari. 

"Iya Bu" Kujatuhkan bobot ini tepat di kursi depannya. 

"Perkenalkan nama saya Bella, kakaknya Daniel." Ucapannya sambil mengulurkan tangan. 

"Aisyah..." Kami pun berjabat tangan. 

"Kemarin Daniel sudah cerita kok. Boleh minta berkas lamarannya."

"Baik Bu." Kuberikan berkas lamaran di atas meja. Segera Bu Bella membaca seksama berkas yang ku serahkan. 

"Masih single ternyata," ucapnya saat membaca fotokopi KTP ku. 

Kutelan saliva yang terasa mengganjal di tenggorokan. Bagaimana ini Ya Allah. Semua orang pasti mengira kalau aku belum menikah. Karena aku memang belum menikah secara negara. Jadi di KTP pun masih tertulis belum kawin. Akta nikahpun aku tak punya. Ya beginilah akibatnya kalau menikah siri. Pihak wanitalah yang sangat di rugikan. 

Abi dan Umi memang pernah bilang akan menikahkan ulang aku dan Mas Adam secara negara. Tapi aku belum tahu kapan, karena kedua orang tua Mas Adam menginginkan pesta meriah untuk pernikahan kami. Tanggal pernikahannya pun akan di atur Abi dan Umi. Dulu aku hanya mengiyakan saja, karena ku pikir Mas Adam perlahan akan mencintaiku. Tapi kalau seperti ini, mana mungkin Mas Adam mau menikahiku secara negara.Sampai detik ini pun pernikahan kami masih di rahasiakan dari teman-teman Mas Adam. 

Aku harus bagaimana Ya Allah.? 

Aku tak mau semua orang menganggap diriku belum menikah.Padahal kenyataannya aku telah memiliki suami. 

Aku tak ingin berdosa Ya Robb. 

"Oke, Aisyah, kamu saya terima bekerja disini sebagai asisten saya. Selamat bergabung di butik kami" ucap Bu Bella mantap. 

"Terima kasih Bu, tapi..." Mulut ini menjadi kelu tak mampu melanjutkan ucapanku. 

"Tapi apa Aisyah? Ada yang ingin kamu katakan?" Bu Bella menatapku penuh tanda tanya. 

Ku atur nafasku, Bu Bella dan Daniel menatapku, seakan menunggu setiap kata yang akan kuucapkan. 

Ya Allah, apa aku harus jujur sekarang juga? 

Bagaimana kalau Mas Adam marah? 

Aku harus bilang apa? 

Kira-kira Aisyah akan berkata jujur atau tidak ya?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
baca novel ini ada sedih nya ada kesel nya klo bc tentang Adam ..tapi klo bc soal Danil ada ronantis nya ..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Aku Mundur, Mas!    Akhir Sebuah Cerita

    Tok ... Tok ... Tok.... Kuketuk pintu rumah Jesica dengan hati berdebar tak menentu. Semoga saja niat baikku disambut baik oleh Jesica dan keluarganya."Assalamu'alaikum...." ucapku."Waalaikumsalam" jawaban dari dalam rumah. Suara yang dulu sangat kurindu. Dialah wanita yang mati-matian ku perjuangkan meski akhirnya kulukai hatinya perlahan.Pintu di buka dari dalam, Jesica terlihat terkejut saat melihat diriku berdiri tepat di depan pintu. Menatapnya dengan rasa rindu.Rindu ingin memeluknya, meski kutahu dia tak akan mau ku sentuh. Mungkin dia jijik dengan diriku. Lelaki yang tega melukai hatinya. Menggoreskan luka di sanubarinya.Dengan penuh amarah dia berusaha menutup pintu. Namun terganjal kakiku. Sakit saat kaki beradu dengan pintu. Tapi akhirnya tahu tak sesakit hati Jesica."Jesica, tolong buka pintunya. Beri aku kesempatan untuk menjelaskan dan meminta maaf padamu." ucapku mengiba."Untuk apa kamu kemari?" tanyanya ketus sambil perlahan membuka pintu.Alhamdulillah, akhirn

  • Aku Mundur, Mas!    Sadar

    Pov AdamTiga puluh menit menatap gedung yang penuh kenangan. Perusahaan yang susah payah ku bangun kini hilang begitu saja. Kenapa hidupku menderita seperti ini?Mengambil ponsel dari saku celana. Memesan taxi dari aplikasi online. Tujuanku saat ini adalah rumah masa kecilku dulu. Semoga Abi mengizinkanku tinggal di sana. Bukankah aku anak kandungnya, pasti beliau akan menerimaku meski aku telah mengecewakannya.Sebuah mobil berhenti tepat di hadapanku.Mobil dengan warna putih dan plat yang sama seperti di aplikasi."Dengan Pak Adam?" tanya driver itu."Iya Pak, sesuai aplikasi ya!" ku masukkan koper ke dalam mobil dan menjatuhkan bobot di atas kursi belakang kemudi."Baik Pak."Kendaraan roda empat yang ku tumpangi melaju dengan kecepatan sedang membelah padatnya kemacetan ibu kota. Mobil berwarna putih ini berhenti saat lampu merah menyala. Pandanganku tertuju pada segerombolan pengamen dan pengemis di trotoar jalan.Ya Allah, apa nasibku akan sama seperti mereka?Tak punya tempat t

