"Apa yang kamu bawah ini, Fit...?" raut kekesalan nampak di wajah ibu mertua.
Senyum mengejeknya tiba-tiba menghilang, berganti merah padam.Jelas lah jika ibu mertua sangat shock dan murka, bagaimana tidak, rendang daging yang dinantinya sengaja yang ku masak adalah rendang tahu, begitupun dengan ayam krispi, aku ganti daging ayamnya dengan tahu toh juga ku bumbui sama seperti bumbu ayam krispi.Ingin makan enak tapi gak mau kasih modal.Bukannya mau perhitungan dengan keluarga dari suamiku, tapi mereka sendiri yang sudah sangat keterlaluan, tak pernah mengingat dan menganggapku juga anakku jika mereka sedang senang, bahkan uang yang sebenarnya mereka pergunakan itu adalah hak ku juga anakku.Bahkan perlengkapan yang sudah mereka beli diam-diam tanpa sepengetahuanku juga yang hasil kerja kerasku yang sengaja diambil tanpa ijin oleh suamiku.Pun dengan suamiku sendiri, ia sangat lah perhitungan dengan keluargaku termasuk dengan bapakku sendiri.Teringat ketika aku memintanya untuk sedikit menyumbang biaya pengobatan bapak, yang waktu itu karena adanya tumor jinak di kaki bapak, maka mau tidak mau harus ditindak lanjuti dengan melakukan pembedahan atau operasi kecil.Hanya menyumbang sebagian, bukan membayar biaya sepenuhnya, karena kakak laki-laki ku, yaitu bang Ilham juga mau membiayai operasi bapak, namun dikarenakan bertepatan dengan operasi kuret istrinya yang baru saja mengalami keguguran, mau tidak mau-mau kakakku harus membagi uangnya.Belum juga satu minggu bapak keluar dari rumah sakit, juga bekas lukanya yang belum mengering, tega-teganya mas Guntur suamiku itu menagih uangnya kepada bang Ilham, dengan alasan ada keperluan yang sangat mendesak, apa lagi kalau bukan untuk kepentingan keluarganya.Mendapati hal tersebut, aku hanya bisa mengelus dada, dan meminta maaf atas perilaku suamiku itu kepada bapak juga bang Ilham.Harusnya uang sebagai biaya meringankan beban untuk bapak juga bang Ilham, karena selama ini yang merawat bapak adalah bang Ilham dan istrinya, karena ibu sendiri juga telah berpulang ke Rahmatullah ketika aku masih duduk di bangku SMA. Namun oleh suamiku uang itu di jadikannya sebagai uang pinjaman yang dipinjam oleh bapak kepada kami.Sunguh sangat malu, harusnya sebagai seorang anak ini adalah kesempatan untuk sedikit menunjukkan bakti kita kepadanya.Kalo suamiku saja bisa perhitungan dengan keluargaku, aku juga akan mulai perhitungan pula pada keluarganya."Emang kenapa, Bu?" tanya mbak Mila.Ia berjalan kearah ibu mertua, dan melihat apa yang dinjukkan oleh ibunya itu kepada ku."Lihat ini, Gun, apa yang dibawah oleh istrimu itu!" ibu memberi perintah pada mas Guntur untuk mengecek isi dari box makanan yang diangkat oleh ibunya.Suamiku pun mengikuti perintah dari ibunya, segera diambilnya box itu dari tangan ibunya, dan melihat kedalam isinya.Ekspresi terkejut juga yang diperlihatkan oleh mas Guntur, mata nyalangnya menatap ke arahku."Maksud kamu itu apa, Fit, ngasih ibu makanan kayak gini?" hardik