Nampak suamiku belum menyadari bahwa kartu ATM yang selama ini selalu ia bawah kemana saja, karena tidak pernah tertinggal dari dalam dampetnya, namun kini telah berpindah tangan.
Sampai saat ini, ketika ia hendak berangkat bekerja, nampak sikapnya yang biasa-biasa saja, justru sangat ceria seperti habis menang undian.Selepas ia berangkat ketempat kerjanya, tanpa sengaja ada yang menarik netra ini, sebuah benda pipih yang tergeletak diatas rak sepatu yang berada di sudut ruangan tamu. Karena penasaran tanpa pikir lama segera ku ambil, dan benar saja ada beberapa pesan masuk, yang tidak lain berasal dari komplotan keluarga benalu."[Gun, Minggu besok jangan lupa kamu datang kerumah ibu, sendiri saja, gak usah bawah anak sama istri kamu]" bunyi pesan pertama dari mbak Mila, kakaknya mas Guntur, sekaligus anak sulung dari ibu mertua, iya karena bapak mertua telah lebih dahulu meninggal, bahkan sebelum aku menjadi menantu di keluarga tersebut."[Gun, Minggu besok pulang, jangan lupa janji kamu kemaren]" bunyi pesan kedua, yang ternyata dari ibu mertua.Aku mengerutkan dahi ketika membaca pesan dari ibu mertua, dan janji apa yang diberikan oleh mas Guntur pada ibu mertuanya tersebut.Awas saja, kita lihat saja nanti. Apa yang sudah ia janjikan kepada ibunya tersebut. Haruskah itu ia sembunyikan dari aku, istrinya. Ataukah ini pula ada kaitannya dengan terkurasnya uang yang ada di kartu ATM milikku.Terlintas dibenakku, apa baiknya aku cetakkan kembali buku tabungan milikku tersebut. Yang aku tahu melalui buku tabungan yang dicetak kita bisa mengetahui keluar masuknya uang yang ada di sana, tetmaduk juga tanggalnya.Setelah menimbang-nimbang ide tersebut. Baiknya aku lakukan saja tinggal menunggu waktu yang pas, waktu Linggar ketika tidak berbenturan dengan waktu mengerjakan pesanan konsumen.Segera ku letakkan kembali gawai itu pada tempatnya semula, sebelum si empunya menyadarinya dan mungkin saja berbalik arah dan kembali pulang untuk mengambilnya.Ternyata suamiku selain lugu atau pintar sekali untuk dibodohi keluarga, ternyata ia juga seorang yang sembrono dan pelupa.*Setelah persiapanku mantap, segera aku melajukan motor yang tadi aku pinjam pada mbak Mamik tetangga sebelah rumah kontrakan dan untung saja beliau bersedia untuk aku mintai tolong menjaga Zaskia selama aku pergi untuk urusan yang sangat penting.Setelah aku sampai pada tempat tujuanku, aku sampaikan keperluanku pada customer servis dari sebuah bank yang menjadi tempat di mana aku menyimpan tabunganku.Aku utarakan niatku untuk mengganti nomer pin, juga membuat buku tabungan yang baru serta mencetakkan buku tabungan yang lama. Tidak sebentar memang perlu antri beberapa nomer yang ada di depanku. Untung saja aku tidak terlalu siang sehingga bisa mendapatkan nomer antrian yang tidak terlalu jauh.Sebenarnya mas Guntur sudah memiliki kartu ATM sendiri dari tempatnya bekerja. Karena melaui ATM tersebut suamiku menerima upahnya dari tempatnya bekerja.Aku percayakan suamiku untuk menyimpankartu ATM milik bersama kami, karena tiap gajian pun mas Guntur selalu menyisihkan sebagian dari gajinya sebagai operator produksi di sebuah pabrik untuk kami tabung. Dan di ATM bersama itulah ia menyimpan uang tabungannya tersebut.Selama lima tahun mengarungi bahtera rumah tangga, tak sekalipun suamiku itu memberi tahukan berapa besaran dari gaji yang diterimanya. Hanya saja ia selalu rutin memberiku dua juta setiap bulannya. Sebagian untuk ditabung, untuk ibunya, juga untuk pegangannya sendiri.Setiap kali aku tanya berapa gaji yang ia peroleh tiap bulannya, dan jawaban yang aku dapat selalu sama. "Itu urusan laki-laki, pokok aku kasih kamu uang belanja tiap bulannya!" seperti itu jawaban yang selalu aku dapatkan.Mas Guntur cenderung tertutup untuk urusan gaji ada istrinya.