  • Aku Mundur, Mas!    Kehancuran

    Pov Adam"Maaf Dam, Abi sudah tak memiliki apapun. Semua harta benda bukan lagi milik Abi."Ucapan Abi bagai halilintar di siang bolong. Bagaimana mungkin harta benda Abi hilang begitu saja? Atau ini hanya akal-akalan Abi saja?Astaga, aku harus bagaimana?Kupijit pelipis yang terasa berdenyut.Menyambar kunci mobil di atas meja. Berjalan sedikit berlari menuju mobil yang terparkir. Aku harus ke rumah Abi, memastikan apa yang barusan kudengar hanya omong kosong belaka. Abi pasti hanya bercanda padaku.Melajukan kendaraan roda empatku dengan kecepatan tinggi. Kuterjang semua yang ada di hadapanku.Tak perduli klakson kendaraan lain berbunyi seperti tengah memprotesku.Yang aku ingin segera sampai di rumah Abi.Keluar dari mobil disambut terik mentari yang menusuk kulit. Melangkahkan kaki masuk kedalam rumah yang tak dikunci. Sepi, sunyi tak ada lagi kehangatan yang selalu kurasakan saat berada di rumahku. Yang terasa hanya kenangan pahit saat kehilangan wanita yang sangat ku cintai, Umi.

  • Aku Mundur, Mas!    Pov Adam

    Aku duduk di teras rumah seorang diri, tak ada lagi istri apalagi anak. Hidupku kini terasa begitu sunyi.Kemana hilangnya kebahagiaan yang dulu kurasakan?Baru kemarin kurasakan hidupku begitu sempurna. Dan kini berbalik seratus delapan puluh derajat. Kesepian dan sengsara.Apa ini benar sebuah karma? atau hanya cobaan dari Sang Pencipta.Ku pijat pelipis yang terasa berdenyut. Memikirkan nasib perusahaan dan pernikahan yang sedang diujung tanduk.Para investor mulai mencabut kucuran dananya hanya karena sebuah video. Padahal sudah pernah ku jelaskan. Namun nyatanya semua sia-sia belaka.Mereka pikir aku adalah lelaki yang tak bertanggung jawab karena menelantarkan anak dan istri. Bahkan tega meninggalkan Jesica yang tengah sakit. Mereka tak pernah melihat dari sudut pandang ku. Andai mereka jadi sepertiku, mungkin akan bertindak sama seperti yang kulakukan."Ini tehnya Pak." Bibi meletakkan secangkir teh di atas meja."Terima kasih,Bi," Kuseruput teh hangat. Sedikit memberi ketenanga

  • Aku Mundur, Mas!    Maaf

    Aku duduk di ruang tunggu bersama Daniel. Menunggu seorang suster memanggil namaku. Sudah dua puluh menit kami menunggu. Hingga membuatku merasa bosan. "Nyonya Tiara Aisyah Kurniawan." panggil seorang suster. Berjalan memasuki ruang periksa dokter dengan tangan digandeng Daniel. "Selamat siang Dok...." sapaku kepada dokter Asih, dokter yang menangani ku saat hamil si kembar dulu. "Selamat siang, Bu Aisyah apa kabar?Bagaimana keadaan si kembar?" tanyanya basa-basi. Mungkin dia masih ingat kalau aku pasiennya dulu. "Alhamdulillah sehat dok.""Nah, gitu dong Pak. Kalau istrinya periksa kandungan di temani. Jangan seperti dulu. Kasihan istrinya." ucap dokter Asih membuatku dan Daniel saling pandang. Mungkin wanita di hadapanku ini mengira jika dulu ayah si kembar adalah Daniel. Daniel hanya mengangguk. Menjelaskan secara rinci juga tak mungkin. "Saya belum tahu istri saya hamil atau tidak dok. Tapi sudah telat satu minggu." ucap Daniel. "Baik Pak, biar saya periksa terlebih dahul

  • Aku Mundur, Mas!    Hamil?

