Share

Aku Mundur, Mas!
Aku Mundur, Mas!
Author: Muninggar88

1. AMM! 1

Author: Muninggar88
last update Last Updated: 2023-04-04 09:58:16

Click...

Bunyi pemberitahuan dari mobile banking yang ada dilayar gawaiku, yang mana tertulis sejumlah nominal yaitu 5.500.000, dari uang tabungan yang selama ini aku dan suamiku kumpulkan.

Tercengang.

Bagaimana mungkin, uang yang bertahun-tahun kami kumpulkan dan jika aku ingat-ingat jumlah terakhir ketika aku mencetaknya di buku ATM milikku adalah 60.500.000.

“Ada yang tidak beres sepertinya, pasti ada hubungannya dengan keluarga mas Guntur!” gumamku.

Tangan ini masih bergetar memegangi kartu ATM, degupan kencang sangat terasa hingga menimbulkan guncangan naik turun pundak ini, sampai-sampai putri kecil yang masih tertidur dalam gendonganku ini terbangun, karena kerasnya suara deruan napas yang memburu.

Segera aku lajukan motor yang kukendarai dengan kecepatan lebih dari biasanya, tujuanku tidak lain adalah agar bisa segera sampai di rumah.

Untung saja segera aku mengetahuinya sebelum terlambat.

Akhirnya aku sampai di halaman rumah kontrakan yang selama beberapa bulan ini kami tempati.

Aku masuk kedalam rumah, selepas mengembalikan motor yang baru aku pinjam pada tetangga sebelah rumah.

Setelah selesai aku memandikan Zaskia, putri kecilku, aku pun gegas untuk bersih-bersih usai merapikan rumah ini.

Kini saatnya aku menunggu kepulangan dari mas Guntur, laki-laki yang meminang ku lima tahun yang lalu, aku Syahfitri 26 tahun. Seorang ibu rumah tangga yang terkadang ikut andil membantu suami mengumpulkan pundi-pundi rupiah demi merajut masa depan yang lebih baik lagi.

Sengaja aku mencari kesibukan dengan berbekal hobi memasak ku yang diwariskan oleh ibuku sendiri.

Awalnya iseng dengan mengunggah hasil foto masakan yang baru selesai aku buat dan tetangga sekitar tempat tinggalku sebagai penguji rasa dari hasil olahan tanganku tersebut.

Akhirnya aku pun mulai memberanikan diri untuk menawarkan jasa melayani pesanan nasi kotak melalui akun biru dan hijau yang aku punya.

Dari mulut ke mulut juga dari sosial media yang aku punya. Akhirnya rasa dari masakanku itu cocok dengan lidah para konsumenku.

Karena sebagian besar dari konsumen yang memesan akan menanyakan DP untuk pesanan mereka. Karena dunia sudah canggih, mereka pun bisa lebih mudah melakukan pembebasan via transfer tanpa susah-susah keluar rumah. Oleh karena itulah aku berinisiatif untuk membuka rekening sendiri.

*

Sembari menunggu kedatangan ayah dari putriku tersebut, aku bersiap membuatkannya segelas kopi panas yang menjadi minuman favoritnya.

Tak berselang lama yang ditunggu pun sudah tiba, suara deru motor yang ku kenali milik dari mas Guntur itu terdengar dari dalam rumah kami.

Seperti biasanya, aku akan menyambutnya dengan seyum manis, seperti tidak terjadi apa-apa, karena aku yakin, ia sengaja menyembunyikan hal tersebut dari istrinya.

“Assaallamualaikum.” terdengar suara suamiku mengucapkan salam dari balik pintu.

“Waalaikumsalam, sudah pulang mas?” Aku menjawab salamnya.

Ku sambut uluranan tangannya dan menciumnya dengan takzim.

“Mas, diminum kopinya mumpung masih panas.” Ku serahkan secangkir kopi yang telah ku buat beberapa saat sebelum kedatangannya.

“Kamu masak apa hari ini, Dek?”

“Aku gak masak, mas, itu di meja dapur masih ada sisa ayam bakar, sayur urap sama lalapan pesanan ibu-ibu PKK tadi pagi,” Aku menyiapkan makanan untuk suamiku itu,“ Ini makan dulu, baru aku angetin juga.”

Mendengar jawaban dariku, segera suamiku itu beranjak dari tempat duduknya. Segera ia berjalan ke arahku yang berada didapur rumah ini.

