Share

Aku Mundur, Mas!
Aku Mundur, Mas!
Penulis: Muninggar88

1. AMM! 1

Click...

Bunyi pemberitahuan dari mobile banking yang ada dilayar gawaiku, yang mana tertulis sejumlah nominal yaitu 5.500.000, dari uang tabungan yang selama ini aku dan suamiku kumpulkan.

Tercengang.

Bagaimana mungkin, uang yang bertahun-tahun kami kumpulkan dan jika aku ingat-ingat jumlah terakhir ketika aku mencetaknya di buku ATM milikku adalah 60.500.000.

“Ada yang tidak beres sepertinya, pasti ada hubungannya dengan keluarga mas Guntur!” gumamku.

Tangan ini masih bergetar memegangi kartu ATM, degupan kencang sangat terasa hingga menimbulkan guncangan naik turun pundak ini, sampai-sampai putri kecil yang masih tertidur dalam gendonganku ini terbangun, karena kerasnya suara deruan napas yang memburu.

Segera aku lajukan motor yang kukendarai dengan kecepatan lebih dari biasanya, tujuanku tidak lain adalah agar bisa segera sampai di rumah.

Untung saja segera aku mengetahuinya sebelum terlambat.

Akhirnya aku sampai di halaman rumah kontrakan yang selama beberapa bulan ini kami tempati.

Aku masuk kedalam rumah, selepas mengembalikan motor yang baru aku pinjam pada tetangga sebelah rumah.

Setelah selesai aku memandikan Zaskia, putri kecilku, aku pun gegas untuk bersih-bersih usai merapikan rumah ini.

Kini saatnya aku menunggu kepulangan dari mas Guntur, laki-laki yang meminang ku lima tahun yang lalu, aku Syahfitri 26 tahun. Seorang ibu rumah tangga yang terkadang ikut andil membantu suami mengumpulkan pundi-pundi rupiah demi merajut masa depan yang lebih baik lagi.

Sengaja aku mencari kesibukan dengan berbekal hobi memasak ku yang diwariskan oleh ibuku sendiri.

Awalnya iseng dengan mengunggah hasil foto masakan yang baru selesai aku buat dan tetangga sekitar tempat tinggalku sebagai penguji rasa dari hasil olahan tanganku tersebut.

Akhirnya aku pun mulai memberanikan diri untuk menawarkan jasa melayani pesanan nasi kotak melalui akun biru dan hijau yang aku punya.

Dari mulut ke mulut juga dari sosial media yang aku punya. Akhirnya rasa dari masakanku itu cocok dengan lidah para konsumenku.

Karena sebagian besar dari konsumen yang memesan akan menanyakan DP untuk pesanan mereka. Karena dunia sudah canggih, mereka pun bisa lebih mudah melakukan pembebasan via transfer tanpa susah-susah keluar rumah. Oleh karena itulah aku berinisiatif untuk membuka rekening sendiri.

*

Sembari menunggu kedatangan ayah dari putriku tersebut, aku bersiap membuatkannya segelas kopi panas yang menjadi minuman favoritnya.

Tak berselang lama yang ditunggu pun sudah tiba, suara deru motor yang ku kenali milik dari mas Guntur itu terdengar dari dalam rumah kami.

Seperti biasanya, aku akan menyambutnya dengan seyum manis, seperti tidak terjadi apa-apa, karena aku yakin, ia sengaja menyembunyikan hal tersebut dari istrinya.

“Assaallamualaikum.” terdengar suara suamiku mengucapkan salam dari balik pintu.

“Waalaikumsalam, sudah pulang mas?” Aku menjawab salamnya.

Ku sambut uluranan tangannya dan menciumnya dengan takzim.

“Mas, diminum kopinya mumpung masih panas.” Ku serahkan secangkir kopi yang telah ku buat beberapa saat sebelum kedatangannya.

“Kamu masak apa hari ini, Dek?”

“Aku gak masak, mas, itu di meja dapur masih ada sisa ayam bakar, sayur urap sama lalapan pesanan ibu-ibu PKK tadi pagi,” Aku menyiapkan makanan untuk suamiku itu,“ Ini makan dulu, baru aku angetin juga.”

Mendengar jawaban dariku, segera suamiku itu beranjak dari tempat duduknya. Segera ia berjalan ke arahku yang berada didapur rumah ini.

“Ini nasinya, mas mau aku ambilin apa dulu?” Aku menyerahkan sepiring nasi dan menawarkan lauk yang ada dihadapannya.

“Campurin semuanya aja, dek. Tau kamu masak enak hari ini, aku minta kamu buat nganter juga kerumah ibu.”

Bruak!

Ku letakkan piring berisi nasi dan lauknya dihadapan suamiku dengan kasar dan sedikit membuatnya tersentak.

Kalau yang enak-enak saja Ibu dan juga saudaranya langsung diingat. Coba dengan keluargaku. Mimpi saja gak bakalan kesampaian bisa kalau semuanya masih dal kendali ibu mertua. Lebih tepatnya mas Guntur itu pilih kasih orangnya, antara keluarganya dan keluargaku beda cara dia memperlakukan kami.

Bukan aku tak mau menghormati Ibu juga saudara-saudaranya. Melainkan merekalah yang memang tidak menginginkan diri ini dan seolah aku akan menguasai putera mereka. Aku akan bersikap sewajarnya jika memang mereka pun berlaku wajar kepadaku.