mas Guntur kepadaku.Aku tahu, pasti dia sangatlah malu pada keluarganya.Dia sendiri yang berkoar-koar akan membawakan rendang dan ayam krispi untuk keluarganya, tapi gak mau keluar modal, jadi jangan harap aku mau keluarin uangku untuk mereka.Mereka makan enak saja gak pernah ingat, justru aku dan anakku yang tiap hari makan paje tahu, tempe, telur untuk Zaskia, aku berkorban seperti ini, berhemat agar keingin untuk segera memiliki rumah bisa segera terwujud.Namun sayang, justru suami dan keluarganya yang menghancurkan harapan ku tersebut.Dengan sengaja mereka memoroti mas Gutur untuk kesenangan mereka sendiri.Aku rela dan tak akan pernah mengikhlaskan uangku yang telah mereka ambil."Itu rendang mas." ucap ku datar."Rendang apaan, kamu tau itu tahu bukan daging!" sungutnya."Yang bilang rendang daging juga siapa, itu memang rendang tahu dan tahu krispi." aku juga tak kalah bersungutnya."Makanya kalo kepengen makan enak itu modal, lha kalian pengen makan enak tapi gak mau keluar uang, kamu mas, emang kamu ngasih uang aku buat belanja masakin keluargamu? Gak kan? Kalo saja kamu gak perhitungan sama keluargaku, aku juga gak akan perhitungan sama keluargamu mas." jelasku panjang lebar.Seketika mereka diam, terutama mas Guntur, karena apa yang aku ucapkan, benar apa adanya."Kamu, Ros, enak banget kepengen ini, kepengen itu, kenapa minta sama suamiku, bukannya suamimu itu Yoga! Hah! Kamu pikir aku gak tahu kelakuanmu. Pasti mesin cuci baru itu juga kamu kan yang minta sama ibu, biar ibu yang minta sama suamiku.Apa kalian kira itu uang semua milik mas Guntur! Itu uang juga sebagian besar hasil kerja kerasku, emang kalian yang cuma ongkang-ongkang kaki saja minta ini minta itu, tanpa mikir itu uang datangnya dari mana.Untuk ibu, aku gak pernah melarang mas Guntur berbakti sama ibu, tapi Fitri mohon sama ibu, tolong jangan memanfaatkan dan korbankan kami demi kesenangan anak ibu yang lain. Fitri selama ini diam saja melihat ibu yang teramat sangat pilih kasih sama Fitri juga Zaskia.Kamu mbak, kamu itu kakak dari suamiku, tapi kamu tega memanfaatkan adikku sendiri, hanya karena suamimu memberi informasi lowongan kerja, itu kalian anggap sebagai hutang budi yang harus kami bayar tiap bulannya, kamu bisa menjumlahkan berapa uang yang telah suamiku berikan untuk kalian, tak cukupkah selama lima tahun dengan satu juta perbulan untuk diberikan pada kalian.Aku juga kepengen seperti yang lain, kepengen punya rumah sendiri, tapi kalo terus-terusan kalian ganggu kapan aku dan mas Guntur bisa hidup normal.Kamu mas, kalo kamu lebih berat sama keluargamu dari pada anak istrimu, baik, aku gak akan menghalangi, dan aku lebih baik mundur mas.Sudah cukup batinku kalian sakiti selama ini.Aku dan Zaskia juga bisa hidup tanpa kamu mas.Lebih baik, kamu hidupi itu keluargamu, biar mereka yang bahagia dan kamu yang menanggung derita."Segera aku pergi meninggalkan mereka yang masih terdiam ditempatnya, aku mengambil Zaskia yang masih tertidur