“Ini nasinya, mas mau aku ambilin apa dulu?” Aku menyerahkan sepiring nasi dan menawarkan lauk yang ada dihadapannya.

“Campurin semuanya aja, dek. Tau kamu masak enak hari ini, aku minta kamu buat nganter juga kerumah ibu.”

Bruak!

Ku letakkan piring berisi nasi dan lauknya dihadapan suamiku dengan kasar dan sedikit membuatnya tersentak.

Kalau yang enak-enak saja Ibu dan juga saudaranya langsung diingat. Coba dengan keluargaku. Mimpi saja gak bakalan kesampaian bisa kalau semuanya masih dal kendali ibu mertua. Lebih tepatnya mas Guntur itu pilih kasih orangnya, antara keluarganya dan keluargaku beda cara dia memperlakukan kami.

Bukan aku tak mau menghormati Ibu juga saudara-saudaranya. Melainkan merekalah yang memang tidak menginginkan diri ini dan seolah aku akan menguasai putera mereka. Aku akan bersikap sewajarnya jika memang mereka pun berlaku wajar kepadaku.

“Ups...maaf mas, ini kesandung kaki kursi.” ucapku ngeles, aku dapati tatapan melotot dari suamiku itu. “Mas bilang apa tadi?” aku ingin ia mengulangi ucapannya.

“Itu loh, kalo kamu masak enak, mbok ya inget sama ibu, kamu sisihin kek, biar aku antar kerumahnya.” ucapnya dengan santai sambil menikmati hidangan dipiringnya.

“Itu kan pesenan orang mas, jadi aku masaknya juga ya sesuai dengan jumlah yang yang dipesan, dan disesuaikan samaal ada budgetnya, mana ada sih orang berbisnis itu punya cita-cita buat rugi.” ucapku sewot menanggapi perkataan suamiku.

“Iah...kok kamu perhitungan, itu kan ibu aku, berarti ibu kamu juga, ngasih ke orang tua itu sama dengan menabung pahala.” Dia berucap dengan mulut penuh makanan yang dikunyahnya.

“Iya, nanti, nunggu bulan depan, nungu kamu gajian dulu, ntar aku masakin, kamu bawah tuh kerumah ibumu, biar sodara-sodaramu juga gak perlu repot-repot masak dan ngeluarin uang belanja.” ucapku sewot dan seolah-olah meninggikan keluarganya itu.

“Nah gitu dong, kan keluargaku berarti keluargamu.” Aku menanggapinya dengan menyebutkan bibirku ini.

Selesai makan, dan aku membersihkan bekas makan dari suamiku, ku susul dia untuk masuk kedalam kamar. Kulihat dia mencium pipi gembil putri kami yang terlelap setelah kumandikan dan ku beri makan tadi.

“Mas, kartu ATM kita, kamu simpen didompetmu?” tanyaku ketika ia hendak meletakkan celana yang tadi dapakainya kerja.

“Iya, dek, aku yang bawah, memang ada apa?” tanyanya tanpa ada sedikitpu rasa bersalah.

Aku mencari cara untuk bisa mendapatkan Kat ATM-ku yang dibawa olehnya.

Bukan tanpa alasan aku menyarankan begitu saja benda yang berisi uang hasil kerja kerasku itu kepadanya. Aku berpikir karena kami adalah suami istri yang tak harus menutupi sesuatu dari pasangan kita. Termasuk juga ATM yang dipegan oleh mas Guntur.

Tidak hanya uang hasil penjualan makanan milikku. Di situ juga terdapat sebagian dari gaji suamiku yang tujuan kami akan pergunakan untuk keperluan masa depan kami, termasuk untuk biasa pembangunan rumah impian kami berdua.

“Mas disitu kan ada tabungan kita yang jumlahnya juga lumayan, kalo kamu simpen di dompetmu, terus dompet mu ada yang mengambilnya, gimana nasib kita, kan otomatis pencurinya bisa menguras habis isi dalam kartu ATM itu.” mendengar ucapanku, seketika air muka suamiku berubah, dia nampak gugup dan menyembunyikan sesuatu dariku.

“Eh—anu, aku hati-hati kok nyimpennya.” ucapnya sambil menggaruk kepalanya yang kurasa tidak tidak gatal.

“Ya, sudah mas mandi dulu sana, bau asem.”