*Selesai mengurusi kepentingan ku itu, segera aku menuju rumah, menggembalikan motor, dan menggambil Zaskia, tak lupa aku memberikan sedikit oleh-oleh sebagai tanda terimakasih pada mbak Mamik.Sebelum mas Guntur menyadari dan pulang ke rumah, lebih baik segera aku meletakkan kartu ATM itu pada posisi seolah-olah terjatuh dari dalam dompetnya.*Benar saja dugaanku, ternyata deru suara motor milik mas Guntur sudah berada di halaman."Loh, mas, jam segini kok sudah pulang?" tanyaku basa-basi.Aku mengekor dibelakang suamiku. Untung saja pesanan makan untuk hari ini masih kosong, sehingga aku bisa segera mengurusi tentang tabungan yang raib entah kemana. Dan sebagai bukti, tak lupa aku mencetakkan buku tabungan ku tersebut, guna mengetahui detailnya."Iya, ada yang kelupaan." Jawabnya.Sambil terus berjalan dengan tergesa-gesa menuju kamar kami, dia membuka lemari tempat dimana ia biasa meletakkan dompetnya."Kamu nyari apa, mas?""Anu--Hp sama ATM mas ketinggalan." ucapnya sambil celingukan dan membolak-balikan baju yang telah aku tata rapi di rak lemari."Kamu lupa kali narohnya." ucapku, dengan sedikit berakting peduli dan ikut mencari. "Ini apa, mas." ku tunjukkan kartu tersebut yang terselip diantara tumpukan celana dalamnya."Oh, iya, mas ngak kelihatan nyelip disitu." jawabnya sambil nyengir. "HP-nya sudah ketemu belum?" tanyaku."Belum, masih mau mas cari, mas lupa naroh tadi pagi."Setelah menemukan apa yang di cari, bergesas ia kembali ke tempatnya bekerja.Ada yang sedikit mencubit hati ini, ternyata yang ia dan keluarganya perlukan saja yang diingatnya.Ku kira selain keperluan mencari barangnya yang tertinggal, ia juga akan menghampiri putrinya yang sudah tertidur atau menanyakan tentang putrinya.*Hari Minggu pun tiba, seperti pesan yang telah dikirimkan oleh ibu mertua dan kakaknya, selepas menjalankan kewajibannya, suamiku buru-buru untuk bersiap, dan ketika aku tanya mau kemana dan ada urusan apa jawaban mengecewakan yang aku dapat.Dia beralasan bahwa hari Minggu ini, ia ada kerja lembur.Tak ingin membuatnya menaruh curiga karena aku juga, telah membaca pesan yang dikirimkan di hpnya tersebut.Selepas kepergian suamiku kerumah ibunya, aku menyibukkan diri dengan mempersiapkan bahan-bahan untuk pesanan hari esok, karena sebelumnya aku sudah meminta tolong pada mbak Tatik, seseorang yang biasa aku mintai bantuan untuk membantuku mempersiapkan orderan makanan yang dari para pelanggan.Terbesit oleh ku untuk menyadap HP yang selalu digunakannya untuk berhubungan dengan keluarganya.Ingin mengetahui seperti apa kelakuan keluarga suamiku dibelakang ku, yang dengan tega memanfaatkan kebaikannya.Ataukah aku yang salah melangkah hingga terjebak di kandang serigala yang berbulu domba.