"Sa-Sayang! Kamu be-belum tidur?" tanya Fahri terlihat gelagapan khawatir istrinya cemburu saat tau dia dan Mamahnya pulang di antar oleh Salsa.
Mendengar suara mobil berhenti di depan rumah tentu membuat Nadhira penasaran, karena dia tau kalau suami dan mertuanya pergi tanpa menggunakan mobil."Kalian baru pulang?" Astagfirullah Mah, Mamah pasti lelah. Sini biar aku bantu.""Nggak perlu! Aku bisa membawanya sendiri!"Ucapan bu Sita membuat Nadhira tersentak. Niat baiknya justru diterima kasar oleh mertuanya, pandangan Nadhira beralih ke seorang wanita yang berdiri sejajar dengan suaminya, kesal, memang kesal. Ada rasa cemburu menyelimuti hati Nadhira karena tak mengenal siapa wanita ini."Ah, Nak Salsa, ayok kita masuk."Ucapannya bertolak belakang dengan ucapannya terhadap Nadhira, pada Salsa terdengar sangat lembut sambil menggandeng tangannya masuk.Gadis itu sempat menoleh pada Nadhira saat langkahnya sejajar dengan dirinya berdiri, senyum miring Salsa lontarkan untuk Nadhira dengan hati berbicara."Siapa dia Mas? Kelihatannya sangat akrab dengan Mamah?"Kesal membuat nada suara Nadhira sedikit ketus, sebenarnya dia tidak ingin seperti itu namun melihat pemandangan itu, Nadhira tak bisa memungkiri kalau dia cemburu."Di-dia Salsa, teman kuliah aku dulu. Kami nggak sengaja bertemu di pusat perbelanjaan tadi. Kamu kenapa belum tidur Sayang?"Fahri berusaha merangkul pundak istrinya tetapi sepertinya ada penolakan dari Nadhira, saat ini dia malas untuk bicara, apalagi di sentuh. Bahkan dia masuk tanpa mengajak suaminya masuk ke dalam. Bahkan Nadhira diam, terus saja berjalan saat melintasi kedua perempuan tadi sedang asiknya bicara sambil bercanda."Sayang, kamu udah menyiapkan peralatan untuk kerja besok belum?"
Sambil berjalan mengikuti di belakang Nadhira, Fahri berusaha mengajak istrinya bicara berharap kalau mood Nadhira sudah membaik tetapi wanita itu hanya menjawab singkat tanpa menoleh kebelakang."Sudah."Namun Fahri tidak kehabisan akal, dia tau bagaimana cara membuat mood istrinya kembali baik. Langkah dia percepat kembali kemudian...Hap!"Kamu ini kalau di tanya suami lihat kenapa, hah?""Aw, Mas turunkan! Ya Allah Mas, aku takut!""Apa? Lepas? Nggak akan pernah kamu aku lepasin," ucap Fahri begitu gemas dengan Nadhira.Dengan sigap pria tampan itu membopong istrinya dari belakang dan membawanya masuk ke dalam kamar. Menghempaskan tubuh sintal itu di atas tempat tidur berukuran sedang, memandanginya dengan tatapan menginginkan dari atas tubuh yang sudah dia tindih di bawahnya."Kenapa?" tanya Nadhira malu, senyumnya sudah mulai merekah. Wajah kesalnya sudah tak terlihat lagi, pipinya terlihat memerah merona alami."Nggak! kamu cantik.""Gombal!""Nggak percaya?"Tanpa membuang waktu lama, Fahri mulai membenamkan wajahnya ke leher jenjang istrinya, menghirup wangi aroma mawar rose yang selalu membuatnya candu.Suara desahan mulai menaungi ruangan kamar yang tak terlalu besar, dingin Ac terkalahkan dengan adegan panas pasangan suami istri yang sedang menjalankan kewajibannya.Pelan-pelan tangan Fahri mulai melepas satu persatu kain yang menempel di tubuh istrinya, dari mulai hijab yang dia kenakan sampai kini tinggal kain segitiga satu setel dengan kain penutup gundukan kembar berwarna merah muda."Bismillah ya Sayang, semoga Allah secepatnya memberi kita keturunan yang Sholeh, Sholehah!""Aamiin Mas!"Fahri mulai melepas semua pakaiannya hingga polos tanpa sehelai kain pun, tampak senjata ampuh miliknya kini