Sesaat sebelum suamiku beranjak menuju kamar mandi, aku sengaja mengawasinya saat dia menyimpan dimana dompetnya, sengaja aku berpura-pura sibuk dengan gawaiku. Selain berjualan makanan secara online aku juga berjualan online segala macam kebutuhan fashion para kaum hawa, seperti baju, kerudung, tas dan kosmetik yang memiliki standar BPOM.

Setelah kurasa, mas Guntur sedang sibuk dikamar mandi, cepat-cepat aku menuju tempat dimana suamiku itu meletakkan dompetnya, segera aku bukan dompetnya dan ku ambil apa yang ku cari, yaitu kartu ATM ku yang di jadikan santapan pesta oleh keluarga suamiku.

Sebelum ia selesai dari mandinya, segera aku rapikan dompet tersebut, dan meletakkannya seperti semula.

Untung saja aku masih bisa mengamankan sedikit dari sisa tabungan yang entah kemana arahnya ia digunakan.

Aku sudah mempunyai rencana untuk itu, setelah sekian lama dan tekat yang sudah bulat, akan aku buat perhitungan untuk mereka semua.

Mungkin mas Guntur pun keluarganya tidak akan pernah mengira bahwa aku akan mengetahui permainan mereka di belakangku. Sebenarnya sudah ada kecurigaan sebelumnya namun tak bisa asal menuduh sebelum adanya bukti yang kutemukan. Tuhan maha adil akhirnya aku diberi-Nya petunjuk.

Aku memang baru saja memasang aplikasi mobile banking karena dirasa perlu. Dan salahku memang tidak sedari awal pembuatan buku tabungan. Dan memang ternyata benar. Aku bisa mengetahui kecurangan atas tabunganku melalui aplikasi yang telah terpasang di ponsel milikku ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
jess
tutup saja rekeningnya ganti rekening baru.
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Hallo author ijin baca ceritanya
goodnovel comment avatar
Idrus
Sumpah mengharukan
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Aku Mundur, Mas!   88. AMM! 88

    Dua bulan sudah Bu Marni beserta kedua cucunya tinggal bersama di kediaman milik Ana. Mereka juga telah mengembalikan lagi rumah yang beberapa tahun pernah mereka singgahi pada pemilik aslinya, Bulek Sri yang tidak lain adalah adik ipar Bu Marni.Ana berhasil mengubah kebiasaan buruk dan malas dari kedua anak kakak iparnya itu. Desi dan Deska sekarang enjadi anak yang mulai bertanggung jawab atas tugasnya. Ana juga kembali menyekolahkan kedua keponakannya itu di sekolah yang lebih dekat dari rumahnya. Kedua anak itu harus belajar ekstra dan lebih giat untuk mengejar ketertinggalan mereka. Jika sebelumnya mereka bersekolah di sekolah negeri. Untuk saat ini mereka harus menerima untuk sekolah di sekolah milik swasta di karenakan banyak ketertinggalan dari tempat yang sebelumnya.Seperti pagi ini. Desi mulai terbiasa bangun di pagi hari begitu juga dengan Bu Marni dan juga Deska, adiknya. Ana mengajarkan kedua anak tersebut tentang agama yang selama ini kurang mereka perhatikan. Desi da

  • Aku Mundur, Mas!   87. AMM! 87

    Aku kira ini cuma mimpi di siang bolong. Gara-gara ketiduran setelah memberi ASI pada jagoan kecilku yang aku beri nama Alfathrizki.Iya, aku sudah melahirkan. Tepat satu hari setelah kedatangan mas Guntur. Lebih cepat satu Minggu dari HPL prediksi ibu bidan tempat biasa aku priksa.Siang ini matahari sangat terik. Aku yang berinisiatif untuk membuka pintu agar angin dari luar bisa masuk ke dalam rumah, tanpa sengaja di kejutkan oleh kedatangan tiga orang yang sangat familiar dengan ku. Ternyata di depan pagar rumahku nampak seseorang paruh baya yang tengah terduduk di atas tanah yang di temani oleh dia orang bocah yang tidak lain adalah Desi dan Deska. Nampak mereka sedang berunding. Entah apa yang sedang dirundingkan oleh mereka aku pun tidak tahu karena tidak bisa mendengarnya langsung.Ada apa dengan mereka? Apa hal yang membuat mereka hingga sampai di rumahku? Mungkin mereka tidak akan menduga jika rumah reyot yang sering mereka singgung sudah berubah menjadi istana kecil ini.