*Mengingat kejadian di waktu yang lalu.Bagaimana aku bisa mengetahui bagaimana aslinya tabiat mereka.Masih membekas di ingatan, ketika awal-awal aku tinggal bersama mereka sewaktu aku hamil Zaskia.Bagaimana tidak, ibu mertua menuduhku tanpa bukti telah mencuri makanan yang kita dapatkan dari hajatan salah satu dari saudara mertua, betapa perih tuduhan tersebut yang jelas-jelas mbak Mila-lah, anak selungnya yang sudah mengambil bagianku, dan itupun telah diketahui oleh bulek Sri, yang merupakan adik kandung dari ibu mertua.Bukan hanya itu, seorang ibu yang tega mengadu domba anaknya sendiri, dengan menuduhku telah menelantarkan dan tidak merawat nya sewaktu dia sakit serta menuduhku yang katanya aku tidak memberinya makan. Suamiku tanpa bertanya padaku, ia memarahiku dengan mengatakan menyesal telah menjadikanku istrinya, tetapi untung saja kejadian tersebut diketahui oleh bulek Sri, yang mana tempat tinggalnya adalah berada bersebelahan dengan rumah ibu mertua. Beliau mengatakan pada suami ku jika semua yang diadukan ibunya itu tidak benar adanya, justru ibunya-lah yang membuang-buang makanan.*Tak ingin terpuruk dalam rasa sakit dari masa lalu.Aku sebagai istri ingin meluruskan kewajiban suamiku sebagai anak terhadap ibunya, juga sebagai seorang suami kepada istrinya.Aku masih berharap suamiku tersebut masih bisa menyadari akan perbuatannya itu.Jika memang pilihannya adalah tetap maka pilihan untuk mundur yang akan aku pilih.Dua bulan sudah Bu Marni beserta kedua cucunya tinggal bersama di kediaman milik Ana. Mereka juga telah mengembalikan lagi rumah yang beberapa tahun pernah mereka singgahi pada pemilik aslinya, Bulek Sri yang tidak lain adalah adik ipar Bu Marni.Ana berhasil mengubah kebiasaan buruk dan malas dari kedua anak kakak iparnya itu. Desi dan Deska sekarang enjadi anak yang mulai bertanggung jawab atas tugasnya. Ana juga kembali menyekolahkan kedua keponakannya itu di sekolah yang lebih dekat dari rumahnya. Kedua anak itu harus belajar ekstra dan lebih giat untuk mengejar ketertinggalan mereka. Jika sebelumnya mereka bersekolah di sekolah negeri. Untuk saat ini mereka harus menerima untuk sekolah di sekolah milik swasta di karenakan banyak ketertinggalan dari tempat yang sebelumnya.Seperti pagi ini. Desi mulai terbiasa bangun di pagi hari begitu juga dengan Bu Marni dan juga Deska, adiknya. Ana mengajarkan kedua anak tersebut tentang agama yang selama ini kurang mereka perhatikan. Desi da
Aku kira ini cuma mimpi di siang bolong. Gara-gara ketiduran setelah memberi ASI pada jagoan kecilku yang aku beri nama Alfathrizki.Iya, aku sudah melahirkan. Tepat satu hari setelah kedatangan mas Guntur. Lebih cepat satu Minggu dari HPL prediksi ibu bidan tempat biasa aku priksa.Siang ini matahari sangat terik. Aku yang berinisiatif untuk membuka pintu agar angin dari luar bisa masuk ke dalam rumah, tanpa sengaja di kejutkan oleh kedatangan tiga orang yang sangat familiar dengan ku. Ternyata di depan pagar rumahku nampak seseorang paruh baya yang tengah terduduk di atas tanah yang di temani oleh dia orang bocah yang tidak lain adalah Desi dan Deska. Nampak mereka sedang berunding. Entah apa yang sedang dirundingkan oleh mereka aku pun tidak tahu karena tidak bisa mendengarnya langsung.Ada apa dengan mereka? Apa hal yang membuat mereka hingga sampai di rumahku? Mungkin mereka tidak akan menduga jika rumah reyot yang sering mereka singgung sudah berubah menjadi istana kecil ini.
