Share

Bab.3. Pergumulan Panas. (Warning21+).

"Sa-Sayang! Kamu be-belum tidur?" tanya Fahri terlihat gelagapan khawatir istrinya cemburu saat tau dia dan Mamahnya pulang di antar oleh Salsa.

Mendengar suara mobil berhenti di depan rumah tentu membuat Nadhira penasaran, karena dia tau kalau suami dan mertuanya pergi tanpa menggunakan mobil.

"Kalian baru pulang?" Astagfirullah Mah, Mamah pasti lelah. Sini biar aku bantu."

"Nggak perlu! Aku bisa membawanya sendiri!"

Ucapan bu Sita membuat Nadhira tersentak. Niat baiknya justru diterima kasar oleh mertuanya, pandangan Nadhira beralih ke seorang wanita yang berdiri sejajar dengan suaminya, kesal, memang kesal. Ada rasa cemburu menyelimuti hati Nadhira karena tak mengenal siapa wanita ini.

"Ah, Nak Salsa, ayok kita masuk."

Ucapannya bertolak belakang dengan ucapannya terhadap Nadhira, pada Salsa terdengar sangat lembut sambil menggandeng tangannya masuk.

Gadis itu sempat menoleh pada Nadhira saat langkahnya sejajar dengan dirinya berdiri, senyum miring Salsa lontarkan untuk Nadhira dengan hati berbicara.

"Siapa dia Mas? Kelihatannya sangat akrab dengan Mamah?"

Kesal membuat nada suara Nadhira sedikit ketus, sebenarnya dia tidak ingin seperti itu namun melihat pemandangan itu, Nadhira tak bisa memungkiri kalau dia cemburu.

"Di-dia Salsa, teman kuliah aku dulu. Kami nggak sengaja bertemu di pusat perbelanjaan tadi. Kamu kenapa belum tidur Sayang?"

Fahri berusaha merangkul pundak istrinya tetapi sepertinya ada penolakan dari Nadhira, saat ini dia malas untuk bicara, apalagi di sentuh. Bahkan dia masuk tanpa mengajak suaminya masuk ke dalam. Bahkan Nadhira diam, terus saja berjalan saat melintasi kedua perempuan tadi sedang asiknya bicara sambil bercanda. 

"Sayang, kamu udah menyiapkan peralatan untuk kerja besok belum?"

Sambil berjalan mengikuti di belakang Nadhira, Fahri berusaha mengajak istrinya bicara berharap kalau mood Nadhira sudah membaik tetapi wanita itu hanya menjawab singkat tanpa menoleh kebelakang.

"Sudah."

Namun Fahri tidak kehabisan akal, dia tau bagaimana cara membuat mood istrinya kembali baik. Langkah dia percepat kembali kemudian...

Hap!

"Kamu ini kalau di tanya suami lihat kenapa, hah?"

"Aw, Mas turunkan! Ya Allah Mas, aku takut!"

"Apa? Lepas? Nggak akan pernah kamu aku lepasin," ucap Fahri begitu gemas dengan Nadhira.

Dengan sigap pria tampan itu membopong istrinya dari belakang dan membawanya masuk ke dalam kamar. Menghempaskan tubuh sintal itu di atas tempat tidur berukuran sedang, memandanginya dengan tatapan menginginkan dari atas tubuh yang sudah dia tindih di bawahnya.

"Kenapa?" tanya Nadhira malu, senyumnya sudah mulai merekah. Wajah kesalnya sudah tak terlihat lagi, pipinya terlihat memerah merona alami.

"Nggak! kamu cantik."

"Gombal!"

"Nggak percaya?"

Tanpa membuang waktu lama, Fahri mulai membenamkan wajahnya ke leher jenjang istrinya, menghirup wangi aroma mawar rose yang selalu membuatnya candu.

Suara desahan mulai menaungi ruangan kamar yang tak terlalu besar, dingin Ac terkalahkan dengan adegan panas pasangan suami istri yang sedang menjalankan kewajibannya.

Pelan-pelan tangan Fahri mulai melepas satu persatu kain yang menempel di tubuh istrinya, dari mulai hijab yang dia kenakan sampai kini tinggal kain segitiga satu setel dengan kain penutup gundukan kembar berwarna merah muda.

"Bismillah ya Sayang, semoga Allah secepatnya memberi kita keturunan yang Sholeh, Sholehah!"

"Aamiin Mas!"