berdiri menjulang tinggi dengan kokohnya siap untuk melesak ke lorong sempit milik Nadhira."Kita mulai sekarang ya Sayang, Bismillah!"Nadhira memejamkan matanya dalam-dalam, merasakan saat senjata ampuh itu mulai melesak dari pangkal terus melesak sampai ke ujung.Pelan-pelan Fahri mulai memompa sambil terus memandangi wajah ayu yang dia kungkung di bawahnya."Gimana, enak Sayang hah?""Enak Mas, ahhh ini enak sekali!"Lenguhan manja mengiringi pergumulan mereka dalam mencari amanah Tuhan yaitu di titipkannya seorang anak sebagai pelengkap hidup.Tak ada permintaan yang lain bagi mereka saat ini selain meminta agar Tuhan segera mengabulkan doanya."Aw, jangan keras-keras Mas, aku sakit!""Sakit? Atau enak Sayang?" gumam Fahri terus saja menggoda istrinya yang meliuk liukkan badannya bak cacing kepanasan."Sakit Mas, aw!"Fahri terus memompa senjata ampuh miliknya sampai merasakan sesuatu akan keluar dari bagian tengah kaki milik keduanya, semakin cepat Fahri memompa."Ah, Mas! Aku sudah tak tahan. Aahhh!""Kita keluarkan sama-sama, Sayang, aahhh!"Tubuh mereka mengejang bersama seiring merasakan puncak kenikmatan syurga duniawi, peluh bercucuran membasahi tubuh yang terbaring lemas dengan nafas yang masih ngos-ngosan."Semoga kali ini jadi ya Mas. Aku takut mengecewakan kamu lagi."Bayangan Nadhira justru kembali mengarah pada mertuanya yang begitu akrab dengan tamu wanita tadi. Rasa cemas sedikit ada mengingat dirinya yang tak sempurna."Aamiin, Sayang. Aku nggak akan kecewa apapun hasilnya, yang penting kita tetap berusaha."Rasa lelah membuat mereka terlelap tak sadarkan diri sampai pagi menjelma. Nadhira bangun saat suara Adzan terdengar mulai berkumandang dari Masjid yang tidak jauh dari rumahnya. Dia tak pernah lupa dengan kewajibannya sebagai seorang muslim, juga sebagai menantu dan seorang istri.Walau hari ini hari pertama dia masuk kerja, namun sebelum berangkat, dia menyempatkan diri untuk mengurus keluarganya. Membuatkan sarapan untuk mereka, menyiapkan pakaian yang akan dipakai Fahri untuk pergi ke kantor, serta pekerjaan yang lain mengingat mereka tak punya Asisten rumah tangga."Alhamdulillah, sudah pagi," ucapnya sambil mengulur tubuh yang terasa pegal."Mas, bangun ini sudah pagi! Ayok bangun.""Hem!" jawab Fahri singkat.Tanpa menunggu suaminya bangun, Nadhira membersihkan tubuhnya terlebih dahulu, mandi dan menjalankan ibadah seperti hari-hari biasanya. Sampai selesai ibadah, pria itu tak jua kunjung bangun yang membuat Nadhira terpaksa membangunkan kembali, sementara waktu semakin siang, masih banyak pekerjaan yang lain, yang masih harus dia kerjakan di dapur. Dia tak ingin mertuanya mengomel kalau bangun belum tersedia sarapan di atas meja makan."Mas, ayok dong bangun! Kamu bangun lalu mandi. Aku siapin sarapan sekarang!"
Terpaksa Nadhira bicara cukup keras agar Fahri segera bangun, tak ingin lagi membuat mood istrinya kembali berantakan, Fahri segera bangun dan secepatnya masuk kamar mandi."Hari ini aku masak apa yah? Ah lebih baik aku masak sekalian buat makan siang Mamah, karena siang ini aku pasti tak bisa makan di rumah," gumam Nadhira mulai mengambil satu persatu alat dapur untuk memasak.Baru saja dia mengiris beberapa sayur yang akan dia masak, suara mengejutkan terdengar dari arah belakang memanggil namanya dengan begitu kencang sampai dia melonjak kaget."Hei kau Nadira!"..."Astagfirullah hal Adzim!"Bahkan sayuran yang dia pegang sempat terlempar beberapa senti meter ke atas. BERSAMBUNG.
