Share

Bab 9: Melawan Centeng Tante Erna

Tak sulit mencari orang tua Astrid, setelah menempuh perjalanan hingga 6 jam naik bus milik travel, Langga tiba di kantor travel ini, lalu dengan naik ojek 30 menitan, dia tiba di alamat ini jelang senja, yang ternyata rumahnya sangat sederhana.

Hanya berdinding batako tanpa plester, saat Langga mengetuk, ia kaget yang membukakan pintu adalah seorang anak kecil cantik manis, tapi terlihat rambutnya berantakan, bahkan tubuhnya agak berbau, tanda belum mandi.

“Kamu…Andina kan…?” si gadis cilik ini mengangguk.

“Aku Om Langga, teman mendiang ibu kamu…mana nenek kamu Andina?”

“Nenek sakit Om…tuh berbaring di kasur!” Andina menyingkir dan mempersilahkan Langga masuk.

Di kamar yang sumpek dan tidak ada penerangan listrik, kecuali lampu teplok, Langga melihat seorang nenek renta hanya tiduran saja di kasur.

“Siapa dia Andina..” terdengar orang yang berbaring di kasur bersuara.

“Katanya Om Langga nek, temannya mendiang mama!”

“Mak kenapa…sakit apa Mak?” Langga kini mendekat dan memegang lengan kurus ibunda Astrid ini, Andina ikutan berdiri di samping Langga, pemuda ini menahan nafas mencium bau Andina yang benar-benar tak mandi, agaknya bukan sehari, bisa jadi berhari-hari.

“Penyakit lamaku kambuh, aku maag akut…!”

“Kenapa tak berobat ke dokter atau ke rumah sakit Mak..?” suara Mak Sartini, ibunda Astrid ini terbata-bata, kadang seperti meringis menahan sakit.

“Sejak…Astrid meninggal, tak ada lagi kiriman uang, Mak lalu kerja serabutan dan penyakit Mak kambuh…tak ada uang berobat, makanan pun dibantu tetangga!” sahut Mak Sartini masih dengan suara terbata.

Tanpa menunggu lama, Langga lalu membawa Mak Suhartini ke rumah sakit yang ada di Kabupaten, menggunakan ambulance desa, yang sebelumnya didatangi tetangga Mak Sartini yang sering berbaik hati memberi makanan.

Sambil menunggu Mak Sartini dirawat di rumah sakit, Langga membawa Andina ke hotel. Seolah memandikan anak sendiri, Langga tanpa sungkan mengosok tubuh gadis kecil berkulit putih ini hingga bersih dan harum.

Juga mengajari Andina menggosok giginya yang masih gigi susu, yang sebagian ada yang tanggal, Andina baru berusia 4 tahunan menuruti semua perintah Langga.

Dia percaya Langga orang baik, karena sudah membawa neneknya ke rumah sakit dan kini memandikannya di toilet hotel, bahkan sebelumnya memberikan makanan terenak yang baru kali ini dia rasakan.

Setelah kini mandi dan bersih, bahkan rambut hitam lebat lurusnya berbau harum sampo, Langga membelikan 3 stel baju baru berikut sepatunya.

Kini Langga langsung kagum, Andina menjelma jadi gadis kecil yang sangat cantik, 100 persen mirip Astrid.

Besoknya Langga dan Andina yang kini sudah berubah jadi gadis kecil yang cantik kembali menjenguk Mak Sartini.

Langga kaget saat Mak Sartini memintanya mendekat, seolah ini adalah pesan terakhirnya.  

“Nak Langga…aku percaya kamu orang baik, tolong pelihara Andina, sekolahkan dia seperti pesan Astrid padamu…aku lebih percaya kamu daripada saudara-saudaraku yang dan tak pernah menjenguk aku selama sakit.”

“Jangan begitu Mak, Langga yakin Mak akan segera sembuh dan kembali bersama Andina.” Tapi Mak Sartini malah menatap cucunya yang kini terlihat cantik dan tak kucel serta bau lagi.

“Andina…mulai sekarang, kamu sama Om Langga ya, jangan nakal, apapun ucapan Om Langga kamu turutin…nenek sudah tak kuat lagi…ibu dan kakek kamu selalu mendatangi nenek..!”

Tiba-tiba suara Mak Sartini melemah, Langga yang kaget langsung memanggil perawat yang berjaga.

*****

Langga memeluk Andina yang meringkuk kedinginan dan tertidur dalam bus travel, sehari setelah penguburan Mak Sartini yang meninggal di rumah sakit.

Maagnya sudah kronis, itulah sebab kematiannya. Langga memutuskan membawa Andina untuk dia pelihara, sesuai pesan nenek si gadis kecil ini.

Untungnya Andina tak rewel bahkan seolah mengerti, kalau dia kini adalah anak yatim piatu dan orang yang akan memeliharanya kelak Langga inilah.