Fahri mulai melepas semua pakaiannya hingga polos tanpa sehelai kain pun, tampak senjata ampuh miliknya kini berdiri menjulang tinggi dengan kokohnya siap untuk melesak ke lorong sempit milik Nadhira.

"Kita mulai sekarang ya Sayang, Bismillah!"

Nadhira memejamkan matanya dalam-dalam, merasakan saat senjata ampuh itu mulai melesak dari pangkal terus melesak sampai ke ujung.

Pelan-pelan Fahri mulai memompa sambil terus memandangi wajah ayu yang dia kungkung di bawahnya.

"Gimana, enak Sayang hah?"

"Enak Mas, ahhh ini enak sekali!"

Lenguhan manja mengiringi pergumulan mereka dalam mencari amanah Tuhan yaitu di titipkannya seorang anak sebagai pelengkap hidup.

Tak ada permintaan yang lain bagi mereka saat ini selain meminta agar Tuhan segera mengabulkan doanya.

"Aw, jangan keras-keras Mas, aku sakit!"

"Sakit? Atau enak Sayang?" gumam Fahri terus saja menggoda istrinya yang meliuk liukkan badannya bak cacing kepanasan.

"Sakit Mas, aw!"

Fahri terus memompa senjata ampuh miliknya sampai merasakan sesuatu akan keluar dari bagian tengah kaki milik keduanya, semakin cepat Fahri memompa.

"Ah, Mas! Aku sudah tak tahan. Aahhh!"

"Kita keluarkan sama-sama, Sayang, aahhh!"

Tubuh mereka mengejang bersama seiring merasakan puncak kenikmatan syurga duniawi,  peluh bercucuran membasahi tubuh yang terbaring lemas dengan nafas yang masih ngos-ngosan.

"Semoga kali ini jadi ya Mas. Aku takut mengecewakan kamu lagi."

Bayangan Nadhira justru kembali mengarah pada mertuanya yang begitu akrab dengan tamu wanita tadi. Rasa cemas sedikit ada mengingat dirinya yang tak sempurna.

"Aamiin, Sayang. Aku nggak akan kecewa apapun hasilnya, yang penting kita tetap berusaha."

Rasa lelah membuat mereka terlelap tak sadarkan diri sampai pagi menjelma. Nadhira bangun saat suara Adzan terdengar mulai berkumandang dari Masjid yang tidak jauh dari rumahnya. Dia tak pernah lupa dengan kewajibannya sebagai seorang muslim, juga sebagai menantu dan seorang istri.

Walau hari ini hari pertama dia masuk kerja, namun sebelum berangkat, dia menyempatkan diri untuk mengurus keluarganya. Membuatkan sarapan untuk mereka, menyiapkan pakaian yang akan dipakai Fahri untuk pergi ke kantor, serta pekerjaan yang lain mengingat mereka tak punya Asisten rumah tangga.

"Alhamdulillah, sudah pagi," ucapnya sambil mengulur tubuh yang terasa pegal.

"Mas, bangun ini sudah pagi! Ayok bangun."

"Hem!" jawab Fahri singkat.

Tanpa menunggu suaminya bangun, Nadhira membersihkan tubuhnya terlebih dahulu, mandi dan menjalankan ibadah seperti hari-hari biasanya. Sampai selesai ibadah, pria itu tak jua kunjung bangun yang membuat Nadhira terpaksa membangunkan kembali, sementara waktu semakin siang, masih banyak pekerjaan yang lain, yang masih harus dia kerjakan di dapur. Dia tak ingin mertuanya mengomel kalau bangun belum tersedia sarapan di atas meja makan.

"Mas, ayok dong bangun! Kamu bangun lalu mandi. Aku siapin sarapan sekarang!"

Terpaksa Nadhira bicara cukup keras agar Fahri segera bangun, tak ingin lagi membuat mood istrinya kembali berantakan, Fahri segera bangun dan secepatnya masuk kamar mandi.

"Hari ini aku masak apa yah? Ah lebih baik aku masak sekalian buat makan siang Mamah, karena siang ini aku pasti tak bisa makan di rumah," gumam Nadhira mulai mengambil satu persatu alat dapur untuk memasak.

Baru saja dia mengiris beberapa sayur yang akan dia masak, suara mengejutkan terdengar dari arah belakang memanggil namanya dengan begitu kencang sampai dia melonjak kaget.

"Hei kau Nadira!"...

"Astagfirullah hal Adzim!"

Bahkan sayuran yang dia pegang sempat terlempar beberapa senti meter ke atas. 

BERSAMBUNG.

 

    

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status