Kelopak mata Ayyara perlahan terbuka. Berkedip beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke pandangannya.
Dia kemudian memiringkan tubuhnya, membuatnya kini saling berhadapan dengan laki-laki yang masih tertidur di sampingnya.Ayyara menatapnya dengan seksama wajah tampan nan tenang itu. Tanpa Ayyara sadari, kedua sudut bibirnya justru terangkat, mengukir senyum senang."Dia sangat tampan," ucap Ayyara pelan, nyaris terdengar seperti bisikan. Dia tak ingin suaranya sampai membangunkan Kieran dari tidurnya.Mendadak pikiran Ayyara kembali teringat dengan kejadian kemarin. Benar, suaminya itu sangat tampan, bagaimana bisa perempuan di luar sana tidak akan jatuh hati setelah menatapnya. Senyum di bibirnya perlahan pudar. Sorotnya berubah menatap kieran dengan cemas."Aku yakin, Nasya yang setiap hari melihat mas Kieran, pasti sudah jatuh cinta pada mas Kieran. Dan ... Jangan-jangan mas Kieran saat di kantor sering digoda oleh NaAyyara lagi-lagi harus meneguk ludahnya dengan susah payah. Padahal hanya kalimat seperti itu saja yang keluar dari mulut kieran, namun itu mampu membuat Ayyara mendadak gugup. Ayyara sangat membenci situasi ini. Dengan segera, dia langsung menyingkirkan tangan laki-laki itu dari atas kepalanya. Lalu beringsut duduk."Kamu jangan bangga dulu, mas. Aku menatapmu seperti barusan, bukan karena aku mulai memliki perasaan padamu atau sebagainya." Ayyara menarik nafas sesat, lalu menghembuskannya pelan. Dia masih tak berani menatap wajah Kieran, karena itu bisa saja membuatnya gugup lagi. Ayyara kemudian melanjutkan kalimatnya. Dia harap dengan ini Kieran akan kecewa dan tak berpikir macam-macam tentangnya lagi. "Aku tadi hanya tidak sengaja saja menatapmu, dan kamu justru terbangun. Jadi kamu mengira jika aku menatapmu dengan lama, menunggumu bangun tidur? Itu salah. Tadi hanya tidak sengaja saja."Senyum Kieran seketika pudar, saat kalimat Ayyara la
Ayyara tak akan pernah mengizinkan sang suami untuk menyentuhnya. Dia sudah berjanji pada dirinya sendiri, hanya akan mengizinkan tubuhnya disentuh oleh Bagas. Dia tak akan diam, membiarkan siapapun mengambil pertama kalinya, kecuali laki-laki yang dia cintai.Namun kenyataannya sekarang, justru seperti ini. Ayyara tak pernah menyangka, jika pada akhirnya Kieran lah yang menyentuhnya pertama kali. Perempuan itu masih berada di atas kasur, memunggungi sang suami yang masih memeluknya dari belakang. Ayyara tahu, pasti Kieran saat ini telah tersenyum puas, karena berhasil menyentuhnya. Namun yang Ayyara rasakan saat ini hanya penyesalan, tak terima dengan apa yang baru saja terjadi padanya. Matanya sejak tadi sudah berkaca-kaca, menahan air mata. Bukan air mata kesedihan, namun air mata kekesalan. Tangannya mencengkeram erat selimut yang menutupi tubuh polosnya, menyalurkan amarahnya. "Kamu menyesal telah memberikan pertama kalinya padaku?" tanya
Ayyara segera menggeleng, menepis semua pemikiran buruknya. Dia tak mau jika sampai dia mengandung anak dari Kieran. "Bagas memang tidak tahu jika aku sudah melakukannya dengan mas Kieran. Tapi, jika aku sampai hamil, itu pasti akan membongkar semuanya." Ayyara segera terduduk, sambil menahan selimut untuk menutupi tubuhnya yang masih polos. Dia harus mencari cara agar dirinya tidak hamil. Ayyara kemudian meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas samping tempat tidur. "Aku harus mencari sesuatu di internet, cara untuk mencegah kehamilan setelah berhubungan badan."Setelah mendapatkannya. Ayyara langsung mengambil bajunya yang berserak di lantai, memakainya kembali, lalu bergegas menuju dapur. Dia mencari satu ruas jahe, dan segera dia bersihkan. Lalu menyalakan kompor, dan memasukan satu ruas jahe tersebut ke dalam panci kecil yang sudah dia beri sedikit air. "Di sini dituliskan, jika meminum air rebusan jahe setelah se
