Adit berhenti melangkah. Padahal kejadian tak mengenakan yang terakhir dilihat terjadi dua hari lalu, di kafe kampus dan disaksikan bukan hanya olehnya. Akan tetapi, sampai saat ini kejadian tersebut sangat jelas tergambar di matanya.
“Sial!” Ia memaki sambil melempar kaleng bekas minuman ke rumpun perdu yang ada di sudut taman.
Napas Adit memburu. Ingin sekali melempar hal lain lebih dari itu. Bahkan kalau ingatannya bisa diekstrak menjadi bentu, akan dibuang semuanya. Sebagai gantinya ia berteriak kerasa bagai orang gila, tak mempedulikan beberapa orang yang lewat dan melirik ketakutan ke arahnya.
“Aku pikir salah orang, tetapi rupanya enggak.”
Adit berbalik begitu suara itu terdengar olehnya.
Tak lama dari temaram bayangan pohon yang tak mampu ditembus cahaya lampu taman seorang gadis berjalan mendekat. Gadis itu memakai blus abu-abu dengan kerah tinggi dan berkeluk cantik. Kakinya yang jenjang memakai sepatu berhak warna
“Kenapa wajahmu jadi seperti itu?”Reno melambai di depan Sena. Ia mendadak khawatir karena Sena untuk beberapa waktu tetap terpaku seperti itu dan tidak bereaksi.Sena mengerjap, melepaskan udara yang diperangkap dalam rongga paru-paru dan menoleh pada Reno. Ia melihat lagi hal aneh begitu Adit membelakang. Awalnya ia mendengar teriakan seorang gadis yang tak dikenal. Lama-lama disadari jika suara itu miliknya dan tiba-tiba dilihatnya seseorang berjalan dengan gaya yang sama membelakang dan menjauh.Tanpa sadar disandarkan kepalanya pada Reno. Sena memejamkan mata.“Sena, baik-baik aja, kan?” Reno sedikit terbata saat bertanya.Tak menyangka tiba-tiba Sena berlaku seperti ini dengannya. Ia merasakan tubuhnya memanas. Jantungnya berpacu cepat dan menyakitkan. Namun, ia tak bisa membuat Sena menjauh darinya.“Tidak apa, sebentar saja. Sungguh ….” Sena berkata pelan.Reno berharap
“Kenapa wajahmu jadi seperti itu?” Reno melambai di depan Sena. Ia mendadak khawatir karena Sena untuk beberapa waktu tetap terpaku seperti itu dan tidak bereaksi. Sena mengerjap, melepaskan udara yang diperangkap dalam rongga paru-paru dan menoleh pada Reno. Ia melihat lagi hal aneh begitu Adit membelakang. Awalnya ia mendengar teriakan seorang gadis yang tak dikenal. Lama-lama disadari jika suara itu miliknya dan tiba-tiba dilihatnya seseorang berjalan dengan gaya yang sama membelakang dan menjauh. Tanpa sadar disandarkan kepalanya pada Reno. Sena memejamkan mata. “Sena, baik-baik aja, kan?” Reno sedikit terbata saat bertanya. Tak menyangka tiba-tiba Sena berlaku seperti ini dengannya. Ia merasakan tubuhnya memanas. Jantungnya berpacu cepat dan menyakitkan. Namun, ia tak bisa membuat Sena menjauh darinya. “Tidak apa, sebentar saja. Sungguh ….” Sena berkata pelan. Reno berharap waktu berhenti cukup lama. Biar di
Reaksi tubuh Sena saat bersentuhan dengan Adit semakin jelas kini. Adit tahu jika Sena berusaha tidak memperlihatkan hal itu. Akan tetapi, perasaannya tidak mungkin bisa ditipu. Apakah Sena sudah ingat semuanya? Ia bertanya di dalam hati, sebab tak mungkin mencari tahu dari Reno. Saat ini ia dan Reno sedang berseberangan pendapat. Temannya sejak SMP itu sudah tidak lagi mau membantunya. Adit mengosok tengkuknya dengan kesal dan membuang napas keras-keras. Kepalanya sudah kembali berdenyut. Ia tak suka perasaan kalah yang dirasakan kini. Perasaan yang sama persis saat di SMA dulu. “Tampangmu tampak kusut?” Adit mengangkat kepalany sedikit dan melihat Monik. Di belakang gadis itu terlihat Endah yang mengernyit. Endah berkali-kali memandang wajah Adit dan punggung Monik. “Aku seperti terjun ke sebuah lubang.” Monik terkekeh mengejek. Ia menyibak rambutnya yang tersampir ke depan menuju belakang bahu. “Kamu memang baru saj