  • Aku Mundur, Mas!   86. AMM! 86

    Pada akhirnya bu Marni tersadar. Hanya kecewa yang ia peroleh dari putri kesayangannya.Justru dalam kondisi sudah tidak muda lagi dan tenaga yang terbatas. Semua anak-anaknya pergi meninggalkan dia. Yang membuat dada semakin sakit adalah karena merasa salah satu dasi meret yang pergi itu adat karena kecewa oleh dirinya."Nek bagaimana dengan nasib kita," tangis pilu cucu sulungnya.Bukannya menjawab justru Bu Marni ikut pula menangis seperti kedua cucunya.Meski pergi meninggalkan rumah, kini hanyalah tersisa Guntur yang masih dekat dengannya. Bukannya tak tahu alamat akan anak dan menantunya untuk ia meminta perlindungan. Namun sudah terlanjur malu atas perbuatannya itu sendiri. Apa mungkin bu Marni akan menjilat kembali ludahnya, setelah dengan pongahnya ia dengan mulutnya sendiri yang menghebdat menantunya tersebut untuk pergi."Nek, kita cari om Guntur, ya?" celetuk Desi seolah memberikan jalan keluar bagi mereka."Iya, nek kita cari om Guntur atau kita pergi saja ke rumah tante

  • Aku Mundur, Mas!   85. AMM! 85

    Satu Minggu kemudian.Di tempat lain. Di kediaman yang di tempati oleh Bu Marni--- Ibu dari Guntur dan juga Mila---kakak Guntur."Nek, Deska lapar ni, Nek!" rengek Deska pada wanita paruh baya tersebut.Bu Marni sendiri sudah sangat gelabakan. Bagaimana tidak. Semenjak Guntur meninggalkan rumah mereka. Anak perempuan yang selalu didukungnya itu seolah lepas tangan. Satu Minggu semenjak kejadian tersebut, bahkan Mila sendiri sudah jarang terlihat di rumah. Bukan itu saja. Mengeluarkan uang sekedar untuk makan Ibu dan anaknya saja dia sangat sayang dan bisa di bilang pelit."Sabar, ya. Nunggu mama kalian pulang dulu," ucap perempuan yang rambutnya sudah hampir berubah menjadi putih tersebut."Mama itu pergi kemana sih, Nek? Kok gak pulang-pulang?" tanya si sulung, Desi yang juga merasa sudah sangat lemas."Sabar ya ... Mama kalian itu kan pergi kerja, cari uang buat kita." Nenek dari dia orang cucu itu mencoba menghibur cucu-cucunya."Kerja tapi kenapa pas kita mintai uang, mama selalu

  • Aku Mundur, Mas!   84. AMM! 84

    Aku sangat emosi hari ini setelah mendengar dan mengetahui apa yang sudah di rencanakan oleh Ibu dan juga kakakku.Entah apa yang ada di otak mereka. Mereka pikir aku ini apa? Aku sudah seperti barang saja yang bagi mereka dengan gampangnya bisa ditukar dengan uang dan kehidupan yang mapan. Aku sudah salah bersikap. Harusnya aku mendengar ucapan Ana. Harus bisa tegas pada Ibu juga mbak Mila."Arrggggh ...!" teriak ku marah karena kecewa.Apa aku ikut bersama Ana saja. Iya ... setidaknya itu lebih baik. Dari pada nasibku kedepannya akan ditukar oleh mereka dengan uang dan gelimang harta. Belum tentu juga aku akan bahagia. Bisa-bisa hidup tertekan tanpa warna.Lebih baik aku susul saja istriku di rumahnya. Bodoh amat dengan apa yang akan aku hadapi nanti.Gegas masuk kedalam kamar. Aku ambil beberapa potong baju. Tidak mungkin aku harus wira-wiri.Setelah selesai mengemas pakaian. Aku segera keluar kamar. Tanpa ingin pamit tak ku hiraukan dua wanita yang selalu ku taruh rasa hormat itu

  • Aku Mundur, Mas!   83. AMM! 83

    Seharian mengurusi rumah. Mulai dari berbelanja perlengkapan rumah, kebutuhan dapur dan lainnya. Tubuh ini Setelah terasa sangat letih. Mungkin pengaruh dari kondisi kehamilan ini. Untung saja sore tadi aku sempatkan untuk memesan makanan cepat saji secara online jadi tidak perlu ribet harus bejibaku dengan kerepotan di dapur, karena kondisi dapur juga belum bisa digunakan untuk beraktifitas. Aku merasa sangat puas. Meski tidak sesempurna namun puas dengan hasilnya. Rumah sudah terisi berbagaiperlengkapannya. Tinggal menata bagian dapur. Mungkin aku harus istirahat dulu sebelum mengerjakannya. Ingin meminta bantuan tetangga rasanya juga malu. Bukan apa. Hanya saja aku tidak mau dan tidak suka jika nantinya muncul pertanyaan dari mereka di mana suamiku? Kenapa dikerjakan sendiri? Dan lain sebagainya. Malas saja menanggapi ocehan orang yang sebenarnya tidak tahu kejadian nyatanya.Pagi menjelang badan sudah kembali bugar. Setelah menyelesaikan ibadah wajib, aku langsung turun ke dapur

