Share

Jujur atau Diam

Sesaat situasi menjadi hening, Bu Bella seperti memberikan ruang untukku merangkai kata.

Sejujurnya aku masih dilema, bingung antara berkata jujur atau diam saja.

Ya Allah, aku harus bagaimana?

"Ada yang ingin kamu tanyakan?"Bu Bella menyatukan ketua alisnya.

"Em, itu, anu...." Suara ini seperti berhenti ditenggorokan. Ternyata jujur tak semudah yang aku bayangkan. Padahal biasanya lancar-lancar saja.

"Apa sih mbak? Kok gugup gitu."Daniel tak sabar dengan apa yang akan kukatakan.

"Sebenarnya saya su...."

Kriiingg ... Kriiingg ....

Ponselku berbunyi, satu panggilan masuk dari nomor baru.

"Maaf Bu, saya angkat telepon dulu, sepertinya penting." Aku berjalan keluar ruangan.

"Assalamu'alaikum...,"ucapku.

"Waalaikumsalam, kamu di mana Tiara Aisyah Kurniawan." Suara yang sangat familiar.

"Em, ini di butik kakaknya Mas Daniel, kemarin aku ditawari pekerjaan di butik kakaknya.Kamu lupa Mas?"

"Siapa yang memberi izin kamu bekerja?" ucap Mas Adam ketus.

"Bukankah tempo hari Mas bilang, gak akan ikut campur masalah privasiku? Mas lupa?"

Bisa-bisanya Mas Adam berkata seperti itu, sedangkan dia sendiri asyik pacaran di depan mataku. Egois, benar-benar mementingkan keinginannya saja.

"Aku tak mengizinkanmu bekerja, aku bisa memenuhi semua kebutuhanmu!" ucapnya lantang.

Memenuhi kebutuhanku? Apa dia tak tahu, kebutuhanku bukan hanya materi. Aku butuh pengertian, perhatian dan kasih sayangmu, tapi aku yakin kamu tak akan pernah bisa memenuhinya.

"Kalau aku tak boleh bekerja, maka akui aku sebagai istrimu!" Kuatur dada yang mulai bergemuruh.

"Tidak bi...." Kumatikan telepon sepihak. Kamu pasti akan protes dengan tindakanku kan Mas. Aku sudah paham!

Oke, Adam Malik, aku ikuti sandiwara kamu. Siapa yang akan bertahan, aku atau kamu!

Dengan penuh keyakinan aku melangkah memasuki ruangan Bu Bella.

"Maaf Bu, agak lama." Kujatuhkan bobot di kursi.

"Tidak masalah, ada yang ingin kamu tanyakan."

"Tidak Bu, terimakasih sudah menerima saya bekerja di sini." Kuberi seulas senyum.

"Mari saya antar ke ruangan kamu." Bu Bella beranjak berdiri, aku dan Daniel mengikuti di belakang.

Masuk ke dalam ruangan, tepat di sebelah kanan ruangan Bu Bella. Dengan detail Bu Bella menjelaskan apa saja tugas-tugasku. Ku perhatikan secara seksama setiap kata yang terucap.Sesekali ku anggukan kepalaku, tanda mengerti dengan penjelasan Bu Bella.

"Sudah paham?"ucap Bu Bella sambil menatapku.

"Sudah Bu,terima kasih."

"Selamat bekerja," Bu Bella berjalan meninggal ruangan ku.

Kini hanya tinggal aku dan Daniel yang masih ada di dalam. Sesekali ku lihat Daniel mencuri-curi pandang padaku. Ah, mungkin cuman kebetulan saja. Mana mungkin, Daniel melirikku.

"Sudah paham?" Daniel duduk di hadapanku. Menatapku dengan sorot mata yang sulit ku artikan.

"Alhamdulillah paham Mas, terimakasih banyak."

"Sama-sama, aku pergi dulu. Nanti aku jemput ya." Daniel beranjak berdiri.

"Tidak usah Mas, saya bisa naik ojek," tolakku halus.

Tanpa menjawab dia berlalu begitu saja. Memang dasar aneh.

*****

Setengah hari berkutat dengan komputer dan data-data ternyata melelahkan juga. Mungkin karena ini awal dan aku belum berpengalaman. Jadi lelahnya dobel.

Berjalan perlahan menuruni anak tangga, masih ada dua karyawan yang masih di dalam butik.