"Ya Allah, Mamah! Bisa nggak Mah bicara lembut sedikit. Aku kaget sekali Mah.""Kenapa? Kamu nggak suka? Aku peringatkan sama kamu. Jangan mentang-mentang kamu bekerja lantas kamu lupa pekerjaan rumah. Sebelum berangkat kamu sudah harus mengurus semuanya, apa kamu mengerti Nadhira?"Tak perlu bu Sita mengatakan itu Nadhira sudah tau, bahkan cara berpikirnya sudah lebih jauh darinya. Tak biasanya mertuanya itu bangun jam segini, biasanya dia selalu bangun jika sarapan sudah tersaji di atas meja. Bau wangi makanan seolah menuntun dia untuk melangkahkan kakinya ke meja makan, tetapi saat ini bu Sita bangun terlalu pagi hanya untuk mengingatkan Nadhira."Iya Mah, aku sudah tau kok. Mamah nggak usah khawatir, sebentar lagi sarapan siap. Aku masak dulu."Wanita tua itu kembali masuk ke kamarnya yang membuat Nadhira menggelengkan kepalannya, heran dengan sikap mertuanya yang tak pernah suka pada dirinya sebaik apapun dia."Alhamdulillah sudah siap. Lebih baik aku panggil Mas Fahri untuk sar
"Alhamdulillah, akhirnya aku sampai juga di sini, Bismillah hari ini aku mulai bekerja."Dengan penuh keyakinan Nadhira mulai memasuki Medical Center. Beberapa perawat mengucapkan salam kepadanya, begitu juga dengan beberapa Dokter yang lain juga turut mendekati. Kedatangannya di sini serasa membuat semuanya bersemangat, tak sedikit pula yang merasa ingin jadi temannya."Selamat siang, kamu Dokter Nadhira kan? Perkenalkan aku Siska.""Dan aku Anita," ujar mereka berdua sambil mengulurkan tangan, mengajak Nadhira bersalaman."Eh, iya aku Nadhira! Senang berkenalan dengan kalian, Siska, Anita."Kedua perawat itu memang sangat ramah, bukan hanya pada Nadhira saja, tetapi pada siapa saja yang baru datang meraka selalu mengajaknya berkenalan.baru beberapa menit mengenal mereka, Nadhira sudah merasa sudah cocok, bahkan merasa sangat dekat seperti bertahun-tahun mengenal.Sikap mereka yang suka bercanda dan terlihat santai membuat ketiga perempuan itu terlihat begitu akrab."Eh Nad, kamu pa
"Papah! Aku datang!"Fahri dan Pak Baskara spontan menoleh pada suara wanita yang begitu ceria sambil membuka pintu. "Hei Sayang! Syukurlah kamu datang ke sini anak Papah?"Tapi beda halnya dengan Pak Baskara, Fahri dan Salsa justru saling pandang satu sama lain, mereka tak menyangka kalau akan di pertemukan kembali di perusahaan ini. "Salsa? Papah? Jadi ... !" gumam Fahri dalam hati. Dia tak tau kalau Pak Baskara kini sedang mengamati tingkah lakunya sekarang."Kamu kenapa Fahri? Sepertinya ada yang sedang kamu pikirkan?" ujar Pak Baskara yang melihat Fahri sontak termenung, dia mengira kalau Stafnya itu terpesona dengan putri kesayangannya.Secara fisik memang Salsa sangat menarik, tak salah jika siapa saja mengagumi kecantikannya seperti yang di bayangkan oleh Pak Baskara saat ini pada Fahri."Eh, nggak! Nggak apa-apa Pak. Maaf, aku ... !""Ini Salsabila, putri saya, dia baru pulang dari Amerika kemaren. Salsa, perkenalkan ini Staf terbaik Papah, Fahri."Senyum merekah dari bibir
"Lakukan Lab, nanti hasilnya berikan padaku, Anita." "Baik Dokter." "Aduh, ini udah sore, lebih baik aku pulang sekarang," sambung Nadhira sambil melihat benda bulat melingkar di pergelangan tangannya. Bisa di bayangkan bagaimana jika dia sampai terlambat sampai di rumah, mertuanya akan semakin gemas mengejeknya memperalat profesinya untuk menjatuhkan dia di hadapan suaminya. Tak perduli apakah Anita dan Siska sudah selesai mencacat semua keluhan pasien, Nadhira bergegas pergi. Berjalan begitu cepat sampai tak sadar kalau di depan ada orang yang sedang berjalan berlawanan arah dengannya. Sama halnya dengan Nadhira, Dokter Nathan pun berjalan sambil melihat proposal yang di tunjukan oleh Asistennya sampai mereka tak sengaja bertabrakan. "Aduh!" Pria dingin itu hanya melihat sesaat pada wanita yang meringis sambil menyentuh bahunya. "Dokter Nathan! Eh, maaf Dok, saya tidak sengaja." Berharap kalau Dokter itu membalas dengan kata yang sama namun ternyata tidak. Dia hanya pergi t
