Share

BAB 2

“Yang benar saja, Ayah? Masa Satya mau dinikahkan dengan perempuan kampungan macam dia sih,” protesnya seraya melirik Ayumi dengan sinis.

“Satya!” sahut Hadi dengan nada sedikit meninggi. Mengingatkan anak semata wayangnya agar tidak merendahkan orang lain.

“Yah, Satya ini anak satu-satunya Ayah lho. Pewaris tunggal PT. Megabuana. Masa iya mau menikah dengan perempuan seperti ini.” Satya terus protes sembari menghina penampilan Ayumi.

Ayumi sendiri hanya bisa menahan geram karena terus diremehkan oleh Satya. Padahal, dia sendiri memiliki andil dari perusahaan garmen yang dibangun oleh keluarga Hadi Wijaya.

Dulu, Ayumi tinggal dan dibesarkan di sebuah panti asuhan khusus kaum dhuafa dan anak yatim. Hadi Wijaya sendiri adalah donatur tetap di panti asuhan sekaligus pesantren itu.

Melihat bakat Ayumi yang begitu bagus dalam mendesain pakaian, dia pun menyekolahkan Ayumi di sebuah universitas negeri di Surabaya untuk lebih mengasah kemampuannya dalam mendesain pakaian. Dan setelah lulus, Ayumi ditarik ke perusahaannya untuk menjadi seorang designer muda yang berbakat.

Berkat jasa Ayumilah, perusahaan yang dirintis oleh Hadi kini semakin berkembang pesat.

“Satya, jaga ucapanmu! Biar bagaimana pun, Ayumi sangat berjasa pada perusahaan kita. Dan Papa ingin kalian menikah. Atas dasar karena kamu satu-satunya pewaris PT.Megabuana, maka Papa juga tidak akan menyerahkan warisan keluarga kita itu dengan mudah ke tanganmu!”

Dia sudah paham bagaimana tabiat anak semata wayangnya. Maka dari itu, Hadi berniat menjodohkan Satya dengan Ayumi, karena selain pandai membuat desain pakaian, dia juga pandai mengelola perusahaan yang sudah susah payah dia rintis dari nol. Terbukti, sejak masuknya Ayumi ke perusahaannya, usaha garmen yang dia jalankan naik drastis.

“Ayah, aku ini CEO perusahaan besar. Apa kata orang-orang kalau aku menikah dengan bawahanku?”

“Sudahlah. Ayah tidak peduli. Pokoknya kalian harus menikah. Ayah yang akan persiapkan semuanya,” tegasnya.

“Ini nggak adil, Yah!” Kesalnya. Lalu pergi meninggalkan Hadi dan Ayumi begitu saja.

“Ayumi, Ayah harap ... kamu juga tidak memprotes apapun keputusan Ayah,” katanya menatap anak angkatnya dengan penuh harap.

Ayumi yang sejak tadi menundukkan kepalanya, kini memberanikan diri mengangkat kepalanya dan membalas tatapan ayah angkatnya.

“Tapi, Yah. Bagaimana dengan Mas Satya? Jelas-jelas dia tidak bisa menerima Ayumi,” sahutnya dengan resah.

“Sudah. Itu biar jadi urusan Ayah. Yang terpenting kamu mau. Ayah berharap sekali padamu agar bisa memperbaiki perilaku Satya. Dia sudah banyak merugikan perusahaan dengan menghambur-hamburkan uang perusahaan untuk hal yang tidak penting. Maka setelah kamu menjadi istrinya nanti, perusahaan akan Ayah alihkan padamu. Ayah percayakan padamu.”

“Tap-tapi, Yah ....”

“Sudah, Satya biar menjadi urusan Ayah!” tegasnya. Lalu menarik napas dalam dan mengembuskannya dengan sedikit kasar.

Dan … apapun keputusan yang sudah dibuat oleh Hadi tidak bisa ditentang oleh Ayumi atau siapapun. Terlebih, Ayumi sangat berhutang budi pada laki-laki yang sudah mengangkatnya menjadi anak itu. Selain sekarang Ayumi memiliki karir yang bagus, dia juga bisa lebih membuat panti asuhan yang sudah membesarkannya menjadi terjamin hidupnya berkat sumbangan darinya.

Ayumi hanya bisa mengembuskan napas panjang. Pasrah dengan semua keputusan ayah angkatnya. Meski dalam hati dia masih ragu karena sikap Satya yang kentara sekali jika laki-laki itu memang tak pernah menyukai kehadirannya.

Hatinya yang baru saja retak karena diputuskan oleh Aditya. Kini tambah retak karena perjodohan ini.

Ya Allah … hamba pasrahkan kepada-Mu. Hanya Engkau dzat yang Maha tahu apa yang terbaik untuk hamba. Berikan hamba kemudahan untuk menjalaninya ….