Bagas kembali melihat ke meja kerja Ayyara. Ini kesekian kalinya dia bolak-balik hanya untuk memastikan apa perempuan itu sudah datang. Namun masih tetap sama, Ayyara belum juga datang. Membuat Bagas jadi tidak tenang. Tidak seperti biasanya Ayyara akan datang terlambat. "Apa Ayyara tidak masuk kerja hari ini? Tapi kenapa? Tumben sekali dia tidak memberikan kabar padaku." Bagas kembali menyalakan layar ponselnya. Berharap ada notifikasi panggilan atau pesan dari Ayyara. Dia sangat menunggunya. "Apa aku harus telepon dia lebih dulu? Tapi, aku takut jika dia masih bersama pak Kieran, dan pak Kieran tahu jika aku menelpon istrinya. Takutnya pak Kieran justru akan marah padaku.""Bagas."Bagas menoleh saat mendengar namanya di panggil. Seorang pria paruh baya mulai menghampirinya."Pak Ardi.""Ternyata kamu ada di sini? Saya tadi mendatangimu ke ruangan kerjamu, tapi kamu tidak ada.""Memangnya ada apa pak?" tany
Di sisi lain, Kieran tengah memeriksa isi flashdisk yang baru saja diberikan oleh sekertarisnya. Dia menatap dengan seksama, monitor di depannya itu. "Bagaimana pak, apa ada yang salah?"Kieran menggeleng, namun masih ragu. "Saya baru memeriksa beberapa file saja. Dan sejauh ini saya belum menemukan sesuatu yang membuat saya kurang suka."Nasya tersenyum, sedikit merasa lega. "Jika ada beberapa yang menurut saya kurang, saya akan panggil kamu ke sini lagi.""Baik pak, kalau begitu saya permisi dulu ya."Kieran mengangguk, mengizinkan sang sekertaris untuk keluar dari ruangannya. Setelah Nasya pergi, mendadak ponselnya bergetar. Kieran melihat lebih dulu siapa nama yang menelponnya, sebelum akhirnya dia menjawabnya."Halo, pak Ardi."'Halo pak Kieran, selamat siang. Maaf jika saya mengganggu waktunya. Ada yang ingin saya tanyakan pada pak Kieran saat ini.'"Tidak apa-apa, tanyakan saja pak. Apa yang in
Pintu utama terbuka. Kieran mengedarkan pandangannya ke sekitar, menyusuri setiap ruang rumahnya. Dia sengaja pulang sore, hanya karena ingin segera melihat keadaan Ayyara. Apa benar istrinya itu tidak masuk kerja hari ini?Hingga sampai di ruang tengah, langkah Kieran terhenti. Pandangannya tertuju pada perempuan yang sedang menikmati sebungkus makanan ringan, duduk di sofa sambil menonton televisi. Kieran menatapnya heran, dia lalu menghampiri dengan langkah pelan.Ayyara tidak sadar, jika sang suami sudah datang. Dia terlalu fokus pada acara berita yang ada di televisi itu.Kieran kembali menghentikan langkahnya, tepat di belakang Ayyara. Perempuan itu mendadak batuk, tersedak keripik balado yang sedang dimakannya. Salah satu tangan Ayyara mulai meraba ke samping kirinya, mencari sesuatu tanpa mengalihkan pandangannya dari televisi. Satu alis Kieran terangkat, menatap sang istri dengan sorot aneh. Dia kemudian menatap satu botol minu
Ayyara melirik sang suami yang kembali fokus mengepel. Dia mengernyit tidak suka, saat mendengar pertanyaan Kieran barusan. Ayyara kembali meluruskan pandangannya pada televisi di depannya, lalu menjawab, "gara-gara perbuatanmu tadi pagi, aku jadi terlambat. Dan jika aku tetap berangkat kerja, sampai sana pasti aku akan mendapat omelan dari pak Ardi. Jadi, aku memutuskan untuk tidak kerja saja. Terlambat atau tidak masuk kerja, itu sama-sama akan mendapat omelan. Jadi aku memilih tidak masuk kerja saja sekalian."Mendengar penjelasan Ayyara. Kieran langsung menyudahi kegiatannya. Dia menyandarkan tongkat pel yang dia pegang itu ke sisi sofa, lalu menghampiri Ayyara. Menatapnya dengan sorot tegas. "Aku tidak suka jika ada yang memarahimu."Ayyara mendongak, menatap laki-laki yang kini sudah berdiri di sampingnya. Dia menatapnya bingung."Jika pak Ardi berani memarahimu, katakan saja padaku. Aku akan memberinya peringatan, untuk tidak memarahimu la
Pagi ini, Kieran sudah bersiap untuk berangkat kerja. Dia keluar kamar, dan mendapati Ayyara yang sedang berteleponan dengan seseorang di ruang tengah. Tak ingin bertanya, atau berpamitan pada sang istri. Kieran memilih untuk langsung berangkat begitu saja.Beberapa hari ini keduanya memang jarang berbicara. Semenjak Ayyara menyalahkan Kieran beberapa hari lalu, karena laki-laki itu telah menyentuhnya dan membuat Ayyara terlambat masuk kerja. Kieran memilih untuk banyak diam, dan tak mau berbicara lebih dulu pada Ayyara, sebelum Ayyara lebih dulu yang mengajaknya berbicara. Jikapun mereka saling berbicara, itu hanya singkat. Kieran lebih memilih menghindar dari Ayyara. Tentu saja, hati Kieran masih sakit. Jika dirinya mengingat kembali apa yang ayyara katakan padanya waktu itu. Seakan membuat Kieran nyaris ingin berhenti untuk berjuang mendapatkan cinta sang istri. Namun, di sisi lain Kieran juga tidak bisa melepaskan Ayyara begitu sa