Share

6. AMM! 6

"Mas, kamu besok libur?" tanyaku pada suami.

Hari Sabtu biasanya suami hanya kerja setengah hari saja.

"Iya, ada apa kalo aku libur?" tanyanya balik.

Dengan masih memakai sepatunya sebelum ia berangkat ke tempat kerja.

"Antar aku ke rumah ibu." pintaku.

Mendengar permintaan ku, seketika suamiku menampakkan lipatan di keningnya.

"Kok tumben, kenapa tiba-tiba mau kesana, bener kan kamu menyesali perbuatan mu pada ibu dan mbak Mila? Kamu gak tenang kan? Maksudnya kamu kesana mau minta maaf."

Respon menyebalkan yang diberikan olehnya.

Oke..., lah, aku iyakan saja, sambil tersenyum kecut.

"Jangan lupa, kamu masakin daging rendang dan ayam goreng crispynya, itung-itung buat ganti yang kemaren," imbuhnya.

"Hmm." hanya itu yang keluar dari mulutku.

*

Keesokan paginya.

"Mas sudah belum," teriakku.

Aku dan Zaskia sudah hampir tiga puluh menit menunggu mas Guntur yang masih bersiap untuk berangkat kerumah ibunya.

Ting...!

Ada notice pesan masuk di gawaiku.

[Bu, aku akan kerumah hari ini]

Ternyata suamiku berkabar pada ibunya.

[Tumben, ada perlu apa?]

Balas dari ibu mertua.

[Aku mengantar Fitri, buat minta maaf sama ibu juga mbak Mila]

[Gak salah, istrimu yang sok, itu beneran mau minta maaf]

[Bener, Bu, ibu gak usah masak hari ini, karena Fitri sudah Guntur suruh masak, buat gantiin makanan yang kemaren]

[Ibu, bilang juga ke mbak Mila]

[Fitri, masaknya banyak banget]

[Awas ya, kalo kamu bohong]

[Ya, sudah, cepetan kamu berangkatnya]

Ingin rasanya mentertawakan ulah suami dan keluarganya.

Di hadapan orang lain, mereka berasa yang paling benar, paling suci, suka menceramahi, juga mengomentari.

Tapi, pada kenyataannya mereka sendiri tak bisa mempraktikkannya.

Aku sedari pagi buta telah menyiapkan masakan, seperti yang diminta oleh mas Guntur, dan telah aku kreasikan menu tersebut sesuai budget yang ada.

Iya, tentu tanpa uang tambahan belanja dari suamiku, alasannya sebagai pengganti makanan kemaren, yang merupakan pesanan dari bu RW.

*

Akhirnya, setelah kurang lebih empat puluh lima menit perjalanan perjalanan yang kami tempuh, sampailah kami dirumah yang beberapa tahun lalu aku pernah tinggal di dalamnya, rumah yang tak ubahnya bagai neraka dunia bagiku, rumah dari pada milik mertuaku.

Setelah dua tahun puas dengan siksaan batin yang aku terima, aku beranikan diri ini untuk bisa keluar dari sana.

Tidak mudah memang, penuh dengan drama yang apik dimainkan oleh ibu mertua.

Muak, aku sudah hafal seperti apa kelakuan dari ibu mertuaku juga kedua iparku.

Aku masih ingin sehat lahir batin, sebelum terkena serangan gangguan jiwa, lebih baik aku segera pergi, untuk keselamatan jiwaku juga keutuhan rumahtangga ku.

"Assalamualaikum." ucapku dan mas Guntur berbarengan, setelah suamiku memarkirkan motornya di teras rumah milik orangtuanya.

Rumah milik ibu mertua ini, tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil.

Dulu, rumah ini hanya terdiri dari tiga kamar tidur, ruang tamu, ruang tengah, dapur, dan juga kamar mandi yang ada di bagian belakang rumah.

Namun, setelah aku tinggal di sini, banyak sekali perombakan di sana, sini.

Dapur yang dulu hanya beralaskan tanah, di bangun menjadi dapur yang lebih modern, tidak lagi beralaskan tanah, melainkan beralaskan keramik. Juga perlengkapan dapurnya, ada lemari es walau hanya dengan ukuran yang kecil, yang tidak lain di belikan oleh suamiku, mas Guntur, juga tungku kayu yang dulu sering aku gunakan untuk mengolah makanan untuk keluarga ini, sekarang tidak lagi ada karena telah berganti menjadi kompor gas.

"Waalaikumsalam." jawab seseorang, yang ku yakin itu suara milik Rosi, adik ipar suamiku.

Tak berapa lama pintu rumah ini pun dibukanya.

Entah kenapa setelah pintu tersebut terbuka, mata ini pun langsung tertuju pada pemandangan baru yang ada di depan mata, yaitu satu set meja dan sofa baru warna merah hati yang terlihat gagah dan memperlihatkan kemewahannya.

Seingatku saat satu bulan yang lalu, terakhir aku datang ke rumah ini, belum ada sofa baru ini.

"Eh, Rosi, ibu kemana, Ros?" tanya mas Guntur pada adik iparnya.

"Tadi bilangnya mau kerumahnya mbak Mila, mas."

