Beranda / Romansa / Aku Mundur, Mas! / Jujur atau Diam

Share

Jujur atau Diam

last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-08 15:50:25

Sesaat situasi menjadi hening, Bu Bella seperti memberikan ruang untukku merangkai kata.

Sejujurnya aku masih dilema, bingung antara berkata jujur atau diam saja.

Ya Allah, aku harus bagaimana?

"Ada yang ingin kamu tanyakan?"Bu Bella menyatukan ketua alisnya.

"Em, itu, anu...." Suara ini seperti berhenti ditenggorokan. Ternyata jujur tak semudah yang aku bayangkan. Padahal biasanya lancar-lancar saja.

"Apa sih mbak? Kok gugup gitu."Daniel tak sabar dengan apa yang akan kukatakan.

"Sebenarnya saya su...."

Kriiingg ... Kriiingg ....

Ponselku berbunyi, satu panggilan masuk dari nomor baru.

"Maaf Bu, saya angkat telepon dulu, sepertinya penting." Aku berjalan keluar ruangan.

"Assalamu'alaikum...,"ucapku.

"Waalaikumsalam, kamu di mana Tiara Aisyah Kurniawan." Suara yang sangat familiar.

"Em, ini di butik kakaknya Mas Daniel, kemarin aku ditawari pekerjaan di butik kakaknya.Kamu lupa Mas?"

"Siapa yang memberi izin kamu bekerja?" ucap Mas Adam ketus.

"Bukankah tempo hari Mas bilang, gak akan ikut campur masalah privasiku? Mas lupa?"

Bisa-bisanya Mas Adam berkata seperti itu, sedangkan dia sendiri asyik pacaran di depan mataku. Egois, benar-benar mementingkan keinginannya saja.

"Aku tak mengizinkanmu bekerja, aku bisa memenuhi semua kebutuhanmu!" ucapnya lantang.

Memenuhi kebutuhanku? Apa dia tak tahu, kebutuhanku bukan hanya materi. Aku butuh pengertian, perhatian dan kasih sayangmu, tapi aku yakin kamu tak akan pernah bisa memenuhinya.

"Kalau aku tak boleh bekerja, maka akui aku sebagai istrimu!" Kuatur dada yang mulai bergemuruh.

"Tidak bi...." Kumatikan telepon sepihak. Kamu pasti akan protes dengan tindakanku kan Mas. Aku sudah paham!

Oke, Adam Malik, aku ikuti sandiwara kamu. Siapa yang akan bertahan, aku atau kamu!

Dengan penuh keyakinan aku melangkah memasuki ruangan Bu Bella.

"Maaf Bu, agak lama." Kujatuhkan bobot di kursi.

"Tidak masalah, ada yang ingin kamu tanyakan."

"Tidak Bu, terimakasih sudah menerima saya bekerja di sini." Kuberi seulas senyum.

"Mari saya antar ke ruangan kamu." Bu Bella beranjak berdiri, aku dan Daniel mengikuti di belakang.

Masuk ke dalam ruangan, tepat di sebelah kanan ruangan Bu Bella. Dengan detail Bu Bella menjelaskan apa saja tugas-tugasku. Ku perhatikan secara seksama setiap kata yang terucap.Sesekali ku anggukan kepalaku, tanda mengerti dengan penjelasan Bu Bella.

"Sudah paham?"ucap Bu Bella sambil menatapku.

"Sudah Bu,terima kasih."

"Selamat bekerja," Bu Bella berjalan meninggal ruangan ku.

Kini hanya tinggal aku dan Daniel yang masih ada di dalam. Sesekali ku lihat Daniel mencuri-curi pandang padaku. Ah, mungkin cuman kebetulan saja. Mana mungkin, Daniel melirikku.

"Sudah paham?" Daniel duduk di hadapanku. Menatapku dengan sorot mata yang sulit ku artikan.

"Alhamdulillah paham Mas, terimakasih banyak."

"Sama-sama, aku pergi dulu. Nanti aku jemput ya." Daniel beranjak berdiri.

"Tidak usah Mas, saya bisa naik ojek," tolakku halus.

Tanpa menjawab dia berlalu begitu saja. Memang dasar aneh.