    Aku duduk di teras sambil menyuapi Mukhlas dan Mukhlis. Ya, sekarang mereka sudah bisa makan bubur saring karena usia mereka sudah delapan bulan. Kedua buah hatiku dengan lahap memakan bubur saring dengan hati ayam dan brokoli. Mereka menyukai bubur buatan sendiri dibandingkan bubur kemasan. Ini membuat PR untukku agar lebih kreatif dalam membuat makanan agar mereka tak bosan. "Suapan terakhir sayang," ucapku pada Mukhlas.Mukhlas menutup mulut rapat-rapat sama seperti Mukhlis. Mungkin keduanya sudah kenyang. Karena hanya satu sendok yang tersisa. Suara mobil berhenti di depan rumah. Lelaki yang kini menemani hari-hariku keluar dari mobil dengan wajah sumringah. "Mbak Sari, tolong bersihkan bekas makan yang menempel di pipi ya." Mbak Sari mengangguk lalu mendorong stroller masuk ke dalam rumah. Meninggalkan diriku di teras rumah. "Assalamu'alaikum,Sayang." Daniel mendekat. Bau terasi terdeteksi oleh indera penciuman. Semakin lama semakin mendekat. Kenapa Daniel baunya seperti ini

  • Aku Mundur, Mas!    Kebahagiaan Aisyah

    Aku menata pakaian ke dalam koper. Tak terasa sudah tiga hari kami menghabiskan waktu untuk berbulan madu. Rasa rindu pada si kembar kian menggebu. Meski setiap hari melakukan videocall namun rinduku masih belum terobati kalau belum bertemu."Sudah selesai sayang?" tanya Daniel yang baru keluar dari kamar mandi. Handuk hanya melilit bagian pinggangnya.Ku tatap suamiku yang masih bertelanjang dada. Ada debaran tak menentu saat melihat Daniel seperti itu.Lelaki yang sudah sah menjadi imamku berjalan mendekat. Dan lagi desiran hangat memenuhi sekujur tubuh. Degup jantung kian berdetak kencang."Kenapa lihatin seperti itu?Mau?" wajahnya kini hanya berjarak beberapa senti dari wajahku.CUPSatu kecupan mendarat di bibir. Ah, Daniel selalu seperti itu.Membuatku melayang ke angkasa."Aku baru selesai mandi lho,Yang, rambut juga masih basah," ucapku manja."Ih, kamu pikiranya ke situ terus. Mau lagi ya?" mengerlingkan mata, menggoda."Apaan sih?" Kututup wajah ini yang mulai bersemu merah.D

  • Aku Mundur, Mas!    Adam Kena Batunya 2

    Jarum jam sudah menunjukkan angka empat. Ku matikan laptop dan segera berjalan menuju pintu."Pak." panggilan Luna menghentikan langkahku."Ada apa?""Kita ada meeting sebentar lagi."Ya Allah, aku sampai lupa kalau akan meeting. Bagaimana ini? Kalau aku tak datang Papi akan marah besar."Tolong atur jadwal lagi, saya ada keperluan mendesak." ucapku lalu meninggalkannya begitu saja.Aku berjalan menuju lift,netra melihat setiap sudut kantor.Karyawan masih banyak yang berlalu lalang. Dan tersenyum saat aku melewatinya.Bagaimana jika perusahaan ini bangkrut? Mereka akan kerja dimana untuk menghidupi keluarganya? Ya Allah, isi semua karena aku tak fokus hingga investor terbesar membatalkan kerjasamanya.Ya Allah, kenapa ujian bertubi-tubi menimpaku?Apa karena aku kurang bersedekah?Atau karena aku tega menyakiti hati Aisyah?"Pak..." panggilan seseorang menyentakku dari lamunan."I-iya." ucapku terbata."Maaf Pak, apakah ada yang bisa saya bantu? Saya lihat dari tadi Bapak berdiri di

  • Aku Mundur, Mas!    Adam Kena Batunya

    Pov AdamAda nyeri di sanubari saat melihat Aisyah duduk di pelaminan bersanding dengan Daniel. Sesak dada untuk bernafas pun rasanya susah. Harusnya aku yang ada di sana bukan Daniel. Persis lagu yang barusan aku nyanyikan.Berjalan mendekat, bukan untuk memberi selamat tapi untuk melihat Aisyah lebih dekat. Pandangan tak suka nampak jelas terlihat di wajah Om Bram, ayah sahabatku."Santai saja Om, aku hanya ingin melihat ibu dari anak-anakku lebih dekat," batinku.Semakin dekat dengan Aisyah,entah kenapa jantung kian berdetak kencang. Dengan perasaan yang sulit ku artikan.Kenapa aku justru merasakan benih cinta mulai mekar saat bunga itu telah tumbuh subuh di halaman rumah orang lain?Kenapa cinta ini terlambat? Saat dia telah pergi aku baru menyadari dia begitu berarti.Kutatap wajah ibu dari kedua anakku. Dia sungguh cantik mempesona. Dan kenapa aku baru menyadarinya? Kemana saja diriku selama ini?"Selamat ya, jaga Aisyah baik-baik. Sebelum aku mengambilnya kembali," ucapku pela

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status