Share

5. AMM! 5

"Fit...Fitri..., kamu di mana?" Terdengar suara teriakan saat diri ini sedang mengangkat jemuran di belakang rumah, yang aku yakin suara tersebut dari mas Guntur.

"Iya, mas, aku ada di belakang." Seruku. Aku masih tetap melanjutkan pekerjaan ku. Mengangkat jemuran yang sudah kering di belakang rumah kontrakan kami.

"Fit, sini, kamu!" Perintah dari suamiku. Nada suaranya pun terdengar tidak bersahabat.

Dengan menampakan raut wajah penuh dengan kemurkaan, aku yakin bahwa ibu dan kakaknya pasti telah melaporkan atas kejadian tadi siang padanya.

"Iya, mas, ada apa sih, mas, pulang-pulang teriak-teriak, bukannya ucap salam, liat tuh Zaskia baru aja tidur!" ujarku sambil menunjuk ke arah di mana aku menidurkan anak kami. " Awas, ya, kalo sampai dia terbangun." Ancamku.

"Sini," sambil menarik tangan kiriku, karena tangan kananku sedang membawa keranjang jemuran. Aku berjalan sempoyongan dan hampir saja terjatuh karena tarikan yang tiba-tiba tersebut.

"Apa yang kamu lakukan sama ibu juga mbak Mila!" sentaknya.

Mata laki-lakiku ini berubah merah. Tatapannya pun nyalang seperti ingin memangsa yang ada didepannya.

"Memang apa yang sudah aku perbuat sama mereka?" Aku mengulangi pertanyaannya. Dia kira istrinya yang lemah ini akan takut dan menciut nyalinya. Justru aku memberanikan diri dengan membalas tatapannya dengan tatapan yang tidak kalah nyalangnya.

"Memang apa yang sudah mereka adukan sama kamu?" tanyaku. Aku mendesak suamiku agar mengulang apa yang sudah ibu dan kakaknya adukan pada dirinya.

"Kamu tega mengusir mereka dari sini, kamu tega, Fit. Padahal ibu dan mbak Mila sudah repot-repot untuk datang kesini, malah kamu kacangin, kamu biarkan orangtuaku menunggumu di depan rumah, dan kepanasan, bahkan kamu pelit untuk berbagi sedikit dengan mereka." Ucapan dari mas Guntur cukup membuatku tercengang.

Padahal aku sendiri juga tidak pernah mengundang mereka. Salah mereka sendiri datang tanpa diundang dan dengan niatan karena ada yang mereka mau dari sini. Dasar gak punya malu. Rakus? Mungkin satu kata itu tepat untuk keluarga Mas Guntur.

Ternyata selain pelit, keluarga itu juga aktingnya cukup bisa diacungi jempol.

Pelit plus, plus, deh keluarga suamiku itu. Mereka sendiri tidak mau berbagi denganku tapi tanpa punya malunya menginginkan agar aku tetap mau berbagi dengan keluarganya.

Munkin mereka butuh terapi khusus untuk menyehatkan otaknya juga agar bisa berpikir waras seperti kebanyakan orang.

"Mas, apa kamu perlu cermin yang berukuran besar?" sarkas ku. Tujuannya agar dia bisa berkaca. Apakah yang sudah keluarganya perbuat padaku itu sudah baik dan benar.

"Cermin, maksudmu apa? Kamu menawariku sebuah cermin? Aku lagi bahas masalah mu dengan keluargaku, bukan butuh cermin." sungutnya. Ternyata selain muda ditipu keluarganya. Mas Guntur juga ternyata lemot dalam berpikir alias O"n.

"Yang namanya cermin itu, di mana-mana ya, buat bercermin lah. Harusnya kamu itu ngeh--dengan maksudku menawarkan cermin, itu supaya kamu bisa ngaca.

Memang pernah keluargamu berbuat baik sama istri anak kamu, pernah gak? Kalo aku gak maksa kamu keluar dari rumah ibumu, pasti sekarang kamu sudah gak punya anak istri, jelas berlama-lama hidup berdampingan dengan keluargamu itu bikin aku mati mendadak, untung saja ada bulek Sri yang baik juga selalu memberiku kekuatan serta dorongan untuk bisa bertahan di sana.