*****

Setengah hari berkutat dengan komputer dan data-data ternyata melelahkan juga. Mungkin karena ini awal dan aku belum berpengalaman. Jadi lelahnya dobel.

Berjalan perlahan menuruni anak tangga, masih ada dua karyawan yang masih di dalam butik.

"Permisi..." Kuberi senyum ramah saat melewati dua wanita yang ku perkirakan seumuran denganku itu.

"Mbak asisten Bu Bella yang baru ya?" tanya salah satu wanita yang itu.

"Iya, perkenalkan nama saya Aisyah." Kuulurkan tangan kananku.

"Wulan..."

"Tania..."

"Senang berkenalan dengan kalian. Saya permisi. Assalamu'alaikum..."

"Waalaikumsalam..." jawab mereka serempak.

Berjalan perlahan keluar butik. Samar-samar terdengar dua wanita itu menyebut namaku tapi tak begitu jelas. Entah apa yang sedang mereka bicarakan tentang diriku. Aku tak menghiraukannya.

Terdiam memaku tepat di mulut pintu.Dua mobil berjajar rapi di depan butik. Aku hafal betul kedua mobil itu milik siapa. Bagaimana ceritanya mereka berdua bisa berada disini.

Sang pemilik mobil keluar dari mobil masing-masing saat aku berjalan mendekat. Sambil membuka kaca mata,Mas Adam menatapku dengan pandangan tak suka. berbeda dengan tatapan Daniel. Keduanya bagai langit dan bumi. Mas Adam bermuka masam sedang Daniel senyum sumringah. Jadi tahu kan perbedaannya.

"Ayo masuk!" ucap Mas Adam datar.

Kutelan saliva yang mengganjal di tenggorokan. Melihat Mas Adam ada rasa takut yang hinggap di hati. Kulangkahkan kaki mendekati mobil Mas Adam.

"Biar aku yang antar Aisyah, bro..." Daniel mendekat dan menutup pintu mobil yang baru saja dibuka unto Mas Adam.

"Kami serumah bro,biar Aisyah pulang bersamaku saja." Mas Adam menatap Daniel dengan rasa tak suka.

Bukankah mereka berteman ya, tapi sekarang kok seperti sedang bermusuhan. Atau hanya perasaanku saja.

"Aku tahu kalian serumah, tapi tak ada salahnya kan? Lagian aku ingin bicara dengan Aisyah." Daniel melirikku.

"Bagaimana Aisyah, mau pulang bersamaku?" tawar Daniel.

Kulihat tangan Mas Adam mengepal, menahan amarah. Bisa perang Dunia di rumah! Gawat.

"Maaf Mas Daniel, bukannya menolak, tapi lebih baik saya pulang bersama Mas Adam saja, toh kami satu rumah," ucapku tak enak hati.

Lebih baik pulang bersama suami yang tak mengangap kita kan, dari pada pulang dengan lelaki yang bukan mahram kita.

"Dengar sendirikan apa yang Aisyah katakan!" ejek Mas Adam dengan senyum kemenangan.

"Baiklah, kalau begitu besok aku jemput.Selamat ketemu besok Aisyah," ucap Daniel sambil berlalu pergi.

Mas Adam menatapku tajam, bagai harimau yang hendak menerkam mangsanya. Bukankah dia sendiri yang mengatakan tak akan mencampuri urusanku. Tapi kenapa tatapannya menyebalkan seperti ini!

Hening, sepanjang perjalanan tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut kami. Mas Adam fokus menyetir dengan wajah yang masih di tekut. Aku tak perduli!

Kuambil ponselku,ku mainkan kemari tanganku dengan lincah di layar ponsel. Menulis setiap kata di aplikasi novel online. Lebih baik memandangi layar ponsel dari pada melihat wajah masak Mas Adam.

"Kenapa kamu tak meminta izin padaku, Ais?" tanyanya memecah keheningan. Bukan memecah keheningan lebih tepatnya mengintrogasi. Sesekali sorot matanya menatapku tajam.

Dasar lelaki aneh, dia yang bilang tak akan mencampuri urusanku tapi dia juga yang memintaku izin bila ingin bekerja. Lelaki macam apa yang menikahiku ini?