"Tapi, aku lihat sepi-sepi saja di rumah mbak Mila, pintunya aja tertutup rapat." ucap suamiku yang masih berada di depan pintu, sambil menengok ke arah rumah sebelah yang merupakan rumah dari kakaknya.

Karena rasa penasaran yang sedari tadi menjalari pikiranku, aku berpamitan pada suami dan iparnya untuk menidurkan Zaskia yang memang sedari diperjalanan anak ini, tertidur dalam gendonganku.

Usai dari kamar, aku segera menuju ke arah dapur, dan benar saja, ku dapati lemari es yang berukuran jauh lebih besar dari sebelumnya ada juga meja makan set baru berbentuk oval dengan enam kursi yang berada di sisi kiri dan kanannya, juga di bagian belakang dapur yang merupakan kamar mandi dan tempat menjemur pakaian, disudut sebelah kanannya terdapat mesin cuci, karena masih nampak jelas dari stiker-stiker yang belum di kelupas, pun mata ini tertarik akan benda yang berserakan di tas mesin cuci tersebut, aku berjalan mendekat, ku ambil kertas yang masih merserskan beserta kantung plastik pembungkusnya, saat tangan ini ingin mengumpulkan kertas-kertas tersebut, tanpa sengaja ada secarik kertas kecil yang terjatuh dari tumpukan kertas yang lain. Saat tangan ini mulai mengambil dan membacanya, ternyata benar kertas tersebut adalah bukti nota pembayaran dari sejumlah barang elektronik, yang di sana pula tertera tanggal kapan pembelian barang-barang itu. Fix, tanggal yang tercantum sama persis dengan waktu mas Guntur di minta pulang oleh ibunya untuk menepati janjinya.

Oke, terjawab sudah bagaimana uang yabungan kami bisa tiba-tiba berkurang dengan begitu drastis, ternyata digunakan untuk menyenangkan dan memenuhi keinginan dari ibunya juga saudaranya.

Tidak munkin jika Yoga atau mbak Mila yang membelikan semua ini untuk ibunya.

Yoga adik dari mas Guntur terlalu nyantai jadi kepala keluarga dan dari dasarnya juga memang tipe orang pemalas. Apa-apa mengandalkan ibu mertua, otomatis ibu mertua uang dari suamiku.

Mbak Mila, teramat sangat tidak mungkin. Pelitnya saja gak ketulungan, separoh dari aliran listrik dirumahnya masih menyalur gratis dari rumah ibunya.

Masak saja disembunyikan dari ibunya, tapi kao di rumah ibunya ada makan enak, dia yang terlebih dahulu menikmatinya.

Awas saja kamu, mas. Aku yang sedari dulu ingin mempunyai lemari es juga mesin cuci untuk meringankan pekerjaan ku, tak pernah kau hiraukan, tapi dengan mengunakan uang tabungan yang susah payah aku kumpulkan, kau begitu mudahnya menghamburkan uang itu untuk kepentingan keluargamu.

"Fit...,Fitri...!" terdengar suara mas Guntur memanggilku.

Segera aku meletakkan kertas-kertas tersebut ketempatnya semula, tak lupa ku ambil secarik nota pembayaran itu untuk mencari jawaban dari mulut suamiku sendiri.

"Iya, mas, ada apa? Aku tadi di kamar kecil. ucapku, dan mendekat ke tempatnya.

"Mana makanan yang kamu bawah, kamu bagi sekalian punya ibu dan Rosi, juga buat mbak Mila, itu kasihan Rosi yang katanya belum makan karena nungguin kamu." mas Guntur menunjuk pada arah adik iparnya yang sudah menunggu di meja makan.

"Nunggu ibu dulu mas, gak sopan gak ada ibu, emang ibu belum pulang?" tanyaku.

"Belum, bentar lagi juga pulang."

"Ya, sudah, mas datangin aja ibu di rumahnya mbak Mila."

"Biar, Rosi saja mas yang panggil ibu." ucap iparku, bergegas ia beranjak dari tempat duduknya dan melangkah menuju pintu keluar.

Tak berselang lama, akhirnya ibu mertua yang disusul oleh mbak Mila berjalan masuk kedalam rumah.

"Kamu sudah nyampe toh, Gun?" tanyanya ada mas Guntur.

"Ngak, Bu, baru saja." jawabnya, segera ia menyambut tangan ibunya dan mencium punggung tangannya, begitupun dengan aku, mengikuti apa yang dilakukan oleh suamiku.

"Iya, Bu, baru setengah jam yang lalu." sahutku, seketika ibu mertua langsung mencebikkan bibirnya.

"Hush, jangan gitu, Fit." mas Guntur menegurku.

"Oh, iya, Bu, itu makanan kesukaan ibu sudah di bawain sama Fitri." lanjutnya, seraya menunjukkan kepada ibunya apa yang telah kami bawakan untuk mereka

Segera ibu membuka tutup dari box makanan yang aku bawah.

"Apa yang kamu bawah ini, Fit...?"

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Mael Julius
bagus jg mertuamu jahat ya emang jahat..pada kamu sok baik tp ngedumel ngga jelas..
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Keluarga benalu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status