***

Satu bulan setelah peristiwa itu, pernikahan antara Satya dan Ayumi pun digelar mewah di sebuah ballroom hotel bintang lima yang ada di daerah Surabaya. Para tamu undangan terlihat sangat menikmati hidangan yang telah disediakan setelah ijab kabul diucapkan oleh Satya.

Sepasang pengantin baru itu pun duduk di pelaminan dengan anggun sembari menyalami beberapa tamu undangan yang ingin memberi ucapan selamat pada kedua mempelai. Lalu meminta foto bersama.

Sesekali Ayumi mencuri pandang pada pria tampan yang berdiri mengapit lengan tangannya saat diminta foto bersama oleh beberapa tamu undangan. Laki-laki bercambang tipis itu hanya meliriknya sekilas. Lalu kembali menghadap kamera dengan senyum merekah di wajah tampan keturunan timur tengah itu.

Tampan juga suamiku ….

Ayumi hanya bisa memuji laki-laki yang kini sudah sah menjadi suaminya dalam hati. Tak terasa, kedua sudut bibirnya terangkat ke atas. Otaknya berkelana, andaikan saja Satya menerima pernikahan ini dengan senang hati. Pasti rumah tangganya akan bahagia. Namun, dia cepat-cepat menyingkirkan ekspektasinya itu mengingat bagaimana sifat Satya padanya selama ini.

Ayumi pun memilih untuk kembali fokus pada kamera saat titah dari fotografer menyuruhnya untuk bergaya.

“Mbaknya menghadap Mas Satya, ya. Terus tangan kanannya pegang bahu Mas Satya. Tatapannya tetap ke kamera,” titahnya sembari mengarahkan tangan kanan Ayumi pada bahu kanan Satya.

Sesi foto paling kaku yang pernah dijalani Ayumi mau pun Satya. Senyum yang terkembang di bibir mereka pun jelas mengisyaratkan keterpaksaan. Terlebih Satya. Meski tersenyum, namun jelas di matanya tersimpan rasa jengah dan ingin resepsi pernikahan ini berakhir.

Dia sudah lelah dan ingin segera istirahat.

Setelah menjalani acara resepsi yang digelar selama lima jam, Ayumi dan Satya pun digiring ke sebuah kamar hotel paling mewah yang ada di hotel tersebut.

“Sudah sana istirahat. Jangan lupa cepat-cepat kasih cucu sama Ayah, ya,” ujar Hadi Wijaya dengan senyum merekah melepas sepasang pengantin baru itu memasuki kamar pengantinnya. Terlihat jelas bagaimana bahagianya laki-laki paruh baya itu melihat anak semata wayangnya menikah dengan perempuan pilihannya.

Satya hanya mengembuskan napas panjang seraya memutar bola matanya. Terlihat jengah dengan kalimat terakhir yang dilontarkan sang Papa. Sementara itu, Ayumi hanya tersenyum kaku sambil menundukkan kepalanya.

“Ya sudah sana. Ayah mau balik lagi menemui tamu undangan,” pamitnya. “Satya, ingat pesan Ayah, ya!” imbuhnya sambil menepuk bahu anak laki-lakinya sebelum benar-benar pergi.

Tanpa menunggu Ayumi, Satya melangkah memasuki kamar berukuran besar itu terlebih dulu. Ayumi pun mengikutinya dengan perasaan tak menentu.

Aroma lavender langsung tercium kala dia memasuki kamar mewah yang sudah dipenuhi dengan mawar merah. Bahkan, di atas tempat tidur pun ada banyak kelopak bunga mawar merah yang dibentuk cinta.

Tak terasa kedua sudut bibirnya tertarik ke atas. Terbesit dalam hatinya, jika ini pernikahan antara dirinya dan Aditya, pasti akan lebih indah dan lebih romantic. Sayang, dia menikah bukan dengan laki-laki yang dicintainya.

Namun, meski begitu, Ayumi akan berusaha menjalani pernikahan ini dengan baik. Dia juga sudah bertekad untuk mengabdikan hidupnya hanya untuk mencintai suaminya, siapapun itu. Dia akan berusaha melupakan Aditya yang mungkin juga sudah bahagia dengan pasangan pilihan kedua orang tuanya.

“Mas ….”

Ayumi mendekat dan berniat membantu suaminya melepas jas pernikahannya. Namun, tanganya ditepis dengan kasar oleh Satya, laki-laki yang kini sudah sah menjadi suaminya.

“Jangan sentuh aku!” tegasnya sambil menatap Ayumi dengan tajam. “Kita memang hidup satu atap sekarang, tapi jangan harap aku akan mencintaimu, Ayumi. Jangan harap pula aku akan menyentuhmu! Kita hanya suami istri di atas kertas. Ingat itu!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status