Pada akhirnya bu Marni tersadar. Hanya kecewa yang ia peroleh dari putri kesayangannya.Justru dalam kondisi sudah tidak muda lagi dan tenaga yang terbatas. Semua anak-anaknya pergi meninggalkan dia. Yang membuat dada semakin sakit adalah karena merasa salah satu dasi meret yang pergi itu adat karena kecewa oleh dirinya."Nek bagaimana dengan nasib kita," tangis pilu cucu sulungnya.Bukannya menjawab justru Bu Marni ikut pula menangis seperti kedua cucunya.Meski pergi meninggalkan rumah, kini hanyalah tersisa Guntur yang masih dekat dengannya. Bukannya tak tahu alamat akan anak dan menantunya untuk ia meminta perlindungan. Namun sudah terlanjur malu atas perbuatannya itu sendiri. Apa mungkin bu Marni akan menjilat kembali ludahnya, setelah dengan pongahnya ia dengan mulutnya sendiri yang menghebdat menantunya tersebut untuk pergi."Nek, kita cari om Guntur, ya?" celetuk Desi seolah memberikan jalan keluar bagi mereka."Iya, nek kita cari om Guntur atau kita pergi saja ke rumah tante
Satu Minggu kemudian.Di tempat lain. Di kediaman yang di tempati oleh Bu Marni--- Ibu dari Guntur dan juga Mila---kakak Guntur."Nek, Deska lapar ni, Nek!" rengek Deska pada wanita paruh baya tersebut.Bu Marni sendiri sudah sangat gelabakan. Bagaimana tidak. Semenjak Guntur meninggalkan rumah mereka. Anak perempuan yang selalu didukungnya itu seolah lepas tangan. Satu Minggu semenjak kejadian tersebut, bahkan Mila sendiri sudah jarang terlihat di rumah. Bukan itu saja. Mengeluarkan uang sekedar untuk makan Ibu dan anaknya saja dia sangat sayang dan bisa di bilang pelit."Sabar, ya. Nunggu mama kalian pulang dulu," ucap perempuan yang rambutnya sudah hampir berubah menjadi putih tersebut."Mama itu pergi kemana sih, Nek? Kok gak pulang-pulang?" tanya si sulung, Desi yang juga merasa sudah sangat lemas."Sabar ya ... Mama kalian itu kan pergi kerja, cari uang buat kita." Nenek dari dia orang cucu itu mencoba menghibur cucu-cucunya."Kerja tapi kenapa pas kita mintai uang, mama selalu
Aku sangat emosi hari ini setelah mendengar dan mengetahui apa yang sudah di rencanakan oleh Ibu dan juga kakakku.Entah apa yang ada di otak mereka. Mereka pikir aku ini apa? Aku sudah seperti barang saja yang bagi mereka dengan gampangnya bisa ditukar dengan uang dan kehidupan yang mapan. Aku sudah salah bersikap. Harusnya aku mendengar ucapan Ana. Harus bisa tegas pada Ibu juga mbak Mila."Arrggggh ...!" teriak ku marah karena kecewa.Apa aku ikut bersama Ana saja. Iya ... setidaknya itu lebih baik. Dari pada nasibku kedepannya akan ditukar oleh mereka dengan uang dan gelimang harta. Belum tentu juga aku akan bahagia. Bisa-bisa hidup tertekan tanpa warna.Lebih baik aku susul saja istriku di rumahnya. Bodoh amat dengan apa yang akan aku hadapi nanti.Gegas masuk kedalam kamar. Aku ambil beberapa potong baju. Tidak mungkin aku harus wira-wiri.Setelah selesai mengemas pakaian. Aku segera keluar kamar. Tanpa ingin pamit tak ku hiraukan dua wanita yang selalu ku taruh rasa hormat itu
Seharian mengurusi rumah. Mulai dari berbelanja perlengkapan rumah, kebutuhan dapur dan lainnya. Tubuh ini Setelah terasa sangat letih. Mungkin pengaruh dari kondisi kehamilan ini. Untung saja sore tadi aku sempatkan untuk memesan makanan cepat saji secara online jadi tidak perlu ribet harus bejibaku dengan kerepotan di dapur, karena kondisi dapur juga belum bisa digunakan untuk beraktifitas. Aku merasa sangat puas. Meski tidak sesempurna namun puas dengan hasilnya. Rumah sudah terisi berbagaiperlengkapannya. Tinggal menata bagian dapur. Mungkin aku harus istirahat dulu sebelum mengerjakannya. Ingin meminta bantuan tetangga rasanya juga malu. Bukan apa. Hanya saja aku tidak mau dan tidak suka jika nantinya muncul pertanyaan dari mereka di mana suamiku? Kenapa dikerjakan sendiri? Dan lain sebagainya. Malas saja menanggapi ocehan orang yang sebenarnya tidak tahu kejadian nyatanya.Pagi menjelang badan sudah kembali bugar. Setelah menyelesaikan ibadah wajib, aku langsung turun ke dapur