dikamar.Sengaja aku telah menghubungi bang Ilham sebelum ibu mertua balik kerumah."Dasar perempuan sombong, kita lihat saja kamu bisa hidup apa tidak tanpa suamimu." masih terdengar cacian dari mbak Mila."Biar saja, Gun, kita lihat saja, palingan juga itu gertakan sambal." Ibu mertua ikut menimpali.Ku percepat langkah ku tanpa ingin menoleh dan berpamitan pada mereka, juga mas Guntur tak ada sedikitpun niat untuk mencegah istrinya.Kebetulan juga bang Ilham sudah sampai di gang depan sehingga tak perlu jauh-jauh aku berjalan sambil menggendong Zaskia yang rupanya sudah mulai terbangun.Aku sudah putuskan untuk tinggal sementara di rumah bapak.Dengan menaiki mobil sayur milik bang Ilham, aku memintanya untuk mampir sebentar ke rumah kontrakan kami sekedar mengambil keperluanku juga Zaskia, sebelum melanjutkan perjalanan kerumah bapak, karena tak ada barang berharga yang kami punya dan kami simpan, kecuali buku tabungan milik kami berdua yang sudah aku amankan.Dua bulan sudah Bu Marni beserta kedua cucunya tinggal bersama di kediaman milik Ana. Mereka juga telah mengembalikan lagi rumah yang beberapa tahun pernah mereka singgahi pada pemilik aslinya, Bulek Sri yang tidak lain adalah adik ipar Bu Marni.Ana berhasil mengubah kebiasaan buruk dan malas dari kedua anak kakak iparnya itu. Desi dan Deska sekarang enjadi anak yang mulai bertanggung jawab atas tugasnya. Ana juga kembali menyekolahkan kedua keponakannya itu di sekolah yang lebih dekat dari rumahnya. Kedua anak itu harus belajar ekstra dan lebih giat untuk mengejar ketertinggalan mereka. Jika sebelumnya mereka bersekolah di sekolah negeri. Untuk saat ini mereka harus menerima untuk sekolah di sekolah milik swasta di karenakan banyak ketertinggalan dari tempat yang sebelumnya.Seperti pagi ini. Desi mulai terbiasa bangun di pagi hari begitu juga dengan Bu Marni dan juga Deska, adiknya. Ana mengajarkan kedua anak tersebut tentang agama yang selama ini kurang mereka perhatikan. Desi da
Aku kira ini cuma mimpi di siang bolong. Gara-gara ketiduran setelah memberi ASI pada jagoan kecilku yang aku beri nama Alfathrizki.Iya, aku sudah melahirkan. Tepat satu hari setelah kedatangan mas Guntur. Lebih cepat satu Minggu dari HPL prediksi ibu bidan tempat biasa aku priksa.Siang ini matahari sangat terik. Aku yang berinisiatif untuk membuka pintu agar angin dari luar bisa masuk ke dalam rumah, tanpa sengaja di kejutkan oleh kedatangan tiga orang yang sangat familiar dengan ku. Ternyata di depan pagar rumahku nampak seseorang paruh baya yang tengah terduduk di atas tanah yang di temani oleh dia orang bocah yang tidak lain adalah Desi dan Deska. Nampak mereka sedang berunding. Entah apa yang sedang dirundingkan oleh mereka aku pun tidak tahu karena tidak bisa mendengarnya langsung.Ada apa dengan mereka? Apa hal yang membuat mereka hingga sampai di rumahku? Mungkin mereka tidak akan menduga jika rumah reyot yang sering mereka singgung sudah berubah menjadi istana kecil ini.