Reaksi tubuh Sena saat bersentuhan dengan Adit semakin jelas kini. Adit tahu jika Sena berusaha tidak memperlihatkan hal itu. Akan tetapi, perasaannya tidak mungkin bisa ditipu. Apakah Sena sudah ingat semuanya? Ia bertanya di dalam hati, sebab tak mungkin mencari tahu dari Reno. Saat ini ia dan Reno sedang berseberangan pendapat. Temannya sejak SMP itu sudah tidak lagi mau membantunya. Adit mengosok tengkuknya dengan kesal dan membuang napas keras-keras. Kepalanya sudah kembali berdenyut. Ia tak suka perasaan kalah yang dirasakan kini. Perasaan yang sama persis saat di SMA dulu. “Tampangmu tampak kusut?” Adit mengangkat kepalany sedikit dan melihat Monik. Di belakang gadis itu terlihat Endah yang mengernyit. Endah berkali-kali memandang wajah Adit dan punggung Monik. “Aku seperti terjun ke sebuah lubang.” Monik terkekeh mengejek. Ia menyibak rambutnya yang tersampir ke depan menuju belakang bahu. “Kamu memang baru saj
Ini gelas ketiga yang dihabiskan Adit. Gadis yang mengiriminya pesan untuk bertemu. Bahkan sampai sekarang batang hidung perempuan itu tak tampak. Entah ke mana sembunyinya. Saat Adit bertanya pada pelayan yang mengantarkan minuman, dikatakan jika gadis tersebut dan temannya sudah ada di kafe dari setengah jam lalu. Endah memandangi puncak kepala Adit yang duduk di lantai dasar. Ia lalu beralih melirik Monik yang senyum-senyum saja sejak tadi. “Apa lagi yang kamu rencanakan?” katanya penasaran. Sebagai teman, ia tak mau lagi terlibat masalah dengan Monik. Diskors hampis sebulan dari kegiatan kampus saja sudah cukup membuatnya resah. Apalagi bayang-bayang namanya akan semakin buruk saja jika teman di depannya ini kembali berulah. “Aku nggak mau, ya, kamu mencelakai Sena lagi,” tentangnya bahkan sebelum Monik bersuara. Monik membuang muka, melambai pada seorang pemuda yang lewat dan menyapa dan melotot menatap Endah. “Kata siapa aku menc
“Sedang apa bocah ini di sini?”Rayna yang berkunjung untuk makan siang hari ini menatap jengkel Adit yang duduk di meja panjang yang menghadap ke dapur restoran. Beberapa koki sedang memasak pesanan pelangan. Di depan Adit ada segelas minuman berwarna coklat—Rayna menduga itu Dagolna—dan mie goreng.“Ah, dia makan siang tentu saja.” Salah seorang pelayan yang menjawab pertanyaan Rayna.“Mana Reno? Dia tidak tahu orang ini ada di sini?”Tak sedikit pun Rayna berkeinginan melunakan suaranya supaya tak terdengar Adit. Ia memang sengaja berlaku demikian, berharap pemuda tersebut mundur sendiri karena malu.Pelayan yang tadi menjawab, menarik Rayna menuju kantor manager. Tidak ada seorang pun di dalam sana.“Bos pergi! Dia kabur saat melihat mobil orang itu parkir. Katanya kalau ditanya bilang di rumah belum datang.”Belum datang adalah alasan paling abstrak dari Reno. Hal terseb
Adit pergi lagi malamnya ke restoran Reno. Tepat saat pemuda itu mengunci pintu kaca dan berbalik. Ia melihat Reno terkejut dan dengan cepat menyembunyikan dan berganti ekspresi dingin.“Restoran sudah tutup sejak setengah jam lalu,” katanya.Selepas itu Reno melengang pergi begitu saja. Tidak punya keinginan bertanya untuk apa Adit menemuinya kembali.“Aku ingin bertemu denganmu, sebentar.” Adit menjangkau pergelangan tangan Reno, menjangkau, menghentikan gerakan temannya itu.“Rasanya aku tidak punya urusan denganmu!” seru Reno. “Apalagi yang kamu inginkan denganku?”“Maaf ….”Reno cukup terekejut saat kata-kata itu meloncat dari mulut Adit. Ia merasa itu tidak mungkin terjadi. Bahkan ia mencubit kulit punggung tangannya sendiri untuk memastikan.“Jangan bercanda!” teriaknya akhirnya.Kemarahan yang keluar bukan hanya dihasilkan oleh perbuatan Adit
Apa yang kulakukan? Sena menutup wajahnya mengingat ajakannya pada Reno.Tanpa pikir panjang ia mengucapkan hal itu. Napasnya sesaat berhenti saat menyadari dirinya melakukan kebodohan. Namun, jujur Sena tak ingin kehilangan kesempatan untuk bisa berdua saja dengan Reno.Walaupun pikirannya mengingat jika Adit memiliki tempat khusus di hatinya, Sena tidak merasa nyaman saat bersama dengan pemuda itu. Ia merasa terbebani. Saat bersama Reno, Sena merasa nyaman. Ia merasa apapun yang akan terjadi Reno akan melindunginya.Sena berbalik lagi. Seprai berwana biru dengan garis-garis putih yang terpasang di tempat tidur sudah lusuh. Tadi sebelum dirinya merebahkan diri, seprai tertata rapi dan tidak kusut semacam kini.“Tidak bisa tidur,” keluhnya.Ia memutuskan untuk duduk dan bersandar di kepala ranjang. Kamarnya terasa amat sunyi. Keinginan untuk mematikan lampu saat tidur disingkirkan cepat-cepat. Baru memikirkannya saja tubuhnya s