  • Aku Mundur, Mas!   82. AMM! 82

    Akhirnya aku bisa keluar dari rumah yang berasa neraka itu. Aku bisa bernapas lega. Hidup tanpa ada gangguan dari siapapun dan tidak dalam ungkit-ungkitan seperti saat berada di rumah mertua.Inilah rumah peninggalan kedut orang tuaku yang berhasil aku bangun dan tombak sedemikian hingga seperti saat ini. bukan dalam waktu yang singkat menang. Aku harus bekerja keras demi mewujudkan impian ini. Menahan diri untuk tidak lapar dan gelap mata. Jika semua orang punya keinginan. Aku pun sama. Hanya saja berusaha untuk tidak menurutinya setiap keinginan itu datang. Aku bisa beristirahat dengan nyenyak. Tapi apa pikiran ku akan tenang. Ternyata tidak. Hati dan pikiran masih terbesit akan kehadiran dari suamiku.Aku kecewa. Bagaimana tidak. Ternyata suamiku masih tetap pada pendiriannya. Lebih berat pada keluarganya. Keluarga yang aku yakin hanya menjadi racun yang terus akan meracuni otak dan hati suamiku yang sedikit telah dibersihkan-nya dari keburukan masa lalunya.Ah ... biarlah waktu

  • Aku Mundur, Mas!   81. AMM! 81

    POV GunturAku merasa frustasi bagaimana tidak, istriku yang tiba-tiba saja memutuskan untuk keluar dari rumah ini. Sementara aku yang ingin sekali mencegah dan mengejarnya, di sisi lain ada Ibu dan juga saudariku yang harus aku pertimbangkan juga perasaan mereka. Niatku untuk berubah memanglah benar. Tapi jangan pula aku di hadapkan pada pilihan yang membuat ku begitu sulit untuk memilihnya. Ketika langkah ini aku ingin bergegas untuk menyusul wanita ku yang merajuk serta membawa pergi buah cinta kami berdua. Ibuku dengan nekat datang dan mengancam akan mengakhiri hidupnya sendiri. Oh Tuhan beri hamba petunjukmu. Aku tidak bisa membiarkan surgaku mengakhiri hidupnya hanya demi egoku. Aku juga tidak bisa membiarkan masa depan rumah tanggaku harus kembali hancur dan berserakan. Sungguh aku hanya ingin memiliki keluarga yang utuh.Aku bingung. Otak ini seakan macet total memikirkan bagaimana cara untuk menyatukan antara istri denga keluargaku.Aku tak ingin dicap sebagai suami yang teg

  • Aku Mundur, Mas!   80. AMM! 80

    Jika berandai-andai. Aku ingin hidupku ini normal seperti dahulu. Bisa berkumpul dengan keluarga juga segala kebutuhan ku tetap tercukupi.Bagai jatuh tertimpa tangga pula. Sakit yang sepertinya tidak berujung yang saat iki aku rasakan. Terkadang terbesit apakah ini balasan atau buah yang harus aku tuai? Aku yang dulu bisa merasakan kenikmatan di atas derita orang---Fitri---mantan adik iparku. Keadaan berbanding terbalik, bahkan seolah takdir sedang mencemooh diri ini. Aku bagai jatuh dari langit dan landing terbang bebas ke jurang, sedangkan mantan iparku justru sekarang dia berada di atas awan dengan semua yang menjadi angan dan mimpiku.Aku yang berharap bisa bersandar pada saudaraku, justru kecewa yang aku dapat. Dia tidak bisa menuruti apa yang menjadi keinginan dari saudari satu-satunya ini.Perempuan yang sudah kami pilihkan ditolaknya begitu saja. Ughhh! Ingin ku umpat dan aku maki itu adik kandung ku. Di sudah membuang tambang emas. Aku tahu memang perempuan yang aku dan Ibuk

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status