“Ups...maaf mas, ini kesandung kaki kursi.” ucapku ngeles, aku dapati tatapan melotot dari suamiku itu. “Mas bilang apa tadi?” aku ingin ia mengulangi ucapannya.

“Itu loh, kalo kamu masak enak, mbok ya inget sama ibu, kamu sisihin kek, biar aku antar kerumahnya.” ucapnya dengan santai sambil menikmati hidangan dipiringnya.

“Itu kan pesenan orang mas, jadi aku masaknya juga ya sesuai dengan jumlah yang yang dipesan, dan disesuaikan samaal ada budgetnya, mana ada sih orang berbisnis itu punya cita-cita buat rugi.” ucapku sewot menanggapi perkataan suamiku.

“Iah...kok kamu perhitungan, itu kan ibu aku, berarti ibu kamu juga, ngasih ke orang tua itu sama dengan menabung pahala.” Dia berucap dengan mulut penuh makanan yang dikunyahnya.

“Iya, nanti, nunggu bulan depan, nungu kamu gajian dulu, ntar aku masakin, kamu bawah tuh kerumah ibumu, biar sodara-sodaramu juga gak perlu repot-repot masak dan ngeluarin uang belanja.” ucapku sewot dan seolah-olah meninggikan keluarganya itu.

“Nah gitu dong, kan keluargaku berarti keluargamu.” Aku menanggapinya dengan menyebutkan bibirku ini.

Selesai makan, dan aku membersihkan bekas makan dari suamiku, ku susul dia untuk masuk kedalam kamar. Kulihat dia mencium pipi gembil putri kami yang terlelap setelah kumandikan dan ku beri makan tadi.

“Mas, kartu ATM kita, kamu simpen didompetmu?” tanyaku ketika ia hendak meletakkan celana yang tadi dapakainya kerja.

“Iya, dek, aku yang bawah, memang ada apa?” tanyanya tanpa ada sedikitpu rasa bersalah.

Aku mencari cara untuk bisa mendapatkan Kat ATM-ku yang dibawa olehnya.

Bukan tanpa alasan aku menyarankan begitu saja benda yang berisi uang hasil kerja kerasku itu kepadanya. Aku berpikir karena kami adalah suami istri yang tak harus menutupi sesuatu dari pasangan kita. Termasuk juga ATM yang dipegan oleh mas Guntur.

Tidak hanya uang hasil penjualan makanan milikku. Di situ juga terdapat sebagian dari gaji suamiku yang tujuan kami akan pergunakan untuk keperluan masa depan kami, termasuk untuk biasa pembangunan rumah impian kami berdua.

“Mas disitu kan ada tabungan kita yang jumlahnya juga lumayan, kalo kamu simpen di dompetmu, terus dompet mu ada yang mengambilnya, gimana nasib kita, kan otomatis pencurinya bisa menguras habis isi dalam kartu ATM itu.” mendengar ucapanku, seketika air muka suamiku berubah, dia nampak gugup dan menyembunyikan sesuatu dariku.

“Eh—anu, aku hati-hati kok nyimpennya.” ucapnya sambil menggaruk kepalanya yang kurasa tidak tidak gatal.

“Ya, sudah mas mandi dulu sana, bau asem.”

Sesaat sebelum suamiku beranjak menuju kamar mandi, aku sengaja mengawasinya saat dia menyimpan dimana dompetnya, sengaja aku berpura-pura sibuk dengan gawaiku. Selain berjualan makanan secara online aku juga berjualan online segala macam kebutuhan fashion para kaum hawa, seperti baju, kerudung, tas dan kosmetik yang memiliki standar BPOM.

Setelah kurasa, mas Guntur sedang sibuk dikamar mandi, cepat-cepat aku menuju tempat dimana suamiku itu meletakkan dompetnya, segera aku bukan dompetnya dan ku ambil apa yang ku cari, yaitu kartu ATM ku yang di jadikan santapan pesta oleh keluarga suamiku.

Sebelum ia selesai dari mandinya, segera aku rapikan dompet tersebut, dan meletakkannya seperti semula.

Untung saja aku masih bisa mengamankan sedikit dari sisa tabungan yang entah kemana arahnya ia digunakan.

Aku sudah mempunyai rencana untuk itu, setelah sekian lama dan tekat yang sudah bulat, akan aku buat perhitungan untuk mereka semua.

Mungkin mas Guntur pun keluarganya tidak akan pernah mengira bahwa aku akan mengetahui permainan mereka di belakangku. Sebenarnya sudah ada kecurigaan sebelumnya namun tak bisa asal menuduh sebelum adanya bukti yang kutemukan. Tuhan maha adil akhirnya aku diberi-Nya petunjuk.

Aku memang baru saja memasang aplikasi mobile banking karena dirasa perlu. Dan salahku memang tidak sedari awal pembuatan buku tabungan. Dan memang ternyata benar. Aku bisa mengetahui kecurangan atas tabunganku melalui aplikasi yang telah terpasang di ponsel milikku ini.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
jess
tutup saja rekeningnya ganti rekening baru.
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Hallo author ijin baca ceritanya
goodnovel comment avatar
Idrus
Sumpah mengharukan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status