Iba sekali Langga melihat Andina dalam usia yang baru 4 tahunan sudah harus kehilangan orang-orang terdekatnya.

Sampai di kos, bak seorang bapak yang perhatian, padahal Langga belum pernah menikah apalagi punya anak, bertekad akan menyayangi Andina seperti anaknya sendiri.

Langga beruntung, Andina anak yang cerdas dan rajin, penghuni kos yang lain awalnya heran, Langga tiba-tiba saja membawa seorang anak kecil.

Langga bilang Andina adalah anak angkat sekaligus keponakannyanya. “Ibu dan bapaknya meninggal dunia, jadi aku memeliharanya.” Semua rekan kos Langga percaya kisah ini dan memakluminya.

Namun Langga mulai berpikir, akan mencari rumah kecil, karena kos ini di larang membawa anak kecil. Apalagi saat melihat uang tabungan Astrid lebih dari 2 miliaran, cukuplah membeli sebuah rumah yang lumayan bagus, walaupun di pinggiran kota Jakarta.

Harapan Langga terwujud, 1 bulan kemudian dia dan Andina pindah ke rumah kecil yang berharga hampir 500 jutaan.

Keluar dari kos ini, Langga justru beruntung, 3 hari setelah nya terlihat 3 lelaki kasar yang ternyata centeng-centeng Tante Erna dan pernah menculiknya dahulu, mondar-mandir di depan kos elit ini.

Langga tahu diri, rumah ini kelak bila Andina besar adalah miliknya, karena uangnya milik Astrid. Langga lalu mencicil sebuah mobil jenis LGCG agar mudah ke mana-mana.

Dua bulanan hidup Langga adem ayem, di rumah kini ada teman yakni Andina yang makin dia sayangi, sehinga Langga bisa fokus susun skripsinya.

Namun, suatu hari Langga tak bisa mengelak, saat di dekat parkiran kampus dia kepergok tiga centeng Tante Erna.

“He-he…pemuda ganteng, ke mana aja ngilang…tuh ayank kamu nyari terus, katanya hanya kamu yang bisa bikin dia puas lahir batin!” salah satu centeng terkekeh melihat Langga yang kini pucat pias kepergok mereka.

Entah karena angin apa, Langga kali ini tak mau lagi konyol, dia mulai berani menunjukan nyali. “Aku tak mau, mau kalian paksa sekalipun aku tak bakalan mau ikuti kehendak kalian!” sahut Langga nekat.

“Duhh si ganteng, udah dikasih enak, dikasih duit lagi, masa nggak mau. Kalau aku jadi kamu, wuihh senang bingittt…mobil mewah dulu nggak bakal aku kembaliin!” olok temannya lagi, hingga wajah Langga merah padam.

Seorang centeng yang berdiri di belakang Langga langsung menyergapnya, Langga kaget dan berontak keras, walaupun tak punya basic beladiri, tapi karena rajin nge-ngym, tenaganya kuat juga.

“Ehhh si ganteng ngamuk…rasakan itu!” plakkkk….tamparan keras yang dilakukan teman si centeng di wajahnya membuat Langga nanar seketika.

Ketiga centeng ini tertawa tergelak, melihat Langga sempoyongan berdiri. Tapi pemuda ini sudah nekat, dia kali ini tak bakal menyerah, apapun yang terjadi.

“Jangan harap aku mau mengikuti kemauan kalian dan perempuan gila itu!” Langga berdiri dan memaksakan diri agar berdiri tegak, di tatap senyum mengejek ketiga centeng berbadan kokoh dan pastinya lihai berkelahi ini.

“Amboiii…si ganteng berani melawan kita…andai tak ingat pesan si Tante, pingin banget kuhajar lagi wajah ganteng itu!” olok salah satu centeng yang tadi memukul wajahnya, hingga mencetak biru di pipi Langga.

Sekali menyepak, kembali Langga terjatuh, ketiganya kembali terbahak-bahak melihat lemahnya pemuda tampan ini, beberapa mahasiswa yang melihat ini tak berani menolong Langga.

Apalgi saat melihat tampang serem ketiga centeng berbadan kokoh Tante Erna ini, nyali para mahasiswa menciut seketika.

“Heiii kalian jahattt…jangan keroyok dia!” tiba-tiba terdengar suara seorang wanita begitu lantang. Ketiga centeng ini kaget dan saling pandang.

*****

BERSAMBUNG

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Muhammad Nur Salampessy
waduh susah ya musti beli kain lagi
goodnovel comment avatar
Nurhalis Yahya
jldk banget novelnua ngga berkualitas
goodnovel comment avatar
Tonny Coolz
apps babi . silakan mampus saja ya yg membuat apps ini . mmg anjing bangettt .
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status