Pada akhirnya bu Marni tersadar. Hanya kecewa yang ia peroleh dari putri kesayangannya.Justru dalam kondisi sudah tidak muda lagi dan tenaga yang terbatas. Semua anak-anaknya pergi meninggalkan dia. Yang membuat dada semakin sakit adalah karena merasa salah satu dasi meret yang pergi itu adat karena kecewa oleh dirinya."Nek bagaimana dengan nasib kita," tangis pilu cucu sulungnya.Bukannya menjawab justru Bu Marni ikut pula menangis seperti kedua cucunya.Meski pergi meninggalkan rumah, kini hanyalah tersisa Guntur yang masih dekat dengannya. Bukannya tak tahu alamat akan anak dan menantunya untuk ia meminta perlindungan. Namun sudah terlanjur malu atas perbuatannya itu sendiri. Apa mungkin bu Marni akan menjilat kembali ludahnya, setelah dengan pongahnya ia dengan mulutnya sendiri yang menghebdat menantunya tersebut untuk pergi."Nek, kita cari om Guntur, ya?" celetuk Desi seolah memberikan jalan keluar bagi mereka."Iya, nek kita cari om Guntur atau kita pergi saja ke rumah tante
Satu Minggu kemudian.Di tempat lain. Di kediaman yang di tempati oleh Bu Marni--- Ibu dari Guntur dan juga Mila---kakak Guntur."Nek, Deska lapar ni, Nek!" rengek Deska pada wanita paruh baya tersebut.Bu Marni sendiri sudah sangat gelabakan. Bagaimana tidak. Semenjak Guntur meninggalkan rumah mereka. Anak perempuan yang selalu didukungnya itu seolah lepas tangan. Satu Minggu semenjak kejadian tersebut, bahkan Mila sendiri sudah jarang terlihat di rumah. Bukan itu saja. Mengeluarkan uang sekedar untuk makan Ibu dan anaknya saja dia sangat sayang dan bisa di bilang pelit."Sabar, ya. Nunggu mama kalian pulang dulu," ucap perempuan yang rambutnya sudah hampir berubah menjadi putih tersebut."Mama itu pergi kemana sih, Nek? Kok gak pulang-pulang?" tanya si sulung, Desi yang juga merasa sudah sangat lemas."Sabar ya ... Mama kalian itu kan pergi kerja, cari uang buat kita." Nenek dari dia orang cucu itu mencoba menghibur cucu-cucunya."Kerja tapi kenapa pas kita mintai uang, mama selalu
Aku sangat emosi hari ini setelah mendengar dan mengetahui apa yang sudah di rencanakan oleh Ibu dan juga kakakku.Entah apa yang ada di otak mereka. Mereka pikir aku ini apa? Aku sudah seperti barang saja yang bagi mereka dengan gampangnya bisa ditukar dengan uang dan kehidupan yang mapan. Aku sudah salah bersikap. Harusnya aku mendengar ucapan Ana. Harus bisa tegas pada Ibu juga mbak Mila."Arrggggh ...!" teriak ku marah karena kecewa.Apa aku ikut bersama Ana saja. Iya ... setidaknya itu lebih baik. Dari pada nasibku kedepannya akan ditukar oleh mereka dengan uang dan gelimang harta. Belum tentu juga aku akan bahagia. Bisa-bisa hidup tertekan tanpa warna.Lebih baik aku susul saja istriku di rumahnya. Bodoh amat dengan apa yang akan aku hadapi nanti.Gegas masuk kedalam kamar. Aku ambil beberapa potong baju. Tidak mungkin aku harus wira-wiri.Setelah selesai mengemas pakaian. Aku segera keluar kamar. Tanpa ingin pamit tak ku hiraukan dua wanita yang selalu ku taruh rasa hormat itu
Seharian mengurusi rumah. Mulai dari berbelanja perlengkapan rumah, kebutuhan dapur dan lainnya. Tubuh ini Setelah terasa sangat letih. Mungkin pengaruh dari kondisi kehamilan ini. Untung saja sore tadi aku sempatkan untuk memesan makanan cepat saji secara online jadi tidak perlu ribet harus bejibaku dengan kerepotan di dapur, karena kondisi dapur juga belum bisa digunakan untuk beraktifitas. Aku merasa sangat puas. Meski tidak sesempurna namun puas dengan hasilnya. Rumah sudah terisi berbagaiperlengkapannya. Tinggal menata bagian dapur. Mungkin aku harus istirahat dulu sebelum mengerjakannya. Ingin meminta bantuan tetangga rasanya juga malu. Bukan apa. Hanya saja aku tidak mau dan tidak suka jika nantinya muncul pertanyaan dari mereka di mana suamiku? Kenapa dikerjakan sendiri? Dan lain sebagainya. Malas saja menanggapi ocehan orang yang sebenarnya tidak tahu kejadian nyatanya.Pagi menjelang badan sudah kembali bugar. Setelah menyelesaikan ibadah wajib, aku langsung turun ke dapur