"Kenapa Mas Fahri terlihat diam, apa ada sesuatu yang dia sembunyikan dari aku."Di sela-sela makan malamnya Fahri tak sadar kalau Nadhira sedang memperhatikannya, secara diam-diam dia melirik Fahri yang makan sambil memainkan ponselnya, tak seperti biasa suaminya seperti ini. Fahri tak pernah membawa ponsel sebelumnya saat mereka makan bersama.Merasa penasaran maka Nadhira memberanikan diri untuk bertanya apa yang membuat dia sedikit berubah malam ini. Lalu apakah Fahri akan jujur menjawab pertanyaan Nadhira, atau justru berbohong karena tak ingin membuat istrinya itu cemburu."Kamu kenapa Mas? Sibuk? Kok makan sambil main hand pone?""Eh, kenapa Sayang? Nggak! Ini cuma ada meeting penting besok."Jawaban Fahri terlihat sangat gelagapan, mana mungkin dia baik-baik saja, pasti ada sesuatu yang di sembunyikan dari Nadhira sekarang."Terus kenapa kamu terlihat berbeda hari ini? Ada apa, cerita sama aku?"Bukan Fahri yang menjawab tapi justru bu Sita lah yang kembali bersuara. Tak menem
"Malam ini Ibu senang sekali Salsa, kita bisa jalan-jalan ke luar. Makasih yah kamu udah belikan Tante banyak barang belanjaan seperti ini." Fahri dan Nadhira yang masih duduk santai di depan ruang televisi di buat tercengang dengan kepulangan bu Sita dan Salsa yang membawa barang belanjaan begitu banyak. Sepertinya sengaja Salsa lakukan itu agar bu Sita senang karena dia tau bagaimana caranya membuat wanita tua itu semakin terkesan dengannya. Dengan membelikan apa yang bu Sita mau dia akan semakin mudah untuk mendekati putranya. "Fahri lihat apa yang Mamah bawa! Nak Salsa belikan Mamah barang sebanyak ini!" Dengan bangganya bu Sita memperlihatkan beberapa tas kertas berisi barang mewah yang Salsa belikan untuknya. Bahkan Salsa juga membelikan sesuatu untuk Fahri tapi sengaja tak di berikan di depan istrinya. "Fahri kenapa kamu nggak datang, padahal aku tadi kirim pesan ke nomer kamu loh. Aku pikir kamu akan datang dan kita bisa belanja sama-sama." Dari sini Nadhira teringat bun
"Eh Fahri, ini aku Salsa. Maaf kalau membuatmu kaget, Fahri."Setelah tau kalau bayang hitam itu ternyata Salsa, Fahri segera menyalakan lampu. "Salsa, kamu sedang apa malam-malam seperti ini?""Maaf Fahri, tadi aku kebelet jadi aku ke sini. Ya sudah aku kembali ke kamar sekarang."Di saat Salsa melintas di depan Fahri, kakinya yang sengaja tersandung keset yang membuatnya hampir saja terjatuh.Dengan spontan Fahri menangkap pinggang ramping gadis berambut coklat itu, tanpa sadar mata mereka saling beradu pandang untuk beberapa detik sebelum Fahri sadar kalau wanita yang dia pegang bukanlah muhrimnya."Aduh!""Eh maaf Fahri, aku tak sengaja!"Tatapan itu serasa ada yang berbeda, darah Fahri berdesir kalau menghirup aroma wangi tubuh Salsa yang dia kenal sejak dulu.Rasanya masih sama seperti saat Salsa belum pergi ke Amerika untuk kuliah di sana. "Lain kali hati-hati.""Iya Fahri, kalau aku ke sana sekarang."*****"Pagi Mas, bangun ini udah pagi. Kita Sholat subuh dulu Mas.""Hem!"
"Pagi Pak Fahri," sapa sesama Staf pada saat Fahri sampai di kantor. Suasana masih lumayan sepi, baru ada beberapa Staf yang datang. "Weh kamu udah sampai bro! Gimana apa kerjaan lo lancar?" Tiba-tiba saja Seno mengagetkan Fahri dari belakang, laki-laki itu memang sangat usil, suka ganggu temannya apa lagi teman wanita pun banyak yang dia dekati walau hanya sekedar merayu saja. "Apaan sih lo! Ya beres lah, apanya yang nggak beres!" Malas rasanya Fahri meladeni manusia seperti Seno, hanya membuang waktu saja. Lebih baik waktu dia gunakan untuk mengecek pekerjaan di maja kerjanya. "Pagi Pak Baskara." Semua Staf berdiri, termasuk Fahri dan memberi hormat pada atasan mereka saat Pak Baskara sampai di susul seorang wanita cantik di belakangnya. Dengan memakai kaca mata hitam, Salsa mulai memasuki kantor dengan gayanya yang berkelas, tanpa banyak basa-basi dia hanya melemparkan senyuman pada para Staf yang menyambutnya. "Fahri kamu datang ke ruangan saya," ujar Pak Baskara memerintah.