Diam, tak ada jawaban untuk pertanyaannya. Lebih baik melanjutkan menulis dari pada menjawab pertanyaannya yang tak bermutu. Tak perduli dia akan marah seperti apa!

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Siti Aminah
bagus author buat aisyah pergi aj biar siadam nyesel author dripd sm adam yg egois biar umi abinya tau trus buat aisyah jujur sm umi abinya adam
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Aku Mundur, Mas!    Akhir Sebuah Cerita

    Tok ... Tok ... Tok.... Kuketuk pintu rumah Jesica dengan hati berdebar tak menentu. Semoga saja niat baikku disambut baik oleh Jesica dan keluarganya."Assalamu'alaikum...." ucapku."Waalaikumsalam" jawaban dari dalam rumah. Suara yang dulu sangat kurindu. Dialah wanita yang mati-matian ku perjuangkan meski akhirnya kulukai hatinya perlahan.Pintu di buka dari dalam, Jesica terlihat terkejut saat melihat diriku berdiri tepat di depan pintu. Menatapnya dengan rasa rindu.Rindu ingin memeluknya, meski kutahu dia tak akan mau ku sentuh. Mungkin dia jijik dengan diriku. Lelaki yang tega melukai hatinya. Menggoreskan luka di sanubarinya.Dengan penuh amarah dia berusaha menutup pintu. Namun terganjal kakiku. Sakit saat kaki beradu dengan pintu. Tapi akhirnya tahu tak sesakit hati Jesica."Jesica, tolong buka pintunya. Beri aku kesempatan untuk menjelaskan dan meminta maaf padamu." ucapku mengiba."Untuk apa kamu kemari?" tanyanya ketus sambil perlahan membuka pintu.Alhamdulillah, akhirn

  • Aku Mundur, Mas!    Sadar

    Pov AdamTiga puluh menit menatap gedung yang penuh kenangan. Perusahaan yang susah payah ku bangun kini hilang begitu saja. Kenapa hidupku menderita seperti ini?Mengambil ponsel dari saku celana. Memesan taxi dari aplikasi online. Tujuanku saat ini adalah rumah masa kecilku dulu. Semoga Abi mengizinkanku tinggal di sana. Bukankah aku anak kandungnya, pasti beliau akan menerimaku meski aku telah mengecewakannya.Sebuah mobil berhenti tepat di hadapanku.Mobil dengan warna putih dan plat yang sama seperti di aplikasi."Dengan Pak Adam?" tanya driver itu."Iya Pak, sesuai aplikasi ya!" ku masukkan koper ke dalam mobil dan menjatuhkan bobot di atas kursi belakang kemudi."Baik Pak."Kendaraan roda empat yang ku tumpangi melaju dengan kecepatan sedang membelah padatnya kemacetan ibu kota. Mobil berwarna putih ini berhenti saat lampu merah menyala. Pandanganku tertuju pada segerombolan pengamen dan pengemis di trotoar jalan.Ya Allah, apa nasibku akan sama seperti mereka?Tak punya tempat t

  • Aku Mundur, Mas!    Kehancuran

    Pov Adam"Maaf Dam, Abi sudah tak memiliki apapun. Semua harta benda bukan lagi milik Abi."Ucapan Abi bagai halilintar di siang bolong. Bagaimana mungkin harta benda Abi hilang begitu saja? Atau ini hanya akal-akalan Abi saja?Astaga, aku harus bagaimana?Kupijit pelipis yang terasa berdenyut.Menyambar kunci mobil di atas meja. Berjalan sedikit berlari menuju mobil yang terparkir. Aku harus ke rumah Abi, memastikan apa yang barusan kudengar hanya omong kosong belaka. Abi pasti hanya bercanda padaku.Melajukan kendaraan roda empatku dengan kecepatan tinggi. Kuterjang semua yang ada di hadapanku.Tak perduli klakson kendaraan lain berbunyi seperti tengah memprotesku.Yang aku ingin segera sampai di rumah Abi.Keluar dari mobil disambut terik mentari yang menusuk kulit. Melangkahkan kaki masuk kedalam rumah yang tak dikunci. Sepi, sunyi tak ada lagi kehangatan yang selalu kurasakan saat berada di rumahku. Yang terasa hanya kenangan pahit saat kehilangan wanita yang sangat ku cintai, Umi.

