Share

Siapa Wanita Itu?

Kriiingg ... Kriiingg.... 

Suara ponsel membangunkanku. Siapa yang meneleponku? Dari pada terus berbunyi, kuambil ponsel yang masih ada di dalam tas. 

Nama Putra terlihat di layar ponselku. Bingung antara menjawab teleponnya atau tidak, mengingat diri ini sudah memiliki suami. Meski Mas Adam tak menganggapku ada. 

Akhirnya kubiarkan bunyi ponsel berhenti dengan sendirinya. Aku belum sanggup mendengar suara Putra. Bagaimana mungkin aku dapat mendengar suara orang yang aku cintai setelah aku menancapkan belati di hatinya. 

Ting

Satu pesan masuk. Ku buka, benar saja Putra mengirim pesan setelah teleponnya ku abaikan. 

[Aisyah, tolong angkat teleponku. Aku ingin berbicara serius. ]

Tak berselang lama, ponselku kembali berbunyi. Putra benar-benar ingin berbicara denganku. Apa dia sudah tahu kalau aku sudah menikah? 

"Assalamu'alaikum..." suara Putra sedikit bergetar. Apa dia habis menangis? Apa benar dia sudah tahu pernikahan siriku? Bagaimana aku bisa mengatakan pada Putra kalau sebenarnya aku terpaksa dan jauh di lubuk hati masih terukir namanya. 

"Waalaikumsalam, ada apa Put?"

"Turut bela sungkawa ya Ais, maaf tidak bisa datang di pemakaman ayah."Putra terdiam sejenak. 

"Tak apa, kamu tahu dari mana Put? Bukannya kamu pulang kampung ya?"

"Tadi aku ke rumah kamu, niatnya mau melamar kamu. Tapi rumah kamu kosong. Mereka bilang ayah meninggal seminggu yang lalu dan mereka juga bilang kamu..." Putra menggantung ucapannya. 

Deg... 

Air mata berduyun-duyun jatuh membasahi pipi. Rasa nyeri di hati, andai waktu bisa ku putar. Ini rasanya ku tolak permintaan ayah kala itu. Tapi sayang, nasi sudah menjadi bubur. 

"Maafkan aku Put, hiks...aku..." Tak bisa lagi ku lanjutkan kata-kataku. Rasanya mulut ini kelu untuk sekedar menjelaskan semuanya pada Putra. Ku matikan telepon, dan ku non aktifkan. 

Kututup wajahku dengan bantal, kutumpahkan semua sesak di dada. Maafkan aku Putra, sungguh aku tak berniat menyakitimu. Aku terpaksa, dan hati ini masih milikmu. 

Tok... Tok ... Tok.... 

Pintu kamar di ketuk, segera kuhapus air mata dan memakai hijab. Aku tak ingin menampakkan sedikitpun auratku di depan Mas Adam, meski sudah halal dia melihatnya.Namun hati ini tak rela bila aku harus menampakkannya di depan orang yang tak pernah menganggap aku sebagai istrinya. 

Pintu ku buka perlahan. Mas Adam berdiri sambil menyilangkan kedua tangan di dada. Sorot matanya tajam saat menatapku.

Ada apa lagi ini? 

Apa Mas Adam mendengar percakapanku dengan Putra tadi? 

"Ada apa Mas?"tanyaku tanpa sedikitpun menoleh ke arahnya. 

"Buatkan makanan aku lapar."

"Ya sebentar."

Aku berjalan menuju dapur, Mas Adam mengikutiku dari belakang. Ku buka kulkas, hanya ada telur. Tak ada telur maupun daging. Ku cari beras tapi tak ada, sepertinya Mas Adam memang tak pernah memasak hingga tak ada bahan makanan di dapurnya. 

"Beras tak ada Mas, hanya ada mie instan. Mau di buatkan mie instan atau pesan makanan online saja?" 

"Mie instan sajalah, kelamaan kalau harus menunggu."

"Siapa suruh dapur tak ada isinya. Percuma ada kulkas kalau tak ada isinya." ucapku lirih. 

"Apa kamu bilang?" Mas Adam menatapku tajam. Sepertinya mendengar apa yang aku ucapkan. Tapi biarlah, toh kenyataannya seperti itu. 

Tak  lama, mie instan pun telah matang. Harum ayam bawang menyeruak di hidungku. Membangkitkan cacing-cacing di perut yang sudah kelaparan sedari tadi. 

Ku letakkan dua mangkuk berisi mie rebus dan dua gelas air putih di atas meja. 

"Di makan Mas..."

"Iya, makasih."

Mas Adam segera memasukkan sendok yang berisi mie ke dalam mulut. Tak butuh waktu lama mie di mangkuk Mas Adam telah tandas. 

"Beli bahan makanan dong Mas, tak mungkinkan nanti malam makan mie instan lagi."ucapku.

"Iya nanti habis ashar kita ke supermarket." Mas Adam berlalu pergi meninggalkan mangkuk yang telah kosong di atas meja. 

*****

Aku mendorong trolly dan memasukkan barang kebutuhan rumah di dalamnya. Mas Adam hanya mengekor di belakang tanpa ada niat mendorong trolly. Keterlaluan memang Mas Adam ini. 

Beras, sayur, cemilan, dan bahan-bahan di dapur telah berpindah ke dalam trolly ku. Ku dorong lagi trolly menuju rak yang berisikan buah-buah segar. Mas Adam masih setia mengikutiku di belakang. 

"Aisyah sudah belum? Aku sudah capek ini!" Mas Adam mulai terlihat bosan. 

"Sebentar lagi Mas," Tanganku masih asyik memilih buah apel dan memasukkannya ke dalam plastik. 

"Sudah selesai Mas..." Ku toleh kebelakang. Tak ada Mas Adam, kemana dia? Main pergi saja. Harus bayar pakai apa ini? Uangku tak akan cukup untuk membayar barang belanjaan ini. Mau telepon Mas Adam, tapi aku tak punya no teleponnya. Nomor telepon suami sendiri aku sampai tak tahu. Hubungan macam apa ini?

Ku dorong trolly perlahan, berjalan menyusuri setiap sudut rak. Mungkin Mas Adam ingin membeli sesuatu, jadi dia meninggalkanku sendiri. Atau aku terlalu lama memilih hingga Mas Adam bosan dan lelah. 

Trolly ku dorong mendekati rak berisi deterjen yang tertata rapi. Hingga mata ini tak sengaja melihat seseorang menyerupai Mas Adam dari postur tubuh hingga pakaian yang di kenakan. 

Aku terus berjalan hingga tinggal dua meter sampai di tempat Mas Adam berdiri. Mas Adam sedang asyik berbicara dengan seorang wanita. Dan Mas Adam tertawa lepas bersama wanita itu. Nampaknya dia tak memperhatikan keberadaanku. 

Siapa wanita yang bersamanya?

Kenapa mereka terlihat sangat akrab? 

Kenapa terasa nyeri melihat seseorang yang bergelar suami sedang tertawa lepas dengan seorang wanita.

Ingin putar badan, tapi sudah kepalang tanggung. 

"Mas Adam..." Mas Adam dan wanita itu menoleh ke arahku.  

Mas Adam membisu, wajahnya menegang seperti maling yang sedang ketahuan mencuri. 

Ada apa ini, dan apa hubungan mereka sebenarnya? 

Kira-kira siapa ya wanita yang sedang bersama Adam?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bekel Merak
wanita si adam
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status