Jangan kamu kira, kalo Keluargamu itu sudah keterlaluan memanfaatkanmu, memanfaatkan uangmu, terlebih kakak perempuanmu itu. Bisa-bisanya dia meminta bayaran balas budi setiap bulan dari gaji yang kamu dapat, jelas itu tidak masuk akal, dan tidak akan bisa kamu jumpai ditempat lain, kecuali di keluargamu sendiri.

Kamu terlalu berat sebelah, lebih mementingkan keluargamu di sana dari pada anak istrimu ini, ingat jangan sampai kamu menyesal suatu saat nanti, bila anakmu tidak sedikitpun memiliki rasa sayang pada ayahnya sendiri, karena memang kamu lebih condong kepada anak-anak dari saudaramu itu."

"Apa maksud kamu, menyumpahi suamimu sendiri seperti itu, hah!"

"Apa pernah, sedikitpun kamu perhatian pada anak istrimu? Apa pernah sekali saja kamu mikirin kebutuhan anak mu? Pernahkah kamu sekali saja memberikan sedikit sekejutan untuk anak istrimu? Hah! Hampir empat tahun kita berumah tangga belum satu kali pun, aku dan Zaskia pernah mendapati kamu belikan baju baru, bahkan di momen hari raya di saat sodara-sodaramu berkumpul, anak istrimu hanya terima barang-barang bekas dari keluargamu, apa kamu pernah mikir pake otak sebagai kepala rumah tangga, sebagai suami juga ayah untuk menyenangkan keluarga kecilmu? Ah, betapa bodohnya diri ini mengharapkan hal mustahil dari orang seperti mu, yang kau utamakan hanya ibu dan saudara-saudaramu saja. Ingat kamu mas, batas kesabaran orang meskipun tak terhingga namun saja tetap ada titik lelahnya, bahkan diam-diam kamu menghabiskan uang tabungan kita, yang susah payah kita kumpulkan hanya demi kesenangan keluargamu, jangan kira aku tidak mengetahuinya, kamu ingat kan uang tabungan itu bukan sepenuhnya uang yang kamu hasilkan, kamu kira aku perempuan bodoh yang gampang kamu dan keluargamu bodohi, aku selalu mencatat setiap rupiah hasil jerih payahku untuk ditabung bersama dengan uang yang kamu hasilkan, dan perlu aku ingatkan jika separuh dari tabungan itu adalah uangku, tapi kenapa kamu gunakan seenaknya tanpa ijin dariku untuk kepentingan keluargamu itu! benar kan apa yang aku omongkan ini, cepat jawab, mas, kamu tidak bisu atau tuli kan?" akhirnya setelah sekian lama emosi yang selalu aku tahan-tahan, pada akhirnya akan meletup juga bagaikan bom waktu, yang bisa saja akan menghancurkan segalanya.

"Ba--bagaimana kamu tahu?" ucapnya gugup.

Tiba-tiba macan yang terlihat begitu garang dalam sekejap berubah menjadi anak itik, seng takut di serang oleh seekor kucing.

"Aku tidak bodoh, mas, tentu aku bisa mengeceknya melalui mobile banking dari HP-ku, kamu lupa, kalau kamu sendiri yang memintaku untuk dijadikan satu saja antara tabunganku dan uang tabunganmu, jelas aku juga punya nomor rekening juga nomor pin-mu."

"Aku juga tahu, kamu memenuhi kebutuhan ibumu yang mendapat hasutan dari ipar perempuanmu untuk memenuhi kebutuhan mereka termasuk membeli semua perlengkapan rumah tangga, yang dikarenakan adik laki-laki mu itu gak becus nyari duit, terus kamu mau-maunya dikadalin, kamu bangga dikadalin sama mereka? kamu yakin perbuatanmu ini tidak menjadikan hisab bagi hidupmu yang akan kamu bawah sampai mati? Hah! Kamu sebenarnya pernah diajarin agama sama orangtuamu apa tidak , sih, mas? Kamu ngerti hukum dalam agama ngak? Tapi percuma juga ngomongin agama sama kamu, percuma, ujung-ujungnya cuma bikin mulutku berbusa saja!" tanpa menunggu jawaban darinya, segera ku tinggalkan dia, biar saja merenungi apa yang baru saja ia dengar tentang kebenaran yang ku utarakan.

'Ya Allah, semoga Engkau luruskan kembali otan dan hati suami hamba-Mu ini, sebelum terlambat.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
FafasaD
mungkin bukan munkin
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Memang banyak lelaki salah kaprah lebih ngutamakan keluarga nya daripada anak dan istrinya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status