  • Aku Mundur, Mas!    Pov Adam

    Aku duduk di teras rumah seorang diri, tak ada lagi istri apalagi anak. Hidupku kini terasa begitu sunyi.Kemana hilangnya kebahagiaan yang dulu kurasakan?Baru kemarin kurasakan hidupku begitu sempurna. Dan kini berbalik seratus delapan puluh derajat. Kesepian dan sengsara.Apa ini benar sebuah karma? atau hanya cobaan dari Sang Pencipta.Ku pijat pelipis yang terasa berdenyut. Memikirkan nasib perusahaan dan pernikahan yang sedang diujung tanduk.Para investor mulai mencabut kucuran dananya hanya karena sebuah video. Padahal sudah pernah ku jelaskan. Namun nyatanya semua sia-sia belaka.Mereka pikir aku adalah lelaki yang tak bertanggung jawab karena menelantarkan anak dan istri. Bahkan tega meninggalkan Jesica yang tengah sakit. Mereka tak pernah melihat dari sudut pandang ku. Andai mereka jadi sepertiku, mungkin akan bertindak sama seperti yang kulakukan."Ini tehnya Pak." Bibi meletakkan secangkir teh di atas meja."Terima kasih,Bi," Kuseruput teh hangat. Sedikit memberi ketenanga

  • Aku Mundur, Mas!    Maaf

    Aku duduk di ruang tunggu bersama Daniel. Menunggu seorang suster memanggil namaku. Sudah dua puluh menit kami menunggu. Hingga membuatku merasa bosan. "Nyonya Tiara Aisyah Kurniawan." panggil seorang suster. Berjalan memasuki ruang periksa dokter dengan tangan digandeng Daniel. "Selamat siang Dok...." sapaku kepada dokter Asih, dokter yang menangani ku saat hamil si kembar dulu. "Selamat siang, Bu Aisyah apa kabar?Bagaimana keadaan si kembar?" tanyanya basa-basi. Mungkin dia masih ingat kalau aku pasiennya dulu. "Alhamdulillah sehat dok.""Nah, gitu dong Pak. Kalau istrinya periksa kandungan di temani. Jangan seperti dulu. Kasihan istrinya." ucap dokter Asih membuatku dan Daniel saling pandang. Mungkin wanita di hadapanku ini mengira jika dulu ayah si kembar adalah Daniel. Daniel hanya mengangguk. Menjelaskan secara rinci juga tak mungkin. "Saya belum tahu istri saya hamil atau tidak dok. Tapi sudah telat satu minggu." ucap Daniel. "Baik Pak, biar saya periksa terlebih dahul

  • Aku Mundur, Mas!    Hamil?

    Aku duduk di teras sambil menyuapi Mukhlas dan Mukhlis. Ya, sekarang mereka sudah bisa makan bubur saring karena usia mereka sudah delapan bulan. Kedua buah hatiku dengan lahap memakan bubur saring dengan hati ayam dan brokoli. Mereka menyukai bubur buatan sendiri dibandingkan bubur kemasan. Ini membuat PR untukku agar lebih kreatif dalam membuat makanan agar mereka tak bosan. "Suapan terakhir sayang," ucapku pada Mukhlas.Mukhlas menutup mulut rapat-rapat sama seperti Mukhlis. Mungkin keduanya sudah kenyang. Karena hanya satu sendok yang tersisa. Suara mobil berhenti di depan rumah. Lelaki yang kini menemani hari-hariku keluar dari mobil dengan wajah sumringah. "Mbak Sari, tolong bersihkan bekas makan yang menempel di pipi ya." Mbak Sari mengangguk lalu mendorong stroller masuk ke dalam rumah. Meninggalkan diriku di teras rumah. "Assalamu'alaikum,Sayang." Daniel mendekat. Bau terasi terdeteksi oleh indera penciuman. Semakin lama semakin mendekat. Kenapa Daniel baunya seperti ini

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status