"Permisi..." Kuberi senyum ramah saat melewati dua wanita yang ku perkirakan seumuran denganku itu.

"Mbak asisten Bu Bella yang baru ya?" tanya salah satu wanita yang itu.

"Iya, perkenalkan nama saya Aisyah." Kuulurkan tangan kananku.

"Wulan..."

"Tania..."

"Senang berkenalan dengan kalian. Saya permisi. Assalamu'alaikum..."

"Waalaikumsalam..." jawab mereka serempak.

Berjalan perlahan keluar butik. Samar-samar terdengar dua wanita itu menyebut namaku tapi tak begitu jelas. Entah apa yang sedang mereka bicarakan tentang diriku. Aku tak menghiraukannya.

Terdiam memaku tepat di mulut pintu.Dua mobil berjajar rapi di depan butik. Aku hafal betul kedua mobil itu milik siapa. Bagaimana ceritanya mereka berdua bisa berada disini.

Sang pemilik mobil keluar dari mobil masing-masing saat aku berjalan mendekat. Sambil membuka kaca mata,Mas Adam menatapku dengan pandangan tak suka. berbeda dengan tatapan Daniel. Keduanya bagai langit dan bumi. Mas Adam bermuka masam sedang Daniel senyum sumringah. Jadi tahu kan perbedaannya.

"Ayo masuk!" ucap Mas Adam datar.

Kutelan saliva yang mengganjal di tenggorokan. Melihat Mas Adam ada rasa takut yang hinggap di hati. Kulangkahkan kaki mendekati mobil Mas Adam.

"Biar aku yang antar Aisyah, bro..." Daniel mendekat dan menutup pintu mobil yang baru saja dibuka unto Mas Adam.

"Kami serumah bro,biar Aisyah pulang bersamaku saja." Mas Adam menatap Daniel dengan rasa tak suka.

Bukankah mereka berteman ya, tapi sekarang kok seperti sedang bermusuhan. Atau hanya perasaanku saja.

"Aku tahu kalian serumah, tapi tak ada salahnya kan? Lagian aku ingin bicara dengan Aisyah." Daniel melirikku.

"Bagaimana Aisyah, mau pulang bersamaku?" tawar Daniel.

Kulihat tangan Mas Adam mengepal, menahan amarah. Bisa perang Dunia di rumah! Gawat.

"Maaf Mas Daniel, bukannya menolak, tapi lebih baik saya pulang bersama Mas Adam saja, toh kami satu rumah," ucapku tak enak hati.

Lebih baik pulang bersama suami yang tak mengangap kita kan, dari pada pulang dengan lelaki yang bukan mahram kita.

"Dengar sendirikan apa yang Aisyah katakan!" ejek Mas Adam dengan senyum kemenangan.

"Baiklah, kalau begitu besok aku jemput.Selamat ketemu besok Aisyah," ucap Daniel sambil berlalu pergi.

Mas Adam menatapku tajam, bagai harimau yang hendak menerkam mangsanya. Bukankah dia sendiri yang mengatakan tak akan mencampuri urusanku. Tapi kenapa tatapannya menyebalkan seperti ini!

Hening, sepanjang perjalanan tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut kami. Mas Adam fokus menyetir dengan wajah yang masih di tekut. Aku tak perduli!

Kuambil ponselku,ku mainkan kemari tanganku dengan lincah di layar ponsel. Menulis setiap kata di aplikasi novel online. Lebih baik memandangi layar ponsel dari pada melihat wajah masak Mas Adam.

"Kenapa kamu tak meminta izin padaku, Ais?" tanyanya memecah keheningan. Bukan memecah keheningan lebih tepatnya mengintrogasi. Sesekali sorot matanya menatapku tajam.

Dasar lelaki aneh, dia yang bilang tak akan mencampuri urusanku tapi dia juga yang memintaku izin bila ingin bekerja. Lelaki macam apa yang menikahiku ini?

Diam, tak ada jawaban untuk pertanyaannya. Lebih baik melanjutkan menulis dari pada menjawab pertanyaannya yang tak bermutu. Tak perduli dia akan marah seperti apa!

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Siti Aminah
bagus author buat aisyah pergi aj biar siadam nyesel author dripd sm adam yg egois biar umi abinya tau trus buat aisyah